Adel

7.6K 431 66
                                    

Ilya yang tengah berjalan menuju pintu utama terkejut kala matanya menangkap sosok Faris sedang menonton youtube di teras. Kapan lelaki ini datang? Benak Ilya bertanya.
"Faris?" tangannya menggapai bahu kanan Faris. Yang disentuh, terkejut. Nampak jelas dari raut wajahnya. "Udah lama?" sambung Ilya.

"Baru kok."

"Kok mama gak bilang kalo kamu udah di depan ya?" lebih ke bertanya pada diri sendiri. Sembari tangannya sibuk merapikan seragam sekolahnya.
"Emang gak kasih tau mama kamu. Dateng, trus duduk deh disini." jawab Faris memasukkan ponselnya ke saku. "Yuk." ajaknya. "Aku bawa mobil soalnya." ujar Faris mengemukakan alasannya untuk langsung berangkat. Karna, biasanya jika Faris menjemput Ilya, ia akan berbincang dulu. Masih jam 6.30, masih terlalu awal kesekolah, katanya.

"Tumben?" Faris itu jarang sekali ke sekolah menggunakan mobil. Ia lebih sering menggunakan motor. Enak, bisa ambil jalan tikus kalo macet. Katanya.

Faris menggeleng. "Biar kalo mau ngomong ga teriak teriak." balas Faris asal, lalu menutup pintu dengan rapat. "Seatbelt nya jangan lupa." Faris mengingatkan, serta dirinya yang juga memasang seatbeltnya.

"Iya."

***

Faris menggosok wajahnya berulang. Sudah lebih lima kali seingat Ilya. Lalu jari tangannya yang terus mengetuk pada stir mobil.
"Kamu kenapa? Kok daritadi aku perhatiin ga bisa diem gitu?" tanya Ilya.

"Merhatiin aku nih?" Faris melirik jahil pada Ilya. Hanya sekilas. Ia perlu fokus dan memperhatikan jalanan yang ramai di pagi hari. Pertanyaan Faris dihadiahi decakan oleh Ilya. Membuat ia terkekeh kecil. "Ngantuk." jawab Faris.

"Semalam tidur jam berapa emang?"

"Setengah empat." jawab Faris kembali menggosok mukanya. Kali ini dengan kedua belah tangan.

Ilya menoleh. Belum sempat ia bertanya, suara Faris sudah lebih dulu memberikan penjelasan. "Semalam abis dari rumah kamu, aku langsung pulang kok. Kerumah." jelasnya. Tak ingin Ilya salah paham bahwa ia tidak pulang kerumah. "Dirumah ada papa. Trus kita berdua ngobrol banyak. Saking banyaknya, sampe tengah malam, dan aku susah tidur." tukas Faris menatap Ilya.

Gadis yang ditatap tak menunjukkan ekspresi berlebihan. Tapi tak juga hanya menampilkan wajah datar. Terlihat memaklumi. Tapi juga ingin bertanya, namun tampak urung.

"Bentar lagi ujian. Bantuin aku bisa lulus dengan rangkin satu dari sekolah. Bisa?"

Ilya tampak terkejut. Namun dari wajahnya lebuh dominan bahagia. Pelan, sudut bibirnya naik keatas. "Serius?" tanya Ilya memastikan.

Faris mengangguk sebagai jawaban. Kembali melanjutkan perjalanan setelah lampu lalu lintas berubah warna menjadi hijau. "Mau kan?" pertanyaannya Faris lontarkan hanya berniat untuk menggoda. Terlihat jelas dari wajah Ilya, gadis itu pasti membantunya.

Ilya tak langsung menjawab. "Emang bisa?" tanyanya. "Ehm, maksud aku, kamu kan jarang masuk. Pasti penjelasan guru kamu gak tau kan? Tugas tugas juga banyak ketinggalan kan pasti?" Ilya dengan cepat mengoreksi kata katanya.

"Ya.. Masalah tugas. Ntar bantuin aku minta ke guru guru. Bujukin sampe tugas aku tuntas." ucapnya. "Soal penjelasan guru, aku ada rahasia. Tenang aja."

Ilya menatap ragu ke Faris. Bukan meragukan lelaki itu sebenarnya. Tapu lebih meragukan pada keputusan guru yang mungkin saja tak akan memberikan tugas susulan segampang yang dikatakan Faris. Dan rahasia? Entahlah. Lebih memilih tak terlalu memikirikan.

***

"Del, temenin ke toilet yuk." ajak Ilya. Ia menaruh pulpennya. Menunda sebentar pekerjaan yang dititipkan guru pada kelasnya.

ILYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang