Di sebuah cafe yang tak begitu ramai, ada 3 orang gadis di pojok kanan. Sedang bergurau, saling melempar candaan. Satu gadis yang bermata sipit itu mulutnya tak berhenti berbicara, kadang menirukan beberapa gaya yang terlihat konyol. Di sampingnya ada gadis dengan kuncir kuda nya, sesekali ikut mengoceh, di depannya ada gadis dengan rambut hitam sebahu yang digerai, selalu tertawa melihat kelakuan sahabatnya.
Orang-orang yang tak sengaja melihat ke arah mereka pasti akan berfikir, bahwa ke tiga gadis tersebut sudah bersahabat sejak lama. Namun nyatanya, Ilya, Mira dan Manda akrab kurang dari sebulan."Kenapa ya gak ada yang mau sama gue?" ujar Mira, dari nada nya seperti bertanya pada diri sendiri. Dilanjutkannya menyesap minuman di depannya. "Padahal ya, pacaran sama gue gampang. Gak ada yang mau, yaudah."
Ilya dan Manda yang memang sudah lelah tertawa, kembali tertawa kecil. "Yaudah kan, gak ada yang mau?" Manda menanggapi candaan gadis di sebelahnya.
Menganguk-anggukan kepalanya, Mira kemudian berkata, "Hooh, hidup mah gak perlu pacar. Tuh liat, Ilya pacaran sama kak Faris, sering nangis."
"Dih, kok jadi gue?" sanggah Ilya, jelas tak terima namanya diseret tiba-tiba. Gadis sipit itu hanya memberikan cengiran andalannya.
"Oh iya Il, Faris nanti jadi ambil di Jerman apa Belanda?" Tanya Manda.
"Hah? Jerman? apa Belanda?" Ilya membeo. Pertanyaan yang dilontarkan Manda terlalu ambigu menurutnya. Juga, apa hubungan kedua negara tersebut dengan Faris?
Ilya menatap Manda menuntut penjelasan, sedangkan Mira menatap Manda dan Ilya bergantian. "Ehm, lo belum tau ya kayak nya Il?" Manda bertanya dengan sedikit pelan, tangan kanan nya juga terlihat mengusap tengkuk. Terlihat jelas, ia tak nyaman berada di kondisi sekarang.
Ilya menggeleng, "Faris bilang apa ke lo?" tanya Ilya membuat Manda membasahi bibirnya. Lalu terdiam beberapa saat. "Engga ada sih Il, cuma ya.. Gue nanya aja, hehe.." Manda berusaha tersenyum, walau terlalu jelas senyumnya sangat dipaksa.
"Ini lanjut apasih maksudnya? Lanjut kuliah?" kini giliran Mira yang bertanya. Namun bukannya mendapat jawaban, ia mendapat sebuah injakan di kaki nya, berhasil membuatnya mengaduh kesakitan. Sebenarnya tak terlalu sakit hingga harus mengeluarkan suara, itu hanya efek terkejut ditambah Mira yang memang dari lahir sudah lebay. "Sakit!" ia mengangkat kakinya, memberikan tatapan ganas pada Manda.
"Kak Faris bilang ke Manda, tapi gak bilang ke Ilya. Padahal, Ilya kan pacarnya kak Faris. Ini konspirasi ya?" bertanya dengan gaya penasarannya. Kedua tangannya menopang dagu, sedangkan mata nya menatap Ilya yang juga menatapnya, dan menatap Manda yang kini memelototi gadis itu.
Jika bisa, ia ingin menjambak rambut Mira. Gadis ini sebenarnya ingin jadi kompor atau memang tulalit sih?! Hubungannya dengan Ilya baru saja membaik, lalu Mira dengan santai bertanya seperti itu.
"Hey!!" Mira melambai-lambaikan tangannya, "Gue nanya, jawab dong."
"Gak penting pertanyaan lo, skip lah." ucap Manda. "Hm, Il, pertanyaan gue yang tadi lupain aja ya. Anggap aja gue gapernah nanya gitu sama lo."
Ilya hanya mengangguk kecil, formalitas saja.
***
Ilya tengah menatap langit langit kamarnya. Sesekali menayap layar ponsel yang gelap. Bukan untuk menunggu sesuatu, tapi sedang mengumpulkan keberanian sebenarnya. Menghembuskan napasnya, Ilya melepaskan ponsel yang sedari tadi ia pegang.
Otaknyaa terus memutar pertanyaan Manda. Ilya meyakini pertanyaan Manda ialah tentang Faris yang akan melanjutkan study nya. Ia juga sudah memprediksi bahwa Faris memiliki kemungkinan untuk belajar di luar negeri. Tapi tetap saja, rasanya tak rela.
KAMU SEDANG MEMBACA
ILYA
Ficção Adolescente"I Love You Always. ILYA." Ilya Kinansya Putri. Seorang gadis cantik yang ceria, dan keras kepala. Selalu mendapat rangking 3 besar paralel. Ilya punya 2 sahabat yang selalu bersamanya. Dunia Ilya hanya tentang dirinya, keluarga, dan sahabat. Hidup...