Sebulan lebih berlalu setelah kejadian tragis itu, semua berubah entah sikap atau suasana. Yang biasanya ceria dan berisik seperti Rian, bisa pendiam dan pemarah. Dan akibat trauma yang mendalam Rian juga harus bolak balik berkonsultasi dengan psikolog.
Artha? masih sama, tak ada yang berubah datar dan dingin. Ansel pun begitu, sang pencair suasana yang sekarang mudah mendingin. Dia yang sering melontarkan beberapa guyonan yang biasanya dibalas antusias oleh Rian sekarang berbeda, hanya ada senyum tipis bahkan di acuh kan.
"Jangan diem bae mas." ucap Ansel duduk mendekati Rian.
Rian menoleh lalu mendengus kesal, "jauh jauh dari gue lo!." Rian mendorong pelan lengan Ansel.
"Lemes amat, tipes lo?!."
Rian tersenyum tipis, "darah rendah." jawabnya untuk gurauan garing khas Ansel.
Artha melihat itu hanya menggelengkan kepalanya pelan, sesekali melihat ke satu pintu yang ada tepat di depannya. Pintu yang di dalamnya terdapat satu hal yang mereka sembunyikan hampir satu bulan ini bermodalkan informasi palsu.
"Bian apa kabar ya?, Gue udah hampir seminggu gak ketemu dia." tanya Rian menerawang ke depan.
"Hampir gila." jawab Artha yang membuat Ansel terkekeh.
"Kata Tante Erlita, Bian sering ngobrol sendiri bahkan ketawa ketiwi di kamarnya seolah lagi ngomong atau ngelakuin suatu hal sama orang padahal gak ada siapa siapa." sambung Artha dengan tatapan sendu
"Jangan jangan itu arwahnya Radya." tebak Ansel menerka nerka.
"Tapi kalau lama lama kayak gitu, Bian bisa beneran gila sih." balas Rian prihatin.
"Radya itu ibarat nyawa buat Bian, jadi sebenernya mereka berdua itu udah mati bareng kemaren." jawab Artha penuh arti.
Rian mengangguk mengiyakan lalu mengedarkan pandangannya melihat markas yang sangat sepi, "ini generasi sekarang pada rajin rajin ya?, gak ada yang bolos satu pun."
"Mereka di Warsih." jawab Artha lagi.
"Ehh pembangunan gimana?, lancar?,"
Artha mengangguk, "tinggal renovasi beberapa terus selesai."
Ansel menghela nafasnya, "syukur deh, semoga Rara seneng."
Pembangunan yang di maksud adalah, sekolah yang ingin dibangun Radya untuk orang orang yang kurang mampu. Dan itu benar benar di wujudkan oleh mereka berharap bisa menjadi amal jariyah untuk Radya nantinya.
Inget gak?
"Pasti dia seneng kok, apalagi kalau kita kayak dulu lagi." celetuk Ansel.
"Berat." lirih Rian memandang Ansel yang memainkan rubik milik Desta.
"Kalaupun bisa gak mungkin sama." sambungnya.
"Bian sih hancur banget." gumam Ansel.
Rian mengangguk lalu mengambil napasnya dalam, "semua hancur, tapi Bian jauh lebih hancur."
"Gue gak bisa bayangin hidupnya sekarang, gak tertata banget semua waktunya di pakai kerja dan mengkhayal."
"Dia dijodohin ya?" celetuk Artha mendengar kabar jika Bian dijodohkan dengan seorang wanita kalangan atas. Yang pelakunya tak lain tak bukan adalah Harvi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBIAN
Teen FictionAlbian Athalla Brawijaya, cowok dengan sejuta pesonanya yang dapat memikat kaum hawa. Berperan juga sebagai ketua geng motor terbesar. Kebengisannya dalam membantai semua musuh musuhnya membuatnya semakin di segani. Tapi siapa yang menyangka, di bal...