Bian menatap dirinya di pantulan cermin kamarnya, setelan kemeja terpasang pas di tubuhnya. Sebenarnya ini adalah paksaan dari Erlita agar dia menemui orang tua perempuan yang rencananya akan di jodohkan dengannya untuk menolak tawaran perjodohan itu.
Dengan terpaksa Bian pun harus menemui para orang orang tak penting itu agar hidupnya tak di ganggu lagi, mungkin setelah ini dia tak akan mau tinggal di rumah ini lagi.
Rasanya dia muak melihat wajah ayahnya yang sudah berniat memisahkan ikatannya dengan Radya dengan menikahkannya dengan perempuan lain.
Dasi hitam itu menggantung di lehernya, sejak dulu memang Bian tak bisa mengikat dasi. Sejak dulu jika ingin memakai dasi yang memakaikannya adalah Radya.
Cowok itu tersenyum miris, lagi lagi kenangan itu berputar di otaknya. Saat saat yang sangat bahagia.
Bian memejamkan matanya, memanggil nama Radya dalam hatinya. Jika kalian bertanya kenapa Bian suka memejamkan matanya sambil memanggil nama Radya.
Itu karena saat Bian membuka matanya kembali dia seakan melihat Radya ada di depannya berdiri sambil tersenyum seperti saat ini, gadis dengan balutan dress berwarna dusty pink itu berdiri tepat di depan Bian sambil tersenyum lebar.
"Kenapa sayang?."
Bibir Bian seketika mengerucut, dia memegang dasi yang menggantung di lehernya, "gak bisa Ra." rengeknya menatap gadis itu memelas.
Terlihat Radya menggelengkan kepalanya pelan sambil memberikan senyum tipisnya, gadis itu melangkah maju mendekati Bian lalu mulai mengikat dasi itu dengan telaten.
Dan seperti biasa Bian akan merengkuh pinggang ramping Radya, sambil menatap lekat gadis berwajah cantik namun terlihat serius ini. Bian tersenyum kecil terserah lah orang ingin menganggapnya apa yang terpenting saat ini dia masih bisa melihat Radya yang selalu bersamanya.
Cup....
Radya mendongak lalu tersenyum malu, dia menunduk lalu memilin dasi yang hampir jadi itu membuat Bian berdesis gemas, Radya memang tak pernah berubah tak sedikitpun berubah.
Namun seketika senyum lebar Bian menghilang saat matanya menatap lurus ke depan ke arah cermin, ternyata tak ada bayangan Radya di sana hanya ada bayangan dirinya dan tangannya yang merengkuh pinggang Radya sedang menggantung di udara.
Lelaki itu kembali menunduk, matanya kembali melihat wajah Radya yang masih sibuk mengikat dasi. Dia tak akan pernah mau lagi melihat ke cermin karena itu sedikit melukai hatinya.
Itulah mengapa cermin di sebut sebut menjadi benda terjujur di dunia ini, memang nyatanya Radya tak pernah terlihat lagi kecuali di mata Bian. Entahlah hanya khayalan atau benar adanya Radya ada disitu.
"Kenapa?, Aku gak kelihatan ya?." tanya Radya agak berbisik.
Bian melihat gadis itu sudah selesai mengikat dasinya dan masih berdiri di depannya, menatapnya penuh kasih seperti biasanya.
"Kacanya jelek, besok aku buang." Jawab Bian sambil memakai jam tangan branded miliknya.
Radya mundur ke belakang Bian, melihat bayangan lelaki itu yang terlihat sangat tampan dan nampak sangat dewasa dengan setelan jas hitam dan kemeja putih.
"Gak papa aku emang udah gak bisa kelihatan siapapun lagi."
Bian menoleh ke belakang, menatap wajah gadis yang masih tersenyum tipis itu. "Yang penting kan gue masih bisa peluk lo."
Tanpa membuang waktu Bian langsung memeluk Radya, merengkuh gadis itu dengan sangat erat di balas tak kalah erat oleh Radya.
"Kamu di tungguin di bawah tuh, awas ya kamu ngelirik cewek lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBIAN
Teen FictionAlbian Athalla Brawijaya, cowok dengan sejuta pesonanya yang dapat memikat kaum hawa. Berperan juga sebagai ketua geng motor terbesar. Kebengisannya dalam membantai semua musuh musuhnya membuatnya semakin di segani. Tapi siapa yang menyangka, di bal...