Bunda

9.4K 571 38
                                    

Halo semuanyaaa!!!

Pertama, aku mau ucapin makasih banget. Makasih makasih makasih makasih pokoknya!!

TERIMAKASIH UNTUK SATU JUTA NYAAA!!!😭😭❤❤ SAYANG BNGT SAMA KALIANNN!! CINTA BANGETTT!! CINTA NYA LEBIH DARI FARIS CINTA KE ILYA!😭👍

Maaf updatenya telat, harusnya semalam. Tapi semalam aku pulang les, udah ngantuk bangt.

MAKASIH POKOKNYAAA!! MAKASIH SAMPAI TUMPAH TUMPAH. MAKASIH SAMPAI MAMPUS. MAKASIH SAMPAI GILA. MAKASIH 3RIBU GA PAKE KEMBALIAN😭😭👍

***

Part ini, aku gatau, kenapa baper bngt:( gatau ya kalian. Tapi kok aku sedih pas revisi part ini:(

Mau nangis sampe banjir:)

SELAMAT MEMBACA!! I LOP YUUU!!

***

"Faris boleh keluar?" setelah beberapa kalimat yang hanya tertelan di kerongkongan, akhirnya Faris bersuara. Benar benar sesulit itu, hanya untuk mengeluarkan satu kata saja.

Pertanyaan Faris. Ah, bukan. Itu terdengar lebih seperti pernyataan. Tapi, terlihat begitu hati hati.

"Mau kemana?" tanya Rafael.

Faris menundukkan kepalanya. Diam.

Keduanya hanya diam.

Dengan isi kepala yang sudah dapat dipastikan akan berbeda.

"Mau keluar, ketemu bunda." ucap Faris pada akhirnya. Setelah cukup lama membiarkan udara yang menemani keduanya membisu.

Hanya sedikit meleset dari perkiraan Rafael, tapi rasanya kenapa sesakit ini? Rafael sebenarnya sudah tau, anaknya ini akan tetap keluar. Terlihat jelas dari wajahnya yang cukup menegang, tapi juga seperti ingin menangis secara bersamaan. Tadinya, Rafael kira, Faris akan pergi dan menemui ibunya untuk meminta maaf atau melakukan sedikit hal untuk menebus kesalahannya selama ini. Tapi, yang keluar dari mulut jagoannya malah membuat Rafael tersenyum miris.

"Enggak nemuin mama kamu?"

"Faris cuma butuh bunda." Faris berucap sembari mendorong kursinya dan berlalu begitu saja.

***

Faris benar benar keluar sekolah. Tidak lewat gerbang depan tentu saja. Ia bisa dicegat oleh satpam. Memilih melompati pagar seperti yang biasa ia lakuan bersama Elang dan Radit.

Tapi sekarang berbeda, ia sendiri. Tak ada Radit yang menemaninya. Pasalnya, sahabatnya yang satu itu bahkan tak tahu kalau Faris sudah keluar dari ruangan Rafael. Pasti ia mengira, Faris masih ditahan di ruangan tersebut.

Apalagi bersama Elang. Kemungkinan yang seperti apapun diusahakan pun tetap hasilnya nihil.

Biasanya, Faris membolos untuk bersenang senang. Untuk sekedar tidur di apartenen Elang. Atau melakukan hal lainnya, yang jelas tidak begitu penting, sampai harus membolos sekolah.

Sekarang, bukan perasaan senang yang ia dapati. Melainkan hampa. Ingin menumpahkan semuanya. Sesak, karna terlalu banyak beban yang ia tampung sendiri. Tanpa ada satupun yang sampai sekarang mendapat jalan keluar. Kepalanya sudah seperti labirin, masalah yang ia tampung hanya berputar di tempat tersebut. Tanpa ada jalan keluar.

Faris berhasil melompat pagar dengan sempurna. Bukan perkara sulit untuknya yang sudah terbiasa. Terlampau biasa, sebenarnya.

ILYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang