Kode

7.1K 378 102
                                    

Hallo semua!!! Udah lama banget ya aku ga nulis gini buat interact sama kalian, haha. Maaf yaaa, hehe.

Udah setahun ya Ilya ga update, hahaha. Garing banget tau:(

Selamat tahun baru semuanya!! Di tahun ini semoga apa yang kalian, dan aku ingin kan tercapai! Aamiin..

Bagi kalian yang rumahnya kena banjir, aku turut berduka cita. Semoga semuanya lekas membaik.
Dan kalian yang kena longsor juga, semoga semuanya lekas membaik, semoga gak makan korban banyak.
Dan yang tadi gempa? Ada yang kena? Semiga stay safe dimanapu kalian berada❤.

Ai labyu semuaaa❤
Sekali lagi, happy new year!!

Ada yang kangen sama Ilya ga? Hahaha.

Oh iya, kita punya grup whattsapp lohh, ada yang mau masuk? Bisa komen, atau ga, dm ke aku aja nomornya.

Baibai❤

***

Ilya dan Faris kini sudah di depan gundukan tanah yang terlihat masih baru. Daritadi, Faris hanya mengelus belakang gadisnya, berusaha menenangkan. Pasalnya, sejak datang kesini, Ilya belum menghentikan tangisnya. Terlihat begitu terpukul sekali. Faris sampai tak tega untuk sekedar menyuruh gadis itu diam, barang sejenak.

Ilya sudah sesegukan, daritadi sebenarnya. "Kak, kenapa bisa gini?" jika Faris menghitungnya, mungkin sudah sampai 50 kali Ilya mengucapkan kalimat yang sama. Dengan nada sumbang, lalu meneruskan tangisnya.

"Jangan gini Il, Elang gak suka liat kamu nangis." Faris memberi nasihat halusnya. "Udah ya?" ucapnya.

Tak ada jawaban dari Ilya. Namun Faris melihat tangan Ilya terulur untuk mengelap bekas air matanya. Berkali kali gadis itu membersihkan sisa sisa sungai kecil disekitar matanya.

Faris sampai mengangkat alisnya, ketika Ilya tiba tiba menghadap dirinya, dengan wajah sedikit cemberut, hidung memerah, dan mata yang benar benar merah. "Nangisnya gak bisa berhenti," ucap Ilya. Dan benar, saat gadis itu berkedip, ada yang meluncur. Membuat Faris tersenyum lembut, lalu tangannya terulur menghapus air mata Ilya.

"Dikedip kedipin coba matanya, tahan dulu nangisnya. Liat ke atas, biar air matanya gak jatuh, bisa berhenti kok." ucap Faris begitu lembut. Ilya mengikuti tuntunan lelaki di depannya. Mencoba menahan air matanya.

"Rileks aja. Tarik napas kamu pelan pelan, terus buang." tambah Faris yang langsung Ilya terapkan. Tak lama, Ilya sudah terlihat jauh lebih tenang. Bahkan kini ia menatap Faris dengan senyuman, dan sesegukannya yang belum hilang.

"Sekarang, minta maaf sama Elang." suruhnya pada Ilya, "Sekalian pamit, udah sore gak baik di makam gini."

Ilya melirik arlojinya, menunjukkan pukul setengah enam. Lalu menatap Faris dengan tatapan bertanya, ia bingung, minta maaf pada Elang? Untuk apa? "Aku kenapa harus minta maaf sama kak Elang?"

"Elang gak pernah suka liat kamu nangis, kan?"

Ilya mengangguk kecil, benar. Elang memang sangat tak suka jika Ilya terlihat sedih, apalagi menangis. "Kak, ini kunjungan pertama aku setelah kejadian itu, maaf aku gak bisa nahan air mataku lebih kuat lagi. Jangan marah ya? Janji deh, kunjungan aku yang berikutnya gak bakal nangis." ujar Ilya. "Oh iya, aku sama Faris mau pulang dulu, udah sore." Ilya mengakhiri kalimatnya dengan senyuman lembut, air matanya sekali lagi menetes. Ia benar benar merasakan kehadiran Elang disekitarnya. Lalu dengan cepat, menghapus air matanya. Menghembuskan napasnya sedikit.

"Lang, gue sama Ilya balik dulu. Besok besok kalau ada waktu pasti main kesini lagi." giliran Faris yang berpamitan, lalu ia berdiri dan berjalan meninggalkan makam.

ILYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang