Minggat?

27.6K 1.1K 4
                                    

Ilya sedang menikmati makan malam bersama keluarga kecilnya. Ilya makan dengan sangat lahap, karna memang dia sangat lapar sekarang. Tapi nafsu makannya sedikit demi sedikit menghilang saat Reza terus memandanginya dengan tatapan yang tak dapat diartikan.

"Bang, lo kenapa sih merhatiin gue terus dari tadi?" sewot Ilya.

"Gue lagi menganalisa cara lo makan pas udah gak jomblo lagi." jawab Reza.

"Menganalisa apaan sih? Bahasa lo sok sok menganalisa. Gue juga gak punya pacar." ujar Ilya terus memakan masakan ibunya.

"Gue kan kuliah psikologi, jadi gampang bedain mana yang bohong dan jujur." ujar Reza menggangkat dagunya.

"Dih, baru semester satu aja udah belagu selangit lo. Gimana kalau semester dua? Dua langit belagu lo? Atau tiap naik semster belagu lo juga nambah?" cibir Ilya.

"Eh kalian gak boleh berantem di meja makan." lerai Dina.

"Yaudah berantem di kamar yuk dek." ucap Reza dengan wajah tengilnya.

"Mau mati lo?!" ujar Ilya menodongkan pisau buah ke arah Reza yang memang terletak di meja makan.

"Eh, sayang turunin pisau nya." ujar Dina.

"Dek gak boleh gitu." tambah Fathur.

Ilya meletakkan pisau yang diambilnya ke tempat semula. Tapi tatapan tajam tetap ia berikan pada abangnya.

"Reza kamu juga gak boleh ngomong gitu." nasehat Fathur.

"Reza becanda kali pa, nih kurcaci aja gak bisa diajak becanda."

"Sok tinggi lo." cibir Ilya.

"Nak, tadi yang nganter kamu siapa namanya? Ris, ris, Aris?" tanya Dina pada anak gadisnya.

"Faris ma." ucap Ilya malas. Iya, dia malas jika harus mengotori mulutnya dengan menyebut nama Faris.

"Bukan temen ma, pacar."celetuk Reza yang mendapat pelototan gratis dari Ilya.

"Wih, anak papa udah gede ya sekarang? Udah punya pacar?" goda Fathur.

"Ih apaan sih pa, Faris tuh temen Ilya. Jangan dengerin omongan bang Eja,  dia ngomong gak pake otak."

"Siapa bilang ngomong pake otak? Di mana mana ngomong pake mulut lah. Katanya pinter, tapi hal sekecil itu pun lo gak tau." cibir Reza. "Tapi mana ada sih zaman sekarang temen 'laki laki' ngantar dengan cuma cuma." lanjutnya.

"Ya itu juga gara gara lo gak jemput gue. Dan lo tau? Tadi gue di ikutin preman, tau lo? Gak tau kan? Dan untung aja-"

"Ada Faris."potong Reza. "Dia nyelamatin lo? Dia berantem? Dia
menang?"

"Lo mata matain gue?!"

Reza memutar bola matanya. "Kagak lah, yakali gue mata matain lo terus ada preman gue diem aja."

"Terus kenapa lo tau?" tanya Ilya minyipitkan matanya curiga.

"Pacar anak papa suka berantem? Berandalan dong?"

"Enggak kok pa, Faris orangnya baik. Reza kenal sama Faris, dia juga pernah nolongin Reza. Dan Reza rasa, dia bisa ngelindungin Ilya." ujar Reza dengan wajah sok seriusnya tapi tetap mengandung unsur jenaka.

"Lebay lo." ujar Ilya sembari menggeser kursi nya sehingga menimbulkan bunyi decitan kursi yang beradu dengan porselen yang dingin.

"Udah selesai makannya?" tanya Dina melihat anaknya yang beranjak padahal makannanya belum habis.

"Udah ma. Ilya ke kamar dulu pengen ngerjain tugas." pamit Ilya lalu menapaki anak tangga menuju kamarnya.

***

Faris tiba dirumahnya dengan pemandangan yang terlihat asing. Pasalnya, mobil fortuner milik Rafael terparkir rapi di halaman rumahnya.

Setelah memasukkan motornya ke garasi, Faris masuk dengan wajah datarnya yang selalu ia perlihatkan pada Rafael. Pada setiap orang yang tak ia sukai tepatnya.

Rafael yang sedang duduk berbincang dengan seorang wanita di ruang keluaraga sontak berdiri saat melihat Faris datang dengan baju sekolah yang sudah lusuh dan tas yang masih tersampir di bahu kanannya.

"Dari mana kamu malam malam begini baru pulang? Kenapa baju sekolah kamu urak urakan begitu?"

Saat ia masuk, Faris berniat untuk tidak menghiraukan Rafael, tetapi saat lelaki paruh baya itu berdiri Faris menyadari ada seorang wanita duduk disebelahnya. Wanita yang dibencinya. Sangat benci.

Faris menahan amarahnya. Rahangnya mengeras hingga terdengar decitan giginya yang bergelatuk. Tatapan jijik ia berikan secara terang terangan pada wanita yang sedang berdiri mengusap ngusap bahu lelaki yang menyebut dirinya sebagai ayah dari Faris.

Faris tak menghiraukan ucapan Rafael, ia menaiki anak tangga dan masuk ke kamarnya. Meninggalkan dua orang yang tak Faris sukai sama sekali. Benci tepatnya.

"Faris! Kebiasaan banget kamu! Gak punya sopan santun!" bentak Rafael yang kini telah menaiki satu persatu anak tangga untuk menyusul putranya.

Faris keluar dengan baju kaos dan dengan jaket kulitnya.

"Mau kemana kamu?!"

"Minggat." ujar Faris cuek lalu menuruni anak tangga. Dan melesat membelah kota dengan emosi yang masih menguasai penuh dirinya.

Jangan lupa vote and comment😄

Typo bertebaran:v

ILYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang