Filosofi

22.6K 921 10
                                    

Sadar atau tidak, perkataanmu telah menembus apa yang tidak bisa di tembus oleh jarum.

***

Niat Ilya ingin membalas pesan dari kedua sahabatnya harus ia urungkan karna seorang wanita paruh baya datang menghampirinya.

"Monggo non diminum airnya." ujar wanita itu memindahkan gelas kaca berisi minuman berwarna hijau dari nampan ke depan Ilya.

"Eh, iya makasih bu." jawab Ilya sopan.

"Manggilnya jangan ibu gitu, panggil bibi aja non."

Ilya hanya tersenyum, lalu mengangguk sopan. Tak tahu harus merespon bagaimana.

"Non pacar nya Den Faris ya?"

Ilya yang baru menegak minumannya tiba tiba tersedak. Terlalu kaget dengan pertanyaan yang meluncur mulus dari wanita paruh baya di depannya.

"Hati hati non." ujar wanita itu setelah meringis melihat mata Ilya yang sedikit berair karna tersedak.

Wanita itu menoleh ke arah atas. "Non, boleh tolong bibi?" ucap wanita paruh baya itu sedikit berbisik.

Ilya yang tadi mengikuti arah pandang wanita yang menyebut dirinya sebagai bibi, mengangkat alisnya. "Selama saya bisa bantu, saya akan bantu bibi." ujar Ilya tersenyum.

"Bibi yakin non pasti bisa." ucap wanita itu mantap. "Bibi cuma minta sama non, jagain den Faris. Den Faris itu orang baik non, jadi bibi mohon sama non jangan jahatin den Faris ya." sambungnya, terdapat permohon yang dalam nada bicaranya, matanya menyorotkan ketulusan.

Ilya yang merasa bingung, menggaruk hidungnya. "Jagain maksud-" ucapan Ilya harus tepotong saat wanita paruh baya di depannya menempelkan jari telunjuk ke mulutnya. Mengisyaratkan untuk diam.

"Bi Iyem, kok dia dikasih minum sih?" tanya Faris yang baru saja bergabung sembari berjongkok, membenarkan tali sepatunya yang terlepas.

"Kan ini pacarnya den Faris, ya bibi kasih minum lah den."

"Kok bibi tau? Keliatan banget ya? Cantik sama ganteng, cocok kan bi. Doain jodoh bi." ujar Faris yang sudah selesai dengan tali sepatunya.

Ilya menunduk, merasakan pipinya sedikit memanas. "Ini pipi gue kenapa tiba tiba panas sih." batin Ilya.

"Amin. Bibi permisi dulu den." pamit wanita itu.

Ilya yang tak sengaja melihat ke arah wanita dengan nampan di tangan kirinya, terlihat memohon pada Ilya sebelum benar benar pergi. Ilya hanya tersenyum sebagai respon.

"Yuk." ajak Faris.

"Kemana?" tanya Ilya bingung. Ia ataupun Faris belum merencanakan akan pergi. Lebih tepatnya, tidak merencanakan akan pergi.

"Ngedate."

"Hah?!"

"Kaget banget? Atau seneng banget?" ujar Faris menaik turunkan alisnya.

"Gak banget." ujar Ilya sengaja menekankan kata 'banget'.

"Yuk ah." ujar Faris menarik tangan Ilya. Tidak kuat, tapi cukup membuat debaran jantung Ilya menggebu. Berdebar tak karuan.

***

"Mang, batagornya dua, sama teh manisnya." ujar Faris memesan.

Ilya melebarkan pandangannya, memerhatikan sekitar, lalu mengangguk ngangguk pelan.

"Kenapa?"

Ilya terkesiap dengan suara yang tiba tiba muncul dari sampingnya. "Apanya?" tanya Ilya tak mengerti.

ILYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang