Di sinilah mereka sekarang--di pantai belakang vila--setelah Jin menyelesaikan sarapannya dan Kiara mengiyakan tawaran Jin.Berjalan beriringan menikmati udara pagi Bali yang sejuk disertai suara deburan ombak--menunggu matahari yang belum menampakkan sinarnya.
Sesekali mereka berhenti berjalan dan mendekatkan langkah mereka ke arah ombak yang datang, hanya untuk merasakan air menyapu kaki telanjang mereka.
Keduanya kemudian memutuskan untuk duduk, merasakan pasir pantai yang lembut dan deburan ombak--menunggu matahari terbit. Membicarakan tentang aktivitas masing-masing selama ini--yang lebih banyak dibahas tentu aktivitas Kiara. Juga menertawakan jokes lawas yang dikatakan Jin. Atau membahas hal-hal random yang begitu saja terlintas di kepala.
Obrolan-obrolan ringan ini yang menemani pagi mereka.
"Harusnya aku membawa kameraku kesini tadi. Mengabadikan matahari yang terbit nanti. Pasti akan sangat indah.", kata Kiara.
"Kau mau mengambilnya? Ayo kembali, kemudian kita duduk disini lagi.", Jin mengajak gadis itu kembali ke dalam vila.
"Tidak, tidak perlu. Aku berubah pikiran.", jawab Kiara lalu melanjutkan kalimatnya sebelum Jin menjawab. "Aku hanya ingin menikmati momen ini tanpa harus mengabadikannya dalam lensa kamera."
"Mengapa?", Jin penasaran kenapa Kiara mengurungkan niatnya.
"Ini momen yang sangat langka. Pagi yang aku syukuri selama hampir 25 tahun aku hidup."
"Matahari terbit ini? Kau bisa melihatnya setiap hari selama kau hidup."
"Bukan. Melainkan orang yang menemaniku menyaksikan matahari terbit ini.", kata Kiara tetapi tidak mengalihkan pandangannya dari lautan di hadapannya.
Selain gugup dan berusaha menormalkan debaran jantungnya setelah berkata begitu, dia juga tidak ingin melihat reaksi Jin atas kalimatnya barusan. Malu. Takut.
Laki-laki itu tidak menjawab dan pipinya merona tanpa disadari oleh gadis di sampingnya. Jantungnya berdegup tak karuan. Pun sama halnya dengan si gadis.
Hanya suara deburan ombak dan sinar matahari yang sedikit malu-malu--mengisi keheningan yang tercipta
"Kiara-ya"
"Ya?", jawab Kiara lebih seperti bertanya, tanpa menoleh ke arah Jin.
"Lihat aku."
Kiara tidak langsung memberanikan diri melihat seseorang yang duduk di sampingnya. Dia diam sejenak memikirkan apa yang akan dilihatnya pada wajah laki-laki itu. Apa tujuan laki-laki itu memintanya untuk melihat ke arahnya.
Saat Kiara menoleh setelah keterdiamannya, mata mereka bertemu, Jin menatapnya--intens. Seperti ada sesuatu yang ingin laki-laki itu sampaikan melalui tatapannya.
Kemudian yang Kiara sadari selanjutnya adalah, Jin semakin mendekatkan wajahnya--mengikis jarak keduanya--mempertemukan bibirnya dengan bibir Kiara.
Tidak ada lumatan. Hanya kedua belah bibir yang saling menempel.
Kiara terkejut. Sangat. Karena itu terjadi begitu saja--kilat--setelah dirinya menoleh. Pupil matanya membesar sempurna dan seluruh saraf dalam dirinya tidak bekerja--lumpuh total. Juga tubuhnya yang mendadak lemas seakan seluruh tulang tiba-tiba menghilang.
Kalau kedua tangan Jin tidak menopangnya saat ini, dirinya pasti sudah luruh di pasir pantai.
Tapi semua itu tidak berlangsung lama, berakhir singkat--seperti hembusan angin.
Jin menarik dirinya menjauh dari wajah Kiara yang terlihat masih mencerna segala yang terjadi--terdiam kaku dengan mata membelalak--terkejut.
Pun dirinya juga terkejut dengan apa yang dia lakukan pada gadis itu. Akibatnya, jantungnya berdegup dengan sangat-sangat kencang juga otaknya mendadak beku. Dia yakin, gadis di sampingnya pun merasakan hal yang sama melihat bagaimana kondisinya saat ini.
Jin memalingkan wajahnya dari Kiara. Tubuhnya pun sedikit bergeser mengarah ke laut lepas di hadapannya.
Hening kembali menyelimuti keduanya sampai--
"Saranghae.", ucapnya kemudian tanpa menoleh.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Kim Seok Jin [Completed]
Fanfiction[An Amateur] Apa yang akan kau lakukan bila memiliki kesempatan bertemu biasmu? Kiara, gadis beruntung yang memiliki kesempatan bertemu dengan biasnya secara langsung bahkan sesuatu yang tidak dia sangka terjadi.