Suasana sarapan yang biasanya hangat dan ceria menjadi berbeda pagi ini, Ningsih menatap Arin yang mengaduk makanannya tak berselera.
"Makan kak sarapannya!" peringat Ningsih yang langsung diangguki Arin.
Wanita paruh baya itu menatap iba putrinya itu lalu menoleh ke Yanto yang juga menatapnya, "kak kamu gak papa kan?"
Arin menoleh lalu tersenyum dan mengangguk, "gak papa kok Bu, lagian Arin udah biasa di gituin."
Hati orang tua mana yang tak sakit mendengar anaknya di hina di caci maki dan di permalukan, Arin menceritakan semuanya kecuali masalah dirinya dan Bian malam itu.
Mungkin kalau yang itu Arin tak akan menceritakannya, takut di usir.
Yanto mengelus kepala Arin pelan, "ayo bapak anter nduk!."
Gadis itu tersenyum lalu mengangguk dan menyalimi tangan ibunya tak lupa mencium pipi adiknya sekilas, segera menyusul bapaknya yang sudah menunggunya.
"Ayo pak."
Yanto mengangguk lalu mulai menjalankan motornya pelan, "maafin bapak ya nduk."
Arin mengerutkan keningnya binggung, "maaf kenapa pak?"
"Maaf bapak gak bisa ngapa ngapain, kita orang gak punya mau ngelawan pun pasti kalah."
Arin terdiam, hatinya semakin berdenyut. "Bapak gak salah ini salah Arin,"
"Arin gak papa, bapak gak usah khawatir."
Yanto menepikan motornya tepat di depan gerbang SMA Kalingga yang masih sepi itu, lalu mencium kening anak gadisnya itu dengan sayang.
"Belajar dulu yang bener, katanya mau ngangkat derajat bapak."
Arin tersenyum lalu mengangguk semangat, "Arin janji, bakal banggain bapak sama ibu."
Yanto mengangguk lalu melaju pergi, setelah tak melihat motor bapaknya lagi Arin bergegas berlari menuju kelasnya yang mungkin masih kosong.
Arin berjengit kaget saat melihat Bela yang sudah duduk di bangkunya dan tersenyum padanya, "Bela, udah dari tadi?"
"Baru aja sih" jawab Bela lalu memutar kursinya.
Bela menajamkan matanya lalu menyentuh pipi Arin yang memerah, "Lo ditampar siapa?"
"Emang keliatan banget ya?"
"Ya nggak sih, kan gue deket jadinya liat."
Arin menghela nafas lega lalu memandang Bela yang tengah asik melihat layar ponselnya, "Bela liat apa?"
Bukannya menjawab Bela malah balik bertanya, "lo udah gak sama kak Bian?."
Arin menghembuskan napas berat lalu memutuskan untuk menceritakan apa yang terjadi padanya kemarin.
"Arin..." iba Bela.
Bela bangkit lalu memeluk Arin dari belakang, Arin tersenyum mengigit bibir bawahnya menahan tangis yang ingin keluar.
"Tapi lo harusnya gak nawarin badan lo sih!." celetuk Kavi yang mendengar cerita Arin tadi.
Arin hanya menunduk malu, dia sangat malu dan menyesal malam itu termakan omongan Isma, "aku nyesel Kavi, aku gak tau harus apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBIAN
Teen FictionAlbian Athalla Brawijaya, cowok dengan sejuta pesonanya yang dapat memikat kaum hawa. Berperan juga sebagai ketua geng motor terbesar. Kebengisannya dalam membantai semua musuh musuhnya membuatnya semakin di segani. Tapi siapa yang menyangka, di bal...