Pagi ini Radya bangun dengan terpaksa, masih sangat mengantuk karena belajar semalaman suntuk untuk mengejar materi yang dia tak pahami.
Namun hal itu tak menjadi penghalang gadis itu untuk pergi ke sekolah, lagipula tinggal menghitung hari dia akan melaksanakan ujian nasional dan setelah itu menikah dengan Bian.
Doain ya...
Radya tersenyum lebar melihat jari manis kirinya melingkar cincin emas yang memang terlihat sederhana namun tidak dengan harganya yang bisa mencapai ratusan juta, jelas lah Bian tak mau memberikan barang yang biasa pada gadisnya.
Setelah siap dengan penampilannya Radya segera meraih tas abu abu dan menggendongnya, tas yang lumayan berat karena hari ini dia ada mata pelajaran tambahan setelah itu harus bimbel juga.
Ia segera berlari keluar kamar dan menuruni tangga rumahnya, ahh dia sudah tak sabar menyantap nasi goreng buatan pelayannya yang terasa sangat nikmat dan saat ini memang perutnya tengah berdemo habis habisan.
Sampai di tangga dasar, langkah cepat cewek itu memelan. Netranya menangkap dua orang lawan jenis yang tengah sibuk mengobrol dan tertawa di ruang makan yang biasanya sangat sepi.
Cewek itu melangkah pelan kesana, matanya mengamati seorang wanita paruh baya yang sibuk mengoleskan selai ke roti tawar dengan papanya yang masih tertawa, entah mentertawakan apa.
Seketika hati Radya tak tenang, apakah wanita ini kekasih baru papanya?. Atau malah istri baru?. Apakah papanya akan ingkar janji jika tak mau menikah lagi?.
Radya berusaha menetralkan raut wajahnya yang masih kaget, dia melangkah sambil merapikan rambutnya yang dia kuncir kuda hari ini.
"Inget rumah pa?!." sarkas Radya sambil melemparkan tas abu abunya ke atas meja menimbulkan suara berisik.
Lingga tersenyum canggung lalu bangkit hendak memeluk putri kesayangannya, "putri papa..."
Jika biasanya Radya akan memeluk Lingga erat, cewek itu malah menghindar tak mau di peluk apalagi di sentuh yang membuat Lingga tak kalah kaget. Lelaki paruh baya itu mundur beberapa langkah.
"Kenapa nak?."
Cewek itu memutar bola matanya malas, dia sangat benci suasana ini kemarin dia sudah sangat terbiasa tanpa kehadiran Lingga. ya latihan menjadi anak yatim piatu yang menikmati banyak warisan, karena Lingga selalu rutin mengirimkan uang padanya bahkan bisa ratusan juta setiap Minggu. Tapi apakah cukup?.
"Gakpapa." jawab Radya lalu melangkah duduk di kursi biasanya dia duduk.
Matanya menatap wanita yang berdiri tepat di seberangnya dengan sangat tajam membuat wanita itu menelan ludahnya gugup dan tanpa sadar menjatuhkan gelas susu yang dia pegang membuat Radya terkekeh remeh.
"Siapa dia?!." Tanya Radya tanpa basa basi.
Lingga yang baru duduk menyuruh pelayanan membersihkan pecahan gelas yang di jatuhkan oleh wanita tadi, "kenapa?." tanya Lingga pada wanita itu.
"Gak papa mas, gelasnya licin."
"DIA SIAPA?!." tanya Radya dengan nada lebih keras membuat Lingga langsung menoleh.
Lelaki paruh baya itu tersenyum tipis, "dia Tante Mitha sayang, rekan kerja papa."
"Terus ngapain dia disini?!." tanya Radya lagi sembari melirik wanita yang menunduk sambil memilin jari jarinya gugup.
"Semalem dia nginep disini sambil bahas kerjaan." jawab Lingga tak sepenuhnya jujur.
"Tidur dimana?!." cerca Radya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBIAN
Teen FictionAlbian Athalla Brawijaya, cowok dengan sejuta pesonanya yang dapat memikat kaum hawa. Berperan juga sebagai ketua geng motor terbesar. Kebengisannya dalam membantai semua musuh musuhnya membuatnya semakin di segani. Tapi siapa yang menyangka, di bal...