18

11.6K 529 18
                                    

Happy reading...

Enjoy.

****

"Woyy udah pada kumpul nih,"

"Hmm gue otw."

Tut.

Ansel mengumpat dalam hati ketika panggilan itu diputus sepihak oleh Bian disana, 'begini amat singa pms'.

"Bian otw katanya," mereka bertiga hanya mengangguk menjawab Ansel.

"Perang besar nih nanti," celetuk Desta kemudian meregangkan ototnya.

"Iyaalah, jangankan Bian gue aja gedeg," balas Rian.

"Kita liat aja nanti," ucap Artha tajam mengingat revols selalu membuatnya marah sekaligus kecewa.

Dulu gators dan revols adalah saudara sebelum kejadian itu membuat mereka terpecah belah hanya karena adu domba dari biang masalah dari ini semua, yaitu kakak Alan.

"Gimana?," tanya Bian sedikit berlari dengan wajah datar khas nya tapi sekarang terlihat emosi.

"Udah kumpul semua tinggal berangkat aja," jawab Ansel tenang.

"Yok lah gas!," ajak Desta lalu diangguki oleh mereka semua.

"Tahan emosi lo," ucap Artha datar lalu menepuk pelan bahu Bian.

"Hmm."

.....

Bian tersenyum miring melihat Alan dan anggota Revols mulai berdatangan dari arah berlawanan dengan membawa senjata. Balok kayu, besi, bahkan parang.

"Haiii sahabat," sapa Alan pada Artha yang menatapnya datar.

"Lama gak ketemu gimana pacar lo yang udah mati?,"

Bugh..

Bukan Artha tapi Desta yang membogem keras rahang Alan hingga sudut bibirnya mengeluarkan darah

Alan tersenyum miring tak urung meringis. pukulan Desta memang tak pernah main main, "emosian huh," ujar sang wakil ketua revols.

"Iye napa gak terima lo," jawab Bian garang.

"Santai dong anjing!," balasnya.

Alan maju lalu menepuk bahu Bian pelan, "gimana rasanya Radya?, gue juga mau cobain." tanya Alan tersenyum licik.

"Bangsat! jaga omongan lo," bukan Bian tapi Ansel yang maju lalu memukul rahang Alan kembali hingga mundur beberapa langkah.

Alan tersenyum miring lagi, "ohh lo juga udah pernah coba Radya," Ansel mati matian menahan emosi yang bergejolak di tubuhnya.

Dua hal yang bisa memancing emosi gators hanya 2 nama tak lain adalah Radya dan Naina. Dan sekaligus menjadi kelemahan mereka.

Bian maju dan merangkul pelan bahu Alan seolah berteman dan tersenyum keji, mari menguji mental Alan.

"Gimana rasanya orang yang lo cinta, terobsesi sama gue." bisik Bian tepat di telinga Alan.

ALBIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang