Pelukan

9.1K 527 49
                                    

Ilya menatap Faris. Kasihan sebenarnya, terlihat sekali lelaki itu memikul banyak bebannya sendiri. Setelah Ilya melerai Radit dan Faris, ternyata dibelakangnya diikuti Rafael. Ilya sampai bertanya tanya, seberapa benci sebenarnya Faris pada ayahnya?

"Kamu masuk rumah sakit gini, kenapa gak bilang papa?"

Tanpa mengatakan apapun, Faris langsung menarik tangan Ilya. Belum sempat menjauh, tangan Ilya ditahan oleh Rafael. Membuat Faris menghentikan pergerakannya saat merasa yang ditarik tidak sepenuhnya tertarik.

"Lepas gak?" Faris berkata seperti pada teman seumurannya. Membuat Ilya sedikit terkejut.

"Faris, yang sopan dikit-"

"Diem dulu, Il." potongnya dengan segera. "Lepas tangan pacar Faris." penuh penekanan.

"Papa lepas, tapi tolong, liat mama kamu Faris. Harus gimana lagi papa minta ke kamu?" Rafael melepas cekalannya pada tangan Ilya. Tidak kuat, hanya untuk menahan Faris saja. "Mama kamu cuma mau liat kamu, ketemu kamu. Sekali saja.' ujar Rafael. "Papa juga udah bilang ke si Ilya ini, gimana kondisi mama kamu."

"Nak, sudah disampaikan ke Faris?" tanya nya pada Ilya, yang diangguki oleh gadis disamping Faris.

"Jangan libatin dia dalam masalah apapun. Cukup gue aja-"

"Faris? Kamu-"

"Sayang, diem dulu." Faris memberi penekanan dikalimatnya. "Gue gak suka dia dilibatin dalam masalah. Jadi, kalau sekali lagi dia terlibat, liat aja." Faris langsung menarik gadisnya pergi.

"Saya tunggu sampai malam ini, kalau gak dateng juga. Liat saja, saya juga bisa seperti kamu. Ngeluarin kesayanganmu itu dari sekolah pun saya bisa."

Faris langsung berbalik. Berjalan dengan cepat, hendak menghampiri ayahnya. Tapi Ilya menahan, menggeleng pada Faris. "Kamu tunggu disini dulu, biar aku yang selesain."

"Enggak!" Ilya menekankan. "Kamu ikut aku sekarang." ucap Ilya menarik Faris dengan susah payah karna lelaki itu tidak turut berjalan dengannya.

Dan disinilah mereka berakhir, dudum dikursi taman rumah sakit. Sudah setengah jam, atau mungkin lebih? Faris terus menerus mendudukkan kepalanya. Meremat tangan Ilya. Sampai Ilya meringis.

"Sakit?" Faris mendongak, menatap mata gadisnya. Ia tak sengaja, sumpah. Fikirannya kini semakin banyak. Semakin kalut. Semuanya ingin menjadi dominan. Sampai rasanya kepalanya ingin pecah.

Ilya memilih menggeleng. Tak tega jika harus mengangguk. Karna dapat dipastikan, Faris akan melepaskan tangannya, dan merasa bersalah. Sudah cukup Ilya melihat banyak kerapuhan dimata hitam itu. Tatapan sendunya seakan menjelaskan semuanya. Baru sekali Ilya melihat Faris seperti ini. Ada bagian dirinya yang hancur, tapi bagian lainnya terlihat terus menerus melawan. Ingin terlihat kuat. Paling kuat.

"Faris?" Ilya mengusap lembut bahu kanan lelaki disampingnya. Ilya mengusapnya sangat lembut. Benar benar takut, bahu yang terlihat kuat itu akan rapuh dan hancur. Menjadi debu yang berterbangan. Ilya takut.

Faris hanya menggeleng sebagai respon.

"Kenapa?" Ilya bertanya lembut. Masih terus tangannya bergerak pelan. Tapi sebelah tangannya msih direnat oleh Faris.

ILYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang