#84.

285 30 1
                                    

-84-






Embun beku memenuhi ruangan tempat tubuh Amora terbaring. Di sampingnya Dragen masih tetap setia menggenggam tangan dingin itu tanpa peduli jejak es yang juga mulai merayap membekukan tangannya.

Tanda. Ah tidak, maksudnya, kemungkinan sudah terjadi tiga tahun yang lalu, semua menjadi kacau, tidak satupun dari Dragen, Leraen atau Amora sekalipun yang tahu apa yang mereka hadapi setelahnya.

Dragen sudah mendapatkan fisik dewanya di kehidupan kedua Amora, Leraen juga sudah mendapatkan fisik dewanya saat dia sekarat karena kekuatan gelap, tinggal Amora yang belum mendapatkan tubuh fisik dewanya walaupun sudah memaksa kebangkitan. Hal ini cukup mengherankan, 'apa ini tanda kemunculan tubuh fisik dewa Amora?' itulah yang ada dalam pikiran Dragen saat melihat jejak kuno di kening Amora.

Dulu Dragen terbakar oleh api naganya sendiri untuk mendapatkan tubuh fisik dewanya, itu terjadi saat dia tidak sengaja menerobos dalam keadaan terluka parah.

Leraen tidak sadarkan diri dengan aura gelap yang mengelilingi tubuhnya selama satu bulan lebih. Saat itu terjadi dia tidak bangun sama sekali, nafasnya menipis, selain itu terjadi badai dengan angin kencang yang berpusat dari tubuhnya, dan mengacaukan gunung tempatnya bersembunyi.

Jadi apakah yang Amora hadapi adalah es? Apa tantangannya es? Seperti Dragen yang terbakar oleh apinya sendiri?.

Apa tubuh dewanya muncul karena dia memaksa menggunakan kekuatannya secara berlebihan kemarin? Jika itu benar maka Dragen bisa menghela nafas lega karena itu artinya separah apapun yang akan Amora hadapi, dia percaya Amora bisa.

Saat salah satu dari mereka mendapatkan fisik dewa mereka kembali, tidak ada satupun yang bisa di lakukan sebagai bentuk bantuan, karena itu adalah ujian akhir yang harus diambil secara pribadi.

Jadi Dragen hanya bisa menemani seperti Amora menemaninya saat itu. "Bertahanlah" bisik Dragen dengan suara serak karena dingin.

Sejatinya, nafas Amora sangat stabil, wajahnya pucat dengan embun beku yang menempel di kedua belah pipinya. Amora terlihat indah, seakan-akan dia adalah patung lilin daripada seorang manusia.

Uhuk uhuk

Dragen bergetar, rasa dingin terasa menusuk jantungnya sampai dia tidak bisa membuka mata dan melihat dengan jelas.

Menekan dadanya, Dragen memuntahkan seteguk darah merah, tapi sesakit apapun itu, dia masih bertahan di tempatnya, menggenggam tangan Amora erat tanpa niat melepaskannya, sampai akhirnya tubuh Dragen bergetar lalu kehilangan kesadarannya di dekat Amora.

Di luar kastil semua orang hanya mampu menarik nafas dingin saat melihat lebih dari setengah dinding kastil tertutup es dengan warna biru keunguan.

"Tuan?" Panggil Juan panik saat melihat tubuh Leraen terhuyung, untung saja Juan juga Riku yang berdiri di belakangnya dengan sigap menangkap tubuh Leraen agar tidak terjatuh ke tanah.

Leraen memejamkan matanya saat merasakan sakit yang luar biasa di jantungnya, dia pernah merasakan ini dulu, jadi saat merasakannya lagi, ada rasa senang juga lega di samping rasa khawatir.

"Tidak apa-apa" jawab Leraen pelan sebelum akhirnya ikut kehilangan kesadarannya.

Kondisi Leraen yang berubah tiba-tiba membuat Juan dan yang lain diliputi rasa bingung juga khawatir.

"Tuan!!" Juan menahan tubuh Leraen, dia menoleh menatap Riku yang juga menatapnya "bagaimana ini?" Tanya Juan dengan suara pelan.

Riku menggeleng tak berdaya "sebaiknya kamu bawa tuan Leraen ke gedung saja, ini sudah cukup larut, tidak akan ada yang melihat kekacauan ini jika tidak ada yang mendekat. Sebagian dari kita akan tetap tinggal untuk memantau sekitar."

AMORA CALLISTA IFRYA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang