35

11.4K 497 54
                                    

Ada yang bisa menebak berapa bahagianya Arin hari ini?. Sangat, sangat bahagia. Pagi ini kejutan besar untuk nya, saat melihat Bian sudah berada di depan rumah mengajaknya berangkat bersama.

Meskipun dengan kedok 'disuruh Radya.' Tak memungkiri dia sangat senang saat ini, bahkan senyum lebar tak pernah luntur dari bibirnya, mungkin unek unek yang di keluarkan kemarin lumayan manjur.

Bela dan Kavi memandang Arin yang dari tadi tersenyum bahkan tertawa sendiri dengan aneh, tangan Bela menyentuh kening Arin yang bersuhu normal.

"Kaga panas panas banget, nape nih bocah?"

Kavi menggedikkan bahunya acuh, lalu memukul kepala Arin dengan buku paket nya yang lumayan tebal.

"Awwhh... sakit tau." kesal Arin mengusap kepalanya.

Kavi menyengir, "lo napa?"

Arin tersenyum malu lalu menutupi wajahnya yang memerah dengan kedua tangannya, "tadi pagi aku dijemput kak Bian."

"Tanpa aku minta." sambungnya tersenyum manis.

Kavi dan Bela menganga, apa Bian mulai luluh?. "Jadi kak Bian mulai cair?"

Arin mengangguk ragu lalu menumpukan wajahnya di meja, "kata kak Bian, kak Radya gak tinggal di rumahnya lagi."

"Hahh..terus dimana?" tanya Bela.

"Katanya sih di apartemen."

Bela mengangguk, "kayak nya lo harus minta maaf sama dia deh, kemaren lo buas banget."

Arin mendongak lalu mengangguk, entah setan apa yang merasukinya sehingga bisa mengucapkan sekasar itu kemarin pada Radya.

"Tapi mungkin kak Radya gak akan maafin lo, dan lebih parahnya dia bakal benci sama lo."

Arin mendongak lalu menatap memelas pada Bela yang menatapnya iba, "tapi kan kemarin aku gak salah, wajar dong aku ngungkapin keresahan aku."

Kavi melebarkan matanya mendengar penuturan Arin, "jadi lo gak mau minta maaf?."

Arin menggeleng yakin, "lagian kak Bian udah mulai deket sama aku, jadi aku gak butuh kak Radya lagi."

Kavi dan Bela semakin melebarkan matanya, mereka melihat Arin yang berbeda dari biasanya, "gak tau diri lo!." ejek Kavi yang tak dipedulikan Arin.

......

"ARIN... KANTIN YUK.." teriak Rian di depan kelas Arin.

Hal itu membuat beberapa murid yang masih di kelas Arin bisik bisik,  membicarakan perempuan yang tengah tersenyum malu itu.

Perempuan itu berjalan pelan menuju Bian, Rian dan Ansel yang berdiri di depan pintu kelasnya. Arin melihat tatapan Bian yang berbeda, biasanya Bian akan menatapnya cuek dan datar namun kali ini Bian menatap nya teduh dan hangat.

"Yuk!" ajak Bian lalu menautkan jari besarnya ke jari kecil Arin yang pas di genggamannya.

Melihat itu Arin semakin melebarkan senyumnya, dia menunduk malu saat Bian mengusap lembut kepalanya di depan banyak orang yang menatap mereka kaget.

ALBIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang