Rindu (2)

21.9K 1K 213
                                    

Sebuah kenyataan, memang begitu, hilang baru dicari, ada tak disyukuri.

***

E

lang memberhentikan motornya saat mereka sampai di taman kota. Mungkin karna sore, banyak orang yang berkunjung ke tempat ini.

Ilya yang turun dari motor hanya mengekor pada Elang. Elang terus berjalan hingga berhenti pada sebuah kursi yang tak terlalu panjang. Untuk dua orang, itu cukup berlebih, tapi tak akan bisa diduduki oleh 3 orang.

Saat Elang mendaratkan bokongnya, Ilya lagi lagi hanya mengikut. Ia tak tahu harus berbuat apa. Elang juga tidak memberitahunya apapun saat mereka dalam perjalanan.

"Kok lo gak cerita sama gue?" Elang to the point.

Ilya menatap Elang yang sudah menatapnya lebih dulu. "Cerita apa?"

"Masalah lo sama Faris." ungkap Elang santai.

"Biar apa?" Ilya bertanya balik.

"Kok lo nanya gitu? Ya, biar gue bisa bantu." balas Elang. Sedikit bingung dengan pertanyaan yang Ilya lontarkan.

"Bantu biar Faris mainin gue lebih jauh?" sinis Ilya. "Lo gak ngapa ngapain juga gue udah lumayan sakit. Dengan lo yang pura pura baik ke gue, itu udah berhasil kok bikin hati gue sakit." ucap Ilya.

"Loh kok?" Elang bingung sendiri. "Maksud lo?"

Ilya menggeleng. "Gak ada sih. Cuma.. Kecewa, dikit lah." Ilya jujur. Iya, kecewa. Elang, yang sudah dianggapnya seperti abangnya sendiri, bisa membiarkan Faris melakukan permainan brengseknya pada Ilya.

Elang menghela napas. Sekarang, ia paham. Gadis disampingnya ini, salah paham. "Kalau kecewa, kenapa masih mau gue ajak pulang bareng?" Elang menanyakan ini, hanya untuk melihat reaksi Ilya.

"Lo tau, gue orang yang gak enakan kalau udah dipaksa kayak tadi." ucap Ilya mengingatkan. Ia pernah mengatakan hal ini pada Elang.

Bukannya marah, atau kesal, Elang malah terkekeh. "Itu artinya, lo bukan kecewa sama gue. Lo cuma kesel. Kesel karna gue ngebiarin Faris main main sama lo, padahal udah berharap, kalau Faris main dibelakang lo, gue bakal belain lo? Iya kan?"

Ilya menatap Elang. Laki laki itu... Bagaimana bisa? Ia bisa membaca pikiran Ilya? Pikiran tentang Elang yang selalu berada di pihaknya jika ada pertengakaran dengan Faris?

"Gini ya Il, gue kasih tau. Kesel, marah, kecewa. Itu beda. Kalau sekarang, lo bilang lo kecewa sama gue, pasti lo gak bakal nih, ada disini sama gue. Mau lo orangnya gak enakan kek, mau lo orangnya baik banget, itu gak ngaruh. Kalau orang kecewa, ibarat, hatinya udah mati. Diamatiin sama orang yang ngecewain dia." jelas Elang.

"Lo kecewa sama gue? Gue bunuh diri di depan lo juga lo gak peduli. Bahkan, rasa kasihan setitik pun, gak ada di hati lo." Elang mengibaratkan. "Itu, yang disebut kecewa."

Ilya diam. Mencermati satu per satu kata yang masuk ke pendengarannya.

"Jadi, kenapa gak cerita, hmm?"

Ilya menghela napasnya pasrah. Bagaimanapun juga, ia akan kalah. Elang selalu punya cara membuat Ilya luluh padanya.

"Kan udah gue bilang, gue kecewa sama lo." ucap Ilya.

"Iya, gue kesel sama lo." ralatnya setelah medapat tatapan menjengkelkan dari Elang.

"Karna...?" tanya Elang.

"Ya, itu." balas Ilya.

"Itu apa?"

"Ya itu pokoknya."

ILYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang