Chapter 61 ] Harusnya aku...

10.2K 638 111
                                    

Kalian semua cuman pembaca gratis modal kuota yang tinggal baca sambil rebahan manja. Sedangkan aku? Udah capek ngetik, capek MIKIR supaya ceritanya jadi menarik dan nggak bikin pembaca kecewa, tapi pas di up yang baca banyak dan yang vote+komen nggak ada setengahnya.

Aku selalu mikirin kalian kalau aku updatenya lama, aku selalu berusaha bikin cerita semenarik mungkin biar kalian nggak kecewa. Tapi apa kabar sama kalian?

Hahaha....

Kayaknya vote dan komen itu susah banget ya kayak dapetin hati gebetan:v

Sebenarnya aku males semales-malesnya buat update. Tapi aku mikirin orang-orang yang udah rela vote bahkan spam komen dan udah setia nunggu cerita ini, bukan mikirin orang-orang yang nggak mikirin bagaimana caranya menghargai orang lain.

Aku cuman manusia biasa yang mempunyai harapan dan titik kecewa:)

==========

"Hidup itu susah, jadi jangan dibuat susah lagi, kalau prinsip gue mah selagi gue bisa, kenapa enggak?"

==========

Reina suka hujan. Rintik merdu yang terdengar saat jutaan air menerpa atap sangat memanjakan indra pendengarannya. Namun, sebuah kebahagiaan yang selalu tumbuh saat hujan turun seakan sirna pagi ini, saat ia sedang duduk di depan kelas sambil menatap nanar kearah air hujan yang turun dengan derasnya.

"Katanya kamu suka hujan? Kok sekarang kayak bad mood gitu?" tanya Aufa membuka topik pembicaraan. Sejak tadi ia sudah berada di sebelah Reina, namun hanya keheningan yang tercipta di antara keduanya.

"Memang, tapi jangan pagi hujannya," jawab Reina yang membuat Aufa terkekeh.

"Kok bisa gitu?"

"Mending malam, bisa sambil minum green tea latte di depan jendela kamar," terang Reina.

"Yaudah sekarang kan bisa sambil minum teh hangat di kantin, yuk!" ajak Aufa namun Reina masih memasang tampang bodo amat.

"Nggak mau ah."

"Kenapa? Dingin?" ucap Aufa yang sejak jadi memperhatikan gerak-gerik Reina.Cewek itu tampak gusar, seakan tak nyaman dengan keadaan.

"Iya," balas Reina singkat, ia menatap sekilas kearah Aufa yang sedang menatapnya dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.

"Ya ayo mangkanya ke kantin," Aufa langsung menarik pelan pergelangan tangan Reina hingga mau tidak mau ia harus beranjak dan memenuhi permintaan Aufa.

Aufa baik, bahkan selalu baik kepada Reina, selalu ada di saat Reina senantiasa membutuhkannya, tak pernah mengeluh apalagi membuat Reina kecewa. Reina bagaikan Tuan Putri yang diperlakukan istimewa oleh Rajanya. Hidupnya yang semula abu-abu menjadi penuh warna saat Aufa hadir di kehidupannya.

Namun warna itu seakan tak hidup ketika ia sadar bahwa cahayanya telah hilang di telan semesta, hidup berdampingan namun tak sadar akan adanya kehidupan yang membutuhkan, jalan berpapasan namun seakan mereka ini orang asing hingga tak bertegur sapa.

Reina sadar, bahwa ia telah kehilangan cahaya untuk menerangi kehidupannya.

Kehidupan penuh warna ini tak akan berarti jika tak ada cahaya yang menerangi.

Devano.

Cowok itu tampak bahagia ketika sedang bergurau dengan sahabat-sahabatnya di meja pojok kantin.

Bahkan ketika Reina berjalan tepat di sebelahnya, Devano tampak biasa saja. Hanya melirik sekilas lalu kembali melanjutkan kegiatannya.

Entah kenapa perasaan Reina seakan sesak, tujuh hari telah berlalu sejak kejadian baku hantam waktu itu, namun sejak itu pula Devano berhenti menyapanya, dengan alasan yang tak Reina ketahui.

Revano [#1 SAVAGE SERIES]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang