"Toby Gibson?"
Mendengar namanya dipanggil, Toby terbangun lantas membuka mata dengan perlahan. Kepalanya terasa berputar-putar dan pandangannya berkunang-kunang. Sudah berapa lama aku tak sadarkan diri? pikirnya. Beberapa jam? Tanpa satu pun alat penunjuk waktu di dekatnya, sulit untuk memperkirakan waktu.
Remaja tersebut mengerjapkan mata beberapa kali, lalu mengamati sekeliling. Berbeda dengan kamar tempat dia disiksa sebelumnya--yang luas dan terasa dingin hingga membekukan tulang--ruangan tempat dia berada saat ini berukuran sedang, hangat, dan semua dindingnya berwarna putih. Tak ada perabot apa pun di situ. Dia sendiri terduduk dalam posisi berlutut, dengan rantai besi menahan kedua tangannya terangkat ke atas.
"Untuk apa ini?" Dia tertawa mencemooh. "Supaya aku tak dapat menggunakan kekuatanku? Kau tahu itu tak perlu." Toby tak berbohong. Sekujur tubuhnya dipenuhi luka lebam di sana-sini. Jangankan menggunakan kekuatannya, dia bahkan sudah tak punya tenaga untuk bergerak sedikit pun.
"Hanya untuk berjaga-jaga."
Toby menatap tajam pemuda berambut cokelat kemerahan yang berdiri menjulang tinggi di hadapannya--si pembunuh. Dia lantas memejamkan mata, mengingat-ingat siaran berita yang terakhir dilihatnya sebelum diculik. "Sembilan orang. Berarti aku akan menjadi yang kesepuluh," gumamnya.
"Tidak, jika kau memberiku apa yang kuinginkan."
Sambil menunduk, Toby kembali tertawa mengejek. "Apa korban lain juga mendapat penawaran 'istimewa' seperti ini sebelum kau membunuh mereka?"
Lawan bicaranya menghela napas bosan sambil menyisir rambut ikalnya dengan jari-jari tangan. "Well, aku yakin kau sudah bisa menebak apa jawaban mereka. Aku tak mengerti mengapa kalian semua menolak tawaranku."
Tanpa pikir panjang, Toby menyahut, "Karena kau itu gila."
Dalam sekejap, lehernya dicekik dengan kuat, membuatnya megap-megap kehabisan napas. Di saat dia mengira dia sudah akan mati, cengkeraman di lehernya tiba-tiba mengendur. Toby pun segera menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.
"Kematian itu dekat." Sepasang mata biru menatap matanya lekat-lekat, membuatnya bergidik. "Apalagi kalau kau tetap keras kepala."
Toby menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya yang kering. Sebenarnya dia takut. Dia tahu cepat atau lambat dia akan mati, bahkan jika dia memberi apa yang diinginkan oleh si pembunuh. Ketika diculik beberapa hari yang lalu, dia sudah menandatangani kontrak dengan maut, dan tak ada yang dapat mengubahnya. Satu-satunya hal yang dia sesali hanyalah karena tak sempat melihat keluarganya untuk terakhir kalinya.
"Jangan salahkan aku. Salahkan Oliver. Kau mati karena dia. Karena kau memilih untuk berdiri di pihaknya hingga akhir."
Memutuskan untuk tak mati sebagai pengecut, Toby pun mendongak, menatap sang pembunuh dengan tatapan berapi-api. "Kau hanyalah pembunuh gila yang menimpakan kesalahannya pada orang lain. Oliver akan menghentikanmu, aku yakin!"
"Kau memilih kematian, maka aku akan memberikannya," sahut lawan bicaranya dengan nada datar, tanpa emosi sedikit pun. Pemuda itu berjalan memutari Toby, lalu berhenti di belakangnya. Dengan tenang pemuda itu melepas sarung tangan hitam yang membungkus tangannya, kemudian meletakkan telapak tangan di punggung Toby. "Farewell."
Dalam sekejap, percikan-percikan api muncul di area yang disentuh oleh si pembunuh, diikuti oleh bau daging yang hangus terbakar. Jeritan panjang yang memilukan terdengar dari ruangan tersebut selama beberapa saat, lalu mendadak hening. Si pembunuh mengamati tubuh yang tak lagi bernyawa itu sambil menggeleng kecewa. Tadinya dia berpikir mungkin pemuda tersebut akan bersedia bergabung dengannya, mengingat mereka berdua memiliki kekuatan yang sama.
Sayangnya, dia salah.
Sepuluh kali mencoba. Sepuluh penolakan. Artinya, ini waktu untuk beralih ke rencana yang lain.
Si pembunuh berjalan keluardari ruangan tersebut dengan seringai kejam menghiasi wajahnya. Saatnya berburu.
KAMU SEDANG MEMBACA
OLIVER'S PUZZLE [COMPLETED]
Mystery / Thriller[Ambassador's Pick Oktober 2024] [Cerita ini akan tersedia gratis pada 6 Agustus 2021] *** Pembunuhan berantai di Andromeda City mengincar nyawa para Anak Spesial. Oliver harus menemukan kembali ingatannya yang hilang agar dapat menghentikan aksi se...