3

7.1K 497 19
                                    

"Excuse me, may I sit here?", katanya.

Mungkin dia tahu kalau aku bukan orang Korea, jadi dia bertanya dengan bahasa Inggris.

Aku mendongak untuk melihatnya, seseorang di hadapanku sekarang ini memakai hoodie yang begitu longgar yang menutupi seluruh kepalanya serta masker yang hampir menutupi matanya.

"Ya, silahkan.", kataku menjawabnya dengan bahasa Korea.

"Omo, kau bisa berbahasa Korea ternyata?", tanyanya heran.

"Ya, hanya sedikit.", jawabku sambil menyunggingkan senyum.

Entahlah aku tidak bisa menghilangkan kebiasaanku untuk selalu tersenyum meskipun aku tidak mengenal orang yang baru saja memintaku untuk duduk bersamanya, yang tidak melepas hoodie dan juga maskernya.

"Kau bukan orang Korea, kan?", tanyanya sambil mendudukkan diri di hadapanku.

Aku mengangguk.

"Kau sudah lama tinggal disini?"

"Tidak."

"Lalu mengapa bahasa Koreamu lancar sekali?"

Aku tahu kalau di negaraku orang ini akan dinilai tidak sopan karena berbicara dengan orang lain dengan pakaian yang benar-benar menutupi mukanya. Dan juga aku akan dianggap kurang waras karena mau diajak mengobrol dengan orang yang bahkan namanya pun aku tidak tahu.

"Ah iya, aku belajar bahasa Korea selama beberapa bulan terakhir sebelum aku pergi ke Korea. Karenanya aku bisa sedikit berbahasa Korea.", kataku sambil meletakkan ponsel saat makananku datang.

"Tapi bahasa Koreamu benar-benar tanpa cela, aku terkejut saat mendengarnya. Ah, makananmu sudah datang ya silahkan makan kalau begitu.", katanya mempersilahkan aku untuk makan terlebih dahulu.

Akhirnya aku makan terlebih dulu karena perutku memang sudah benar-benar lapar, mengingat terakhir kali aku makan di pesawat tadi pagi.

Dia juga memesan sesuatu kepada pelayan sebelum pelayan itu berlalu.

Kemudian dia kembali mengajakku berbicara. Bertanya dari negara mana aku berasal dan untuk apa aku mengunjungi Korea.

Saat aku bilang aku dari Indonesia dan akan menonton konser BTS dia terlihat sangat antusias.

"Indonesia??", katanya sambil membulatkan matanya tak percaya.

"Iya.", aku menjawab saat makananku sudah masuk ke kerongkongan.

"Aku pernah mengunjungi Indonesia untuk pertama kali, Indonesia adalah negara yang indah", matanya berbinar-binar saat bercerita.

"Terima kasih, negaraku memang sangat indah.", kataku dengan nada bangga.

Tidak berapa lama pesanannya datang. Hanya sekaleng bir? Sebenernya aku bertanya-tanya, mengapa dia harus datang ke tempat ini jika hanya untuk membeli sekaleng bir? Bukankah dia bisa membelinya di mini market?

Tapi aku tidak berani untuk bertanya, takut menyinggung atau bagaimana. Karena bagaimanapun itu adalah haknya.

"Aku mendadak tidak ingin makan.", katanya.

Aku terkejut karena, sungguh bagaimana bisa dia membaca pikiranku? Apa terlihat jelas?

"Ya?"

"Kau pasti bertanya-tanya mengapa aku hanya memesan sekaleng bir, kan?"

"Ah, itu..."

"Tidak apa, kau bisa bertanya langsung padaku sebenernya kalau kau mau.", katanya lagi. Kali ini dengan kerutan di samping kedua matanya. Dia tersenyum. Aku bisa melihat meskipun hanya dari matanya.

Senyumnya menular.

Dia tidak juga membuka birnya, entah mengapa tapi kembali aku tidak akan bertanya. Dan kami kembali melanjutkan obrolan kami tadi, membahas banyak hal sampai tidak terasa makananku habis tak bersisa dan kaleng birnya yang tetap utuh.

Aku tahu ini gila. Kami belum saling mengenal tapi rasanya kami seperti sudah kenal selama bertahun-tahun dan baru berjumpa kembali hari ini.

Kami sangat menikmati obrolan kami sampai aku baru menyadari bahwa sudah hampir satu jam kami berbicara.

"Ah, sudah hampir satu jam kita mengobrol tapi aku belum mengetahui namamu nona. Boleh aku tahu namamu?", tanyanya tiba-tiba.

"Kiara, namaku Kiara.", kataku sambil tersenyum.

"Kiara?", katanya mengulang namaku dengan baik meskipun tidak sesempurna pelafalan orang Indonesia.

"Ya benar, dan namamu sendiri?"

"Kau bisa memanggilku Jin.", katanya sambil menyodorkan tangannya.

Saat berjabat tangan dengannya aku merasakan ada sesuatu yang familiar padanya tetapi otakku tidak bisa mencerna dengan baik.

Beberapa menit setelahnya aku pamit padanya sebelum aku berdiri dan akan membayar. Dia bertanya tentang tujuanku setelah ini. Aku menjawab hanya akan berjalan-jalan di sekitar sini.

Dia bertanya kembali apakah dia boleh menemaniku berjalan-jalan, setelah aku pikir beberapa saat akhirnya aku mengiyakan.

Tidak ada salahnya bukan? Setidaknya aku tidak jalan sendiri dan dapat guide gratis.

Dia juga memaksa untuk membayar makananku. Katanya untuk berterima kasih karena mendapat teman bicara yang menyenangkan.

***

My Lovely Kim Seok Jin [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang