78. Otak Pembunuhan di Hay-hong-cung

1.3K 23 0
                                    

It Ceng Totiang menghela napas panjang.

"Kho Ing-ti mendesak Tan Bi-hoa diajak lari telah diketahui oleh suhu mereka. Demi menyelamat nama baiknya agar jangan dibuat buah tutur dunia persilatan maka Ou-hay-it-ki mengajak muridnya mengadakan penyelesaian di belakang gunung. Coba engkau terka, siapakah yang menang dalam pertempuran antara guru dan murid itu?"

"Kho locianpwe, apakah engkau kalah dengan suhumu?" Siau Lo-seng berbalik tanya.

It Ceng tak terang-terangan mengakui kalau dia itu sebenarnya Kho Ing-ti. Ia melanjutkan kata-katanya.

"Dugaanmu salah! walaupun menjadi murid dari Ou-hay-it-ki, tetapi berkat kecerdasannya yang luar biasa, dapatlah Kho Ing-ti memenangkan sejurus pukulan dan menusuk satu kali dengan pedang kepada suhunya. Karena malu dan marah, akhirnya Ou-hay-it-ki telah membunuh diri......"

"Locianpwe, yang ingin kuketahui yalah kisah dari ketiga pasang pendekar yang lainnya itu serta Kho Ing-ti. Adakah Kho Ing-ti itu bukan Ban Jin-hoan yang sekarang? Harap jangan bercerita panjang lebar yang tak mempunyai hubungan mereka. Mengapa locianpwe tak mau berterus terang mengakui diri locianpwe ini Kho Ing-ti atau It Beng Totiang ataukah Ban Jin-hoan?"

Serentak berobahlah cahaya muka imam tua itu. Akhirnya dengan rawan ia berkata: "Ya, benar, aku ini sebenarnya Cian-bin-poa-an Kho Ing-ti, ah......"

Diam-diam Siau Lo-seng merasa bahwa Kho Ing-ti itu seorang yang telah menderita kepahitan hidup, penderitaan dan nasib yang malang. Tetapi ia merasa bahwa imam tua yang berdiri di hadapannya itu kemungkinan adalah Ban Jin-hoan sendiri. Hal itu didasarkan rasa keheranannya, kalau dia benar Kho Ing-ti, apa maksudnya menceritakan sekian banyak peristiwa kepadanya?

Keduanya berdiam diri dan mendengarkan alunan suara seruling yang makin merdu. Tanpas disadari perhatian mereka telah terpikat.

Berselang berapa saat kemudian barulah Siau Lo-seng membuka mulut.

"Kho locianpwe, adakah engkau ini Ban Jin-hoan atau bukan, kelak pada suatu hari tentu akan dapat diketahui. Saat ini pihak Ban-jin-kiong telah bergerak besar-besaran menyerang Lembah Kumandang. Mereka hendak menghancur binasakan seluruh orang Lembah Kumandang. Aku tak sampai hati melihat pembunuhan besar-besaran itu, nah, sampai jumpa lagi."

Habis berkata ia terus hendak pergi.

"Tunggu dulu!" seru It Ceng Totiang yang ternyata adalah Kho Ing-ti.

"Apakah masih ada petunjuk lagi?" Siau Lo-seng berputar tubuh.

Cian-bin-poa-an Kho Ing-ti menghela napas rawan, serunya: "Sejak berkelana dalam dunia persilatan, tak pernah seperti kali ini aku harus mengendapkan perasaanku. Tetapi tak boleh tidak aku harus mengatakan. Hal itu mungkin berkaitan dengan rahasia asal usul dirimu. Kalau saat ini engkau tak mau mendengarkan, kelak engkau tentu akan menyesal."

Siau Lo-seng tertawa dingin.

"Kukira masih ada lain hal yang sangat penting. Bilakah aku mempunyai rahasia tentang asal usul diriku? Kecuali dendam darah keluargaku, apakah masih ada hal-hal yang perlu harus kusesalkan lagi?"

Wajah Ko Ing-ti mengerut beberapa kali, serunya, "Engkau memang hanya tahu bahwa engkau mempunyai kewajiban untuk membalas dendam. Sekarang cobalah engkau jawab pertanyaanku ini. Siapakah mamahmu itu? Bagaimanakah sesungguhnya peristiwa berdarah itu telah terjadi?"

Siau Lo-seng terbeliak. Beberapa saat kemudian baru dapat berkata,

"Peristiwa yang sesungguhnya, tentu saja telah jelas. Lebih dari seratus jiwa orang Hay-hong-cung telah binasa. Dendam berdarah itu harus dihimpaskan. Ibuku pun telah menjadi korban dari keganasan itu. Apa maksudmu menanyakan peristiwa itu?"

Pendekar 100 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang