72

6.7K 440 177
                                    

Seorang cewek dengan kepala menunduk mulai memasuki pelataran SMA Kalingga, banyak cacian untuknya namun telinganya bagai sudah tuli mendengar itu semua.

Masih berani beraninya sekolah disini...

Kamvungan!!

Najis ih...

Jangan deket deket ntar ketularan kumannya..

Ihhh lonte...

Kok dia masih sekolah sih?.

Arin menutup telinganya rapat rapat saat semua siswa dengan terang terangan membicarakan hal buruk tentangnya, walau terhalang biaya Arin tetap kekeh masuk sekolah meski hanya tinggal beberapa bulan lagi.

Lagipula pasti bapaknya pasti mengerti jikalau bersekolah disini adalah impiannya sejak dulu, jadi bapaknya pasti berusaha untuk melunasi biaya SPP Arin walau bekerja serabutan dan tak tentu gajinya.

Saat memasuki koridor dia melihat Radya yang berjalan seorang diri, berbeda dengan dirinya yang di gunjing Radya justru di puji puji dan itu seketika membuat Arin sangat marah.

Tangan kecilnya mengepal erat, rasa ingin menyingkirkan Radya menggebu gebu di hatinya. Namun rasanya dia sudah kapok berurusan dengan orang orang kaya itu.

Telinganya seketika memerah mendengar pujian pujian yang di lontarkan untuk Radya, ingin dia berteriak bahwa tak ada gunanya memuji cewek jahat itu. Baginya Radya tak lebih dari seorang penjahat yang ingin menghancurkan hidupnya.

Segera dia mengambil langkah berlari, dengan sengaja Ia menabrak bahu Radya dari belakang hingga cewek cantik itu hampir tersungkur, dan langsung berlari menuju kelasnya walau di soraki beberapa siswa yang kebetulan melihat itu.

Radya melihat gadis kecil yang berlari menjauhinya dengan datar, tangannya menepuk nepuk bahunya sendiri seakan menghilangkan kuman kuman yang menempel.

"Najis." gumamnya lalu melangkah ke kelasnya sendiri.

Kembali pada Arin, cewek itu memasuki kelasnya dengan ragu melihat tatapan penuh kebencian dari semua teman sekelasnya kecuali kedua sahabatnya yang masih setia bersamanya hingga saat ini.

Hari sebelumnya para teman sekelasnya sudah ramai ramai protes ke guru agar memindahkan Arin ke kelas lain tapi kelas lain pun menolak, yang berarti Arin sudah tak di harapkan dimanapun.

Tapi para guru tak memindahkan Arin kemanapun dan masih pada kelas awal yang membuat beberapa siswa di kelas itu menelan kekesalannya bulat bulat.

Cewek itu duduk di bangkunya paling pojok, sendiri. Karena Bela dan Kavi ada di meja depannya berdua. Dia melamun jangan tanyakan betapa sakitnya hati Arin saat ini.

Dan saat ini dia masih menuduh Radya lah yang melakukan ini semua.

Seandainya dia tak berurusan dengan semua orang ini pasti hari ini dia bisa hidup tenang tanpa gangguan apapun, dan seandainya dia bisa menyingkirkan Radya saat itu.

Andai saja setelah kecelakaan itu Radya mati, pasti hari ini dia akan hidup lebih nyaman. Dan semua perlakuan buruk yang dia dapatkan ini akan setimpal dengan rasa senangnya.

Saat tengah melamun tiba tiba benak Arin terpikir nama seorang yang mungkin bisa dia ajak berkerjasama untuk menghancurkan Radya.

SADEWA?..

Arin tersenyum samar, dia berdiri lalu menepuk nepuk pundak Kavi membuat cewek itu menoleh. "Kenapa?." tanyanya.

"Aku mau nanya, Kavi."

"Apa?," tanya Kavi lagi menatap Arin intens.

Bela pun ikut menoleh ke belakang menatap Arin yang terlihat serius.

ALBIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang