"Mau makan apa?" tanya Faris saat mereka sudah duduk bersisian di sebuah warung di pinggir jalan yang tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil.
"Hah?"
"Oh, lo jijik ya makan di warung pinggir jalan kayak gini?" tebak Faris.
"Nggak kok, gue umm gue gak laper. Haa iya, gak laper gue." ucap Ilya cengengesan.
Faris mengedikkan bahu nya. "Yaudah, kalau lo udah gak jijik bilang. Ntar gue pesenin."
Ilya kesal dengan Faris yang menuduhnya jijik makan di pinggir jalan seperti ini. "Lo tuh kenapa sih? Gue gak jijik makan disini." tekan Ilya.
"Terus kenapa lo gak mau makan?"
Kruuuuyuk!
"Sial, kenapa perut gue bunyi!" rutuk Ilya dalam hati.
"Gak laper tapi perutnya bunyi sampe kedengaran." gumam Faris. "Mbak, pesen nasi goreng nya dua sama teh es nya dua." ujar Faris pada pelayan wanita yang dari tadi berdiri di samping Faris. Dan menonton perdebatan mereka.
"Iya mas."
Ntah kenapa, mendengar panggilan 'mas' dari pelayan wanita tadi terdengar menggelitik di telinga Ilya. Ilya tertawa sehingga matanya membentuk bulan sabit.
Faris yang melihat Ilya tertawa, sempat terkekeh kecil. "Kenapa lo? Kok ketawa? Kayak nya lucu banget?" ucap Faris penasaran melihat gadis di depannya tertawa.
"Nggak kok." ujar Ilya disela sela tawanya.
"Sok rahasia banget lo."
Tawa Ilya sudah mereda saat pelayan mengantarkan pesanan mereka. "Ini mas, silahkan dinikmati."
Ilya yang sudah berhenti dengan tertawanya, kembali tertawa.
"Lo kenapa sih hah?"
"Nggak kok 'mas'." Ilya kembali tertawa. Sengaja menekankan kata 'mas'.
"Ooh lo ngeledekin gue mas mas gitu hah? Berani ya lo." ujar Faris lalu memiting kepala Ilya lalu beralih menggelitik gadis itu.
"Iya, iya gue kapok. Berhenti." ujar Ilya disela sela tawanya. Lalu beralih ke seberang meja untuk menghindari serangan dari Faris.
"Awas ya lo manggil gue mas mas gitu. Gue gelitikin sampe mampus lo." ancam Faris memasang tampang menakutkan, yang ntah kenapa malah lucu dimata Ilya.
Ilya memakan nasi goreng yang dipesankan Faris tadi, saat makan tak ada yang membuka suara diantara mereka.
"Faris." panggil Ilya tiba tiba di sela aktivitas makannya.
"Hmm?"
"Gue.. Gue itu."
"Kenapa? Pengen nambah?"
"Nggakk. Itu.. Gue.. Uang gue gak ada." cicit Ilya. "Lo gak gadai gue kan?" tambahnya lagi.
Faris yang mendengar itu, tertawa kecil dan terlintas ide di otaknya.
"Loh? Ini nasi gorengnya kan udah lo makan, air nya juga udah lo minum. Terus gimana dong?"
"Gue pinjem duit lo ya? Ntar pas dirumah gue bayar deh." pinta Ilya.
"Gue sih mau mau aja minjemin lo, tapi masalahnya uang gue gak cukup. Gimana dong?"
"Hmm gue telfon bang Eja aja deh." ujar Ilya mengeluarkan ponsel dari saku seragamnya. "Yahh hp gue mati. Pinjem hp lo dong."
Faris tertawa jahat dalam hati. Tertawa dalam hati? Bayangkan saja.
"Gue gak bawa hp."
"Duh, gue gimana dong." ucap Ilya yang kini wajahnya sudah panik. Dan Faris senang melihat Ilya seperti itu.
"Lo tinggal disini ya, gue pengen balik."
"Lo ninggalin gue?" ucap Ilya yang kini sudah bertambah panik.
Faris menahan tawanya mati matian. "Gue pulang dulu, ntar kesini lagi."
"Jangan tinggalin guee." ucap Ilya menggoyang goyangkan tangan Faris, persis seperti anak kecil yang meminta es krim.
"Yaampun gue lupa! Gue ada kerjaan di rumah. Gimana dong? Gue harus balik nih." ucap Faris dengan nada tergesa gesa yang tentu saja dibuat buat.
Kini mata Ilya sudah berkaca, Faris dapat melihat itu. And he like that.
Melihat mata Ilya yang kini sudah semakin berkaca membuat Faris tidak dapat menahan tawanya.
Faris tertawa sangat keras, sampai ada beberapa orang yang menatap mereka risih.
"Lo kenapa ketawa? Gue takut bego." ucap Ilya menekuk bibirnya.
"Lo takut?" ujar Faris di sela sela tawanya.
"Lo jangan ninggalin gue dong." ujar Ilya memohon. Yang membuat tawa Faris semakin menjadi.
"Lo jangan nangis. Uang gue cukup kok buat bayarin lo." ucap Faris setelah tawanya mulai mereda.
Ilya yang mendengar itu mendengus. Apa apaan ini? Dia takut ditinggalkan Faris di tempat makan? Dan lebih menyebalkan lagi saat Faris tertawa terbahak bahak melihat ia ingin menangis.
"Lo tuh yaa?!" ujar Ilya gemas. Ia memukul mukul lengan berotot milik Faris. Saat Faris semakin tertawa Ilya memukul lengan Faris semakin membabi buta dengan kekuatan yang dia miliki.
"Udah udah. Sorry." ucap Faris saat dirasa pukulan Ilya semakin membabi buta.
"Rasain lo! Emang enak! Rasain! Rasain!" Ilya terus memukul lengan Faris semakin kuat dan semakin membabi buta.
Faris memegang pergelangan tangan Ilya, dan menatap gadis itu dalam. "Berhenti ya, gue minta maaf." ucap Faris lembut, tak lupa dengan senyum yang menghiasi wajahnya.
Dan seperti terhipnotis, Ilya berhenti memukul Faris. Ia cukup tertegun melihat mata Faris. Mata yang selalu menatap tajam, tapi tidak dengan jarak sedekat ini. Matanya teduh. Mata teduh yang menghanyutkan sampai dapat menenggelamkan siapapun yang sudah masuk kesana.
Faris tersenyum miring. "Gue bayar dulu."
"Bayarin gue jugaa." ucap Ilya mengeluarkan puppy eyes miliknya.
"Jangan sok imut gitu, gue ngeliatnya jijik." ucap Faris terkekeh lalu mengacak rambut Ilya gemas.
"Rambut gue Faris!!" teriak Ilya tak peduli dengan tatapan yang orang berikan. Ia sangat kesal pada Faris yang telah membuat rambutnya berantakan.
Full scene Faris dan Ilya yaa😚
Jangan lupa vote and comment😄
Typo bertebaran:v

KAMU SEDANG MEMBACA
ILYA
Teen Fiction"I Love You Always. ILYA." Ilya Kinansya Putri. Seorang gadis cantik yang ceria, dan keras kepala. Selalu mendapat rangking 3 besar paralel. Ilya punya 2 sahabat yang selalu bersamanya. Dunia Ilya hanya tentang dirinya, keluarga, dan sahabat. Hidup...