Ilya berjalan gontai ke arah gerbang sekolah sembari menendang nendang kerikil yang menghalangi jalannya. Ia terus merutuki dirinya yang setuju dengan tantangan Faris.
Dan sekarang? Dia kalah dan harus menerima hukuman yang Faris tetapkan. Jika hukumannya dikeluarkan dari sekolah Ilya akan sangat senang, tapi ini? Faris memberikan hukuman atas kekalahannya dengan harus menjadi pacarnya.
Yang benar saja? Ini bukan cerita di novel ataupun film film romantis yang saat seorang cowok mengklaim wanita pilihannya menjadi kekasihnya, ia akan memperlakukan wanita tersebut bak ratu. Tapi Faris? Dia pasti meperlakukan Ilya seperti pembantu. Ilya yakin itu.
"Ilya lo kok bego banget sih nerima tantangan Faris gak pake mikir." rutuk Ilya terus menggerakkan kakinya menuju gerbang.
Dan sekarang, dia harus menunggu Reza yang katanya akan telat menjemput. Ilya paling tidak suka jika disuruh menunggu. Apa lagi menunggu yang tidak pasti, seperti nunggu gebetan peka? Eh.
Ilya mengangkat kedua alisnya saat sebuah motor sport merah berhenti tepat dihadapannya. Ia tidak mengenal motor itu, tetapi matanya mengatakan bahwa ia pernah melihatnya. Tapi dimana?
"Naik." suaranya terdengar sedikit teredam, karna helm full face yang dipakainya dengan kaca tertutup.
"Ih apaan sih? Sok kenal banget." batin Ilya. "Gak, makasih." jawab Ilya sopan.
"Naik gue bilang."
"Apaan sih? Udah sok kenal pake maksa gue naik motornya lagi. Gak banget." batin Ilya. "Gak, makasih!" ujar Ilya sedikit berteriak. Karna menurut Ilya, orang didepannya tidak mendengar penolakannya yang tadi.
"Sok jual mahal banget lo." ujar cowok didepan Ilya, sembari membuka helm nya.
"Faris?!"
"Kenapa? Kaget? Lo pulang sama gue."
"Gak."
"Lo pacar gue, jadi lo pulang bareng gue."
"Gue gak terima lo jadi pacar gue."
"Tapi perjanjian tetap perjanjian. Naik sekarang."
"Gak."
"Lo kenapa susah banget dibilangin sih? Gue bilang naik ya naik Ilya." ujar Faris gemas sendiri.
"Gue gak mau." tekan Ilya.
"Sekolah udah sepi, dan lo sendiri disini. Gue gak mau lo kenapa kenapa karna Chelsea."
"Ni anak kesambet setan mana? Kok tiba tiba jadi perhatian?" batin Ilya.
"Ayok, buruan."
"Gue bilang nggak, ya nggak. Gak paham bahasa manusia ya lo?"
Di tengah perdebatan dua insan keras kepala itu, ponsel Ilya berbunyi menjerit agar diangkat. Ilya mengangkat telpon yang ternyata berasal dari Reza.
"Hallo? Bang Eja kok lama sih."
"...."
"Loh? Terus gue pulang naik angkot? Gak. Gak mau. Pokoknya lo harus jenput."
Tut. Telpon diputuskan sepihak.
"Tai lah bang." umpat Ilya pada ponselnya.
"Abang lo? Gak bisa jemput kan? Makanya pulang bareng gue."
"Gue lebih baik naik angkutan umum daripada harus nebeng sama lo." ucap Ilya lalu meninggalkan Faris.
"Daerah sini banyak begal, halte juga jauh." ujar Faris sedikit berteriak.
KAMU SEDANG MEMBACA
ILYA
Teen Fiction"I Love You Always. ILYA." Ilya Kinansya Putri. Seorang gadis cantik yang ceria, dan keras kepala. Selalu mendapat rangking 3 besar paralel. Ilya punya 2 sahabat yang selalu bersamanya. Dunia Ilya hanya tentang dirinya, keluarga, dan sahabat. Hidup...