06

17.5K 778 17
                                    

Pagi ini sudah menunjukan pukul setengah 9 pagi, namun gadis itu masih betah memejamkan matanya damai. Nampaknya ia begitu kenikmatan dunia mimpinya yang mungkin sangat indah.

Tok...tok...tok..

"Non bangun, udah siang!" teriak bi Ijah, salah satu pekerja di rumah Radya.

"Bibi masuk nih ya," ujar bi Ijah setelah hampir setengah jam berusaha membangunkan nona mudanya itu.

Wanita paruh baya yang memakai celemek masak itu hanya bisa  menggelengkan kepalanya, melihat tubuh Radya yang masih terbungkus selimut dan matanya masih tertutup rapat.

"NON BANGUN NON, UDAH SIANG!" teriak bi Ijah lebih kencang sambil membuka tirai jendela di kamar yang didominasi warna abu abu itu.

"Eunggh..." lenguh Radia saat cahaya matahari tepat mengenai wajahnya, tapi bukannya bangun dia malah menaikkan selimut menutupi wajahnya.

"Ya Allah...Non bangun" bi Ijah mengguncang tubuh Radya namun tak mempan.

Bi Ijah memilih membuka pintu balkon agar udara pagi masuk ke kamar ini dan benar Radya langsung terduduk menatap bi Ijah yang juga menatapnya kesal.

"Hoamm...." Radya menguap lebar meregangkan otot tangannya.

"Mandi sana!" suruh bi Ijah yang langsung di turuti oleh Radya.

Bi Ijah merapikan ranjang Radya yang berantakan, "anak perawan bangun siang terus." omelnya pelan.

"Non, kalau udah mandi turun sarapan!" teriaknya lalu keluar dari kamar Radya.

"IYA."

Radya memutuskan untuk memakai celana jeans se paha dan juga tanktop hitam, karena minggu ini dia hanya di rumah. Sekarang tak punya niat untuk pergi keluar tidak tau jika nanti.

Dia bergegas menuruni tangga rumahnya, dan memasuki ruang makan yang sudah ada Bi Ijah, dan beberapa pelayan, dan tukang kebun memang mereka sering makan bersama atas suruhan Radya tentunya.

"PAGI SEMUAA" teriak Radya riang.

"Pagi juga non." balas mereka serentak.

"Maaf ya Radya lama." ucap Radya lalu duduk di dekat bi Ijah.

"Gak kok non kita juga baru kesini." ucap pak Harto- tukang kebun disini.

"Yuk makan."

.....

Selesai dengan sarapannya Radya bergegas ke luar rumah, menghirup udara segar pagi ini lalu mengintip rumah di seberangnya. Terlihat Erlita sedang menanam bunga dan Harvi-ayah Bian sedang membaca buku ditemani kopi panas.

Radya melangkah riang menuju rumah Bian sembari bersenandung pelan. "Pagi bunda cantik" sapanya pada Erlita yang tersenyum ke arahnya.

"Pagi juga cantiknya bunda." dari dulu, memang dia sudah terbiasa memanggil orang tua Bian dengan ayah dan bunda begitu juga dengan Bian yang memanggil Lingga - papa Radya dengan papa.

"Bunda nanem apa?" tanya Radya pada Erlita yang terlihat sangat bersemangat menanam tanaman di pot putih miliknya, memang belakangan ini dia sangat suka berkebun.

ALBIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang