CERITA LENGKAP
FOLOW SEBELUM BACA YA
TERIMA KASIH
____________________________
Kilas balik mengenai gadis berhijab yang terseret ke dalam jeratan takdir rumit, bersama dengan pria yang tengah berevolusi menjadi seorang mafia.
Terombang-ambing di ten...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Disinilah ia sekarang, memandang anak-anak yang tengah menyeruak saling dorong demi keluar dari gerbang sekolah yang belum sepenuhnya terbuka lebar.
Penglihatannya tertuju pada barisan motor yang masih tertata rapi, belum ada tanda-tanda akan datangnya pemilik motor-motor itu.
Sampai-sampai ia merutuk dalam hati, 'Pada kemana sih tuh pemilik motor! nggak tau apa ya kalau aku udah pengen pulang banget!'
Rasa capek, lelah, pusing terus berkecamuk di kepalanya. Seharian tadi, ia harus berkutat dengan deretan angka nol yang mencapai jumlah milyaran. Jika saja, sahabat satu-satunya berangkat, mungkin ia tidak akan sepusing ini. Belum lagi masalah memarkirkan motor.
'Nyesel ihh berangkat pagi-pagi.'
Berangkat pagi-pagi sekali memang hal yang patut diapresiasi. Tapi disaat jam pulang sekolah, motor yang ia parkirkan di baris pertama harus menunggu barisan motor di belakang enyah terlebih dahulu.
Dengan langkah lunglai, gadis itu menuju parkiran seorang diri. Semua teman sekelasnya sudah pulang sejak tiga puluh menit yang lalu, karena rata-rata tidak mengendarai motor melainkan menggunakan angkutan umum. Paling satu dua yang mengendarai motor, itu pun mereka sedang mengurusi organisasi yang mereka ikuti.
Jangan tanya kenapa ia tidak ikut organisasi di sekolahnya, sebenarnya gadis berhijab ini juga ikut salah satu organisasi. Terbukti di baju lengan atas sebelah kanan terpasang badge PMI, yang sedikit tertutup jilbabnya. Hanya saja, ia tidak seaktif dulu saat kelas X.
Ternyata semakin kesini bukan hal menyenangkan yang ia dapatkan seperti gambaran yang ia pikirkan ketika pertama masuk organisasi ini.
Para senior yang menjanjikan pengalaman baru, teman baru, suasana baru saat mempromosikan organisasi yang mereka ikuti, telah membuat Imelda menulis formulir pendaftaran dan akhirnya bergabung dengan PMR.
Awalnya memang menyenangkan sekali, senda gurau masih terlontar antara senior dan juniornya. Naas, ternyata itu semua hanya topeng saja. Dibalik senda gurau itu kadang terjadi perselisihan pendapat yang memicu konflik.
Banyak masalah yang selalu datang dan terus menyulut emosi sampai-sampai kepalanya sakit memikirkan hal itu.
Bukannya ia berpaling dari masalah, tetapi semakin dipikir, banyak anak egois yang terkadang membuatnya muak, dan akhirnya gadis ini jarang ikut kumpul dan cenderung tidak aktif di PMR.
Tap tap tap
Suara sepatu gadis itu mendominasi, dengan menguatkan hatinya ia bertekad untuk memarkirkan motornya sendiri.
Bukannya ia sok berani, hanya saja ia sudah mempunyai tingkat kepercayaan diri cukup tinggi setelah memasuki kelas XII sekitar satu bulan yang lalu.
Pun tak jauh dari parkiran, ada segerombolan anak kelas X TKR yang tengah menongkrong di depan kelasnya. Sebisa mungkin ia tidak memperlihatkan rasa takutnya, karena rasa lelah mengalahkan rasa malunya saat ini.
Gadis itu mencoba menggeser motor di sebelah motornya, hal itu tak menutupi mata adik kelas yang menatapnya tajam. Entahlah, ia yang terlalu semangat untuk pulang ataukah ia sudah terlampau lelah hingga tak memperhatikan gerombolan itu.
Yang ada dipikirannya adalah pulang, pulang, pulang, dan pulang.
Usahanya sia-sia, motor di sampingnya tetap masih sangat memepet motornya, malah semakin mendempetkan motornya.
Gadis itu lagi-lagi merutuk dalam hati, 'Ishh... Akan aku makan anak PKS yang sudah memarkirkan motorku sedekat ini dengan motor anak lain!'
Hingga tak sadar tubuhnya di sentak oleh seorang cowok dan menyuruhnya menyingkir. Gadis itu pun menepikan tubuhnya, memberi ruang kepada cowok yang sekarang sedang membantunya memarkirkan motor.
Raut lelahnya menguap begitu saja, saat melihat motor matic putih kesayangannya telah terparkir tepat di hadapannya.
"Terimakasih...," ujar gadis itu riang.
Binar tatapnya tak henti-hentinya berpaling dari adik kelas yang barusan membantunya memarkirkan motor.
Namun yang ditatap malah mengedikkan bahu acuh lalu meninggalkannya begitu saja, bergabung lagi dengan segerombolan teman-temannya.
Gadis itu sedikit merengut, tapi ia tak menghiraukannya. Kemudian menaiki dan menstater motor matic putih kesayangannya.
Sebelum benar-benar pergi ia sempatkan untuk memberi senyuman tulus kepada adik kelas yang tadi membantunya. Lalu dengan pelan ia melajukan motornya keluar dari area sekolah.
Namanya Imelda, IMELDA ALAYA.
Anak jurusan akuntansi, pemilik senyum yang menyerupai hati. Siapapun yang ia temui pasti akan diberi hadiah senyum secara cuma-cuma olehnya.
Ramah terhadap semua temannya. Tapi, hanya kepada satu sahabatnya saja ia akan terbuka. Kepada orang lain? Imelda akan menutup rapat semua rahasianya, mengunci keburukan bahkan kelemahan melalui senyumannya dengan sempurna.
SHASYA AURELIA Satu-satunya orang kepercayaan Imelda. Bagi Imelda, Shasya bukan hanya menjadi seorang sahabat saja, melainkan menjadi sosok kakak, ibu, bahkan ayahnya.
Shasya selalu sabar dalam menghadapi Imelda, yang kondisi emosionalnya belumlah stabil. Shasya juga paham sekarang, Imelda bersikap kekanak-kanakan bahkan egois sekalipun pasti hanya satu yang Imelda inginkan. Yaitu, perhatian darinya.
Kehidupan yang sedang dijalani Imelda saat ini sama seperti remaja umur 17 tahun pada umumnya, lumrah terjadi. Imelda menyukai ritme hidupnya saat ini, meskipun hari-hari yang dilalui hanya dengan bersama satu sahabatnya saja.
To be continued -RUN AWAY IMELDA- Desember 2019
Cerita ini aku buat bertahap konfliknya Maaf yak kalo awalnya kurang menarik So lanjut baca sampai akhir ya😊