Halooo!!!
Maaf yaa, waktu itu aku ada janji kalau mau update, tapi aku ga upfate update. Itu karna wp ku error dan work ku semua ilang. Dan yang kepublish itu malah yang salah, yang belm di revisi sama sekali. Aku juga gak tau kenapa bisa gitu. ((aku ada jelasin di papan pesan)).
Jadi, aku liat ternnyata ada beberapa orang yang udah baca. Udah ngevote, jadi aku langsung unpublish, sekali lagi aku minta maaf🙏
Dan aku juga makasih banget sama kalian yang udah baca, dan selalu nungguin updatenya Ilya, walaupun aku yang selalu updatenya lama..
Dan makasih buat semuanyaaa!!!
***
Dilan bilang, rindu itu berat. Tapi nyatanya, rindu itu membunuh.
*
**
Faris memandangi Ilya lama. Sudah setengah jam, atau mungkin lebih. Gadisnya itu tak kunjung membuka mata. Masih nyaman dengan tidurnya.
Ilya sudah sadar sejak tadi sore, tapi tal berbicara, hanya tersenyum kecil, lalu kembali menutup matanya agak lama, lalu membuka matanya kembali, melihat sekitar dengan bola matanya pelan. Jelas sekali masih sangat lemah. Reza yang menceritakannya pada Faris saat laki laki itu bertanya apa gadisnya sudah sadar.
"Mau makan gak lo?" suara Reza membuat Faris mengalihkan pandangannya.
"Enggak bang, gak laper." jawabnya singkat, lalu kembali memusatkan seluruh perhatiannya pada Ilya.
"Yaudah, gue beli makan dulu. Lo kalau ada apa apa telfon gue." ujar Reza. "Titip adek gue." tambahnya yang hanya mendapat gumaman dari Faris sebagai jawabannya.
Niatnya, ingin membangunkan Ilya, tapi diurungkannya. Ragu. Takut kalau Ilya tak ingin melihatnya disini. Disampingnya.
Padahal, harapan Faris adalah menjadi orang pertama yang dilihat Ilya saat gadisnya membuka mata. Tapi, memang semua realita tak selalu berdampingan dengan ekspektasi yang menjulang tinggi.
Faris yang mendapat kabar Ilya sudah sadar, rasanya ingin berlari secepat cahaya. Tapi, ia takbisa. Meninggalkan acara pemakaman Elang demi melihat gadisnya membuka mata, itu pilihan terburuk yang pernah tercetus diotaknya.
Tersenyum, dengan tangannya mengelus lembut surai Ilya menjadi pilihan yang tepat untuk saat ini.
"Il, seharusnya lo sadarnya sekarang aja, jangan pas tadi, kan gue gak ada disini." Faris berucap pelan. Kemudian terkekeh kecil, sendiri. Seperti orang gila. "Kok gue kayak gak seneng lo sadar lebih awal yaa? Haha" ia tertawa renyah. Jenis tawa, yang lebih menjurus pada diri sendiri. Menertawakan betapa bodohnya kalimat yang ia ucapkan.
"Bukan gitu kok maksud gue, gue sih, maunya gue jadi orang pertama pas lo buka mata.." kini semakin pelan, nyaris berbisik. "Tapi gimana lagi, lo emang prioritas gue, tapi saat ini, Elang lebih utama. Maaf ya," tambahnya.
***
Mira kini tengah terbaring dengan bantal yang sengaja menutupi telinga. Pasalanya, dari tadi, orang diluar sana terus mengetuk pintu kamarnya, seakan tak kenal lelah. Padahal, pintu kamar Mira lumayan keras, yang artinya, tangan akan sakit jika terus menerus mengetuk tanpa henti.
"Siapa sih?" Manda bertanya untuk kesekian kalinya. Dengan tangannya yang telaten memeras handuk kecil, lalu ditempelkan ke dahi sahabat barunya. Iya, sekarang mereka sudah bersahabat.
"Bi Iyem kali." Mira beralasan.
"Bi Iyem? Yang tadi nganter minuman?"
Mira mengangguk. Membenarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ILYA
Teen Fiction"I Love You Always. ILYA." Ilya Kinansya Putri. Seorang gadis cantik yang ceria, dan keras kepala. Selalu mendapat rangking 3 besar paralel. Ilya punya 2 sahabat yang selalu bersamanya. Dunia Ilya hanya tentang dirinya, keluarga, dan sahabat. Hidup...