Pulang

11.4K 688 142
                                    

Haloooo

Maaf yaa baru update.

Aku kemaren janjinya abis ulangan kan ya? Tapi gabisa nepatin😣 maaf bangt

Terimakasih udah nunggu,
Terimakasih udah baca Ilya

***

Kini semuanya tengah berada di ruang rawat Elang, menyaksikan lelaki itu memohon pilu pada sang ibu. Elang sudah mengetahui perihal Ilya yang kekurangan darah dengan golongan langka.

"Maa... Elang minta tolong, kali ini aja." ucapnya memohon untuk kesekian kalinya.

"Dek, mama udah iyain kan tadi." Revan bersuara, mencoba menenangkan adiknya.

"Lo liat, mama masih disini!!" Elang berseru. Matanya terlihat berkaca kaca.

Lia mengelus punggung anak bungsunya, "Mama harus di cek dulu, ada penyakit atau enggak. Kalau ada, dan itu bahaya, kita gak bisa asal donor darah. Harus ikut sistem yang ada." jelas Lia lembut.

Menenangkan bukan harus berbohong kan?

"Lo tenang dulu, kita semua sama. Gak ada yang mau Ilya kenapa kenapa Lang." ucap Faris yang sedari tadi hanya duduk di sofa. Bangkit mendekati sahabat karibnya.

"Lo gak tau Ris. Ilya gini juga gara gara gue. Kalau aja, gue gak ngajak dia buat ketemu Cia, gak bakal jadi gini. Ini salah gue. Ilya gak bakal gini kalau-"

"Udah, diam." potong Faris. "Lo tenang dulu, Ilya cuma kurang darah, dia bukan penderita jantung bocor, atau ginjal dia bermasalah, atau jantung dia gak sehat.

"Lo jangan terlalu mikirin dia, pikirin diri lo sendiri Lang. Tadi... Di ICU, kenapa? Lo tiba tiba sakit kepala, untung, gue masuk, kalau enggak.. Gue juga gak tau, lo masih bisa napas apa enggak-" Faris mulai terbawa emosi sekarang.

"Ris, udha." Manda menegur.

"Apa? Lo nyuruh gue diem?" nada bicara Faris, jelas menantang. "Pikirin diri lo, lo juga harus tetap hidup. Sekali lagi gue tekanin, Ilya cuma kekurangan darah, dan sekarang, udah dapat pendonor. Lo tenang aja. Tante Lia juga selama ini gak ada penyakit yang bahaya kalo sampe donor darah.

"Cukup gue yang mikirin Ilya, jangan elo. Kalau gak mau mati sih." ucapnya lalu melenggang bagai tak terjadi apa apa.

Lalu, hening menyelimuti. Sampai dering ponsel Lia menjerit, lalu keluar setelah menerima telpon tersebut. Gilirannya untuk pemeriksaan sebelum donor.

"Kok diem lu abis dimarahin Faris?" Revan bertanya, tak berniat serius menanyakan sebenarnya.

Tak ada jawaban. Elang hanya menganggap pertanyaan abangnya angin lalu.

Manda pamit setelah menerima sebauh telpon. Katanya ibunya pulang, ia merasa harus pulang, sekalian mandi juga makan pikirnya. Yang langsung diiyakan oleh kakak beradik di depannya.

Elang menidurkan tubuhnya pada bangkar dengan dibantu oleh Revan. Mengusap foto yang diberikan Faris padanya. Fellicia, ia merindukan gadisnya. Rindu sekali.

Tersenyum samar saat ingat beberapa mimpinya. Belakangan ini, selama ia terbaring di rumah sakit, Fellicia selalu datang, mengajak nya bermain, kadang, gadis itu terlihat sangat bahagia, juga sesekali murung saat ia mengajak Elang kerumahnya, selalu ada wanita yang melarangnya. Entahlahh, Elang tak begitu mengingat wajah wanita yang selalu melarang Elang tiap kali akan ikut bersama Fellicia. Wajahnya terlalu silau.

Sepertinya, jika ia tidur, ia akan menemui Fellicia. Terdengar bagus.

Untuk ini, ia akan menerima ajakan gadis itu untuk bermain, agar rindunya terobati.

ILYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang