"Hanya sesosok mayat yang dibalut dengan kain putih. Sudah tentu dia tak menderita luka apa-apa," jawab Hun-ing.
"Kita buka lagi sebuah peti lain," kata Cu-ing. Ia segera menghampiri ke sebuah peti lagi dan mendorong tutupnya. "Brak......" tutup peti terbuka tetapi mayat tetap rebah dan tidak duduk seperti yang tadi.
Cu-ing mengusulkan untuk membuka semua peti mati. Hun-ing setuju. Keduanya lalu bersama membuka peti mati.
Ketika Hun-ing membuka sebuah peti mati, di dalamnya terdapat sesosok mayat yang dibalut dengan sutera putih.
"Hai, peti mati ini juga terdapat mayat yang dibalut sutera putih," seru Cu-ing ketika membuka sebuah peti mati.
Dengan cepat kedua nona itu telah membuka duabelas buah peti mati yang berisi duabelas mayat dibalut sutera putih. Yang belum dibuka tinggal enam buah.
"Astaga!" tiba-tiba Cu-ing menjerit kaget.
"Mengapa?" tegur Hun-ing,
"Lihatlah kemari, mayat ini mati atau masih hidup?"
Ketika Hun-ing menghampiri ia melihat dalam peti mati itu berisi seorang lelaki bertubuh besar, muka brewok dan mengenakan pakaian pertapa. Dia rebah membujur dalam peti dengan kedua mata merentang lebar seperti orang hidup.
Dalam sebuah ruang di bawah tanah, belasan peti mati berisi mayat itu sudah cukup menyeramkan. Dan apabila ditambah pula dengan seorang mayat yang menyerupai orang masih hidup, sudah tentu Cu-ing menjerit kaget.
"Cici Hun, kenalkan engkau pada orang ini?" tanya Cu-ing.
Sejenak Hun-ing memandang dengan teliti dan berobahlah wajahnya: "Ketua partai persilatan Ceng-sia-pay, Pedang seribu bayangan Lim Tay-som!"
"Ya, benar, memang dia," kata Cu-ing.
"Ah, sungguh tak terduga bahwa ketua partai Ceng-sia-pay yang menghilang sejak enambelas tahun yang lalu ternyata mayatnya berada di sini," kata Hun-ing pula.
Tiba-tiba Cu-ing gelengkan kepala: "Aneh sekali!"
"Tentu saja mengherankan," sambut Hun-ing.
"Bukan," sahut Cu-ing pula. "bukan soal itu."
"Soal apa?"
"Menilik tutup peti penuh dengan debu, jelas peti itu tentu sudah beberapa tahun berada di sini. Mengapa mayat di dalamnya tidak rusak?" kata Cu-ing.
Memandang pula keadaan mayat dalam sebuah peti mati, berkatalah Hun-ing: "Mungkin mayat itu telah direndam dengan obat, sehingga......"
Tiba-tiba Hun-ing menjerit kaget dan hentikan kata-katanya.
"Mengapa?" seru Cu-ing ikut terkejut.
"Mayat ini adalah mumi!" teriak Hun-ing.
"Mumi?"
"Ya, mayat-mayat ini jelas mumi ciptaan orang Ban-jin-kiong," seru Hun-ing pula, "masih ingatkah engkau akan keduabelas mayat hidup yang menyerang dengan tiba-tiba ke markas perkumpulan kita tempo hari? Wanita Im-kian-li, Raja Akhirat dan Siau toako sendiri waktu kehilangan kesadaran pikirannya. Bukankah mereka memiliki kekuatan yang luar biasa hebatnya? Jelas kesemuanya itu adalah ciptaan dari ketua Ban-jin-kiong yang rupanya paham akan ilmu membuat mayat hidup!"
"Kalau begitu mayat-mayat yang berada dalam peti mati ini terdiri dari tokoh-tokoh persilatan ternama. Lalu bagaimana tindakan kita?" kata Cu-ing.
"Bagaimana kalau kita buka sama sekali beberapa peti mati yang masih tertutup itu?" tanya Hun-ing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
General FictionSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...