#53.

771 60 0
                                    

-53-






.........
Malam datang, cahaya samar-samar bulan yang berusaha menyentuh mereka dari sela-sela dedaunan rimbun membuat suasana yang dingin terkesan lembut.

Masing-masing orang sibuk dengan kegiatan mereka, ada yang bercanda, sekedar berbicara, dan hal lainnya. Malam ini tim pemburu mendapatkan tiga ekor rusa berkurang sedang. Semua orang makan dengan nikmat, tidak ada batasan diantara mereka.

Amora yang duduk di depan menatap orang-orang nya dengan senyum tipis. Mereka terlihat bahagia dengan hal sederhana, dia menyukainya dan beranggapan jika hal ini menyenangkan.

Dalam waktu singkat, beberapa kenangan yang sepele bisa begitu melekat di hatinya karena sebuah kehangatan.

Rasa memiliki keluarga walaupun tidak berbagi darah yang sama, Amora berpikir, bukankah lebih indah kalau keluarganya, orang yang berbagi darah yang sama dengannya juga bisa dia gapai seperti ini.

Sayangnya keinginan sederhananya, sekedar makan di meja yang sama dan terlibat dalam pembicaraan keluarganya hanya sebuah khayalan semata. Karena sampai kapanpun keinginan sederhananya itu tidak akan pernah bisa dia rasakan.

Ayahnya tidak menyukainya, ibunya sudah lama tidak, dua saudara kandungnya sama sekali tidak perduli padanya, satu-satunya saudari perempuannya hanya menanggap dia duri yang harus di hilangkan agar tidak mengganggunya, ibu tirinya selalu berusaha menyingkirkannya padahal tidak ada apapun lagi yang bisa mereka ambil darinya. Dia tidak punya barang berharga satupun, baik itu emas, perak, berlian dan mutiara jadi apa yang mereka inginkan, dia hanya punya satu nyawa yang rusak.

Kakak tirinya yang selalu menemaninya diam-diam kini menjauh tanpa alasan. Ben pergi darinya, kakaknya itu tidak pernah lagi datang sekedar untuk melihat keadaannya atau sekedar menyapa dengan senyuman hangatnya.

Ben tidak lagi diam-diam mengobati lukanya, tidak lagi diam-diam membawakannya kue kering atau makanan yang dia ambil dari dapur, tidak pernah lagi menghiburnya dan mengatakan 'semua akan baik-baik saja, kakak ada di sini'.

Malaikat pelindungnya itu kini sudah berubah, dia ingat dia pernah berusaha menemui Ben saat laki-laki itu kembali kerajaan setelah sekian lama pergi ke luar.

Dia dengan rasa rindunya berjalan dengan tubuh gemetar, dia hanya berharap bisa bertemu dengan sosok itu lagi.

Dengan senyumnya dia menyapa, sayangnya yang dia dapatkan hanya lirikan kosong tanpa ekspresi sedikit pun.

Ben tidak berbicara satu katapun, dia hanya menatapnya sekilas lalu pergi begitu saja. Walaupun Amora bingung, dia masih bisa mengerti arti sorot mata diam itu.

Di sana dia hanya bisa menunduk dan menertawakan dirinya sendiri di dalam hati.

Hari itu akhirnya dia sadar kalau satu-satunya orang yang bersikap hangat padanya di istana yang dingin sudah menyerah.

Entah apa alasannya, Ben memilih menyerah padanya, dia benar-benar tidak lagi menemuinya.

Satu-satunya obat dari lukanya ternyata datang memberi luka yang lebih dalam. Sakit di fisiknya akibat siksaan tidak lagi terasa seberapa karena sakit sesungguhnya ada dalam hatinya.

'dengar ini, sampai kapanpun kakak laki-laki akan selalu menjagamu, kakak janji apapun yang terjadi nanti, kakak akan selalu ada di belakangmu.

Menoleh lah, dan kamu akan melihat kakak berjalan pelan mengikuti langkah kecilmu. Jangan peduli dengan dunia yang jahat, kamu berarti, kamu berharga dan kamu akan menemukan kebahagiaan mu nanti.

Kamu sangat baik, kamu anak baik, bukankah ibu permaisuri juga akan menjaga mu dari sana. Kamu harus tahu, kalau kamu kuat, masih ada jalan panjang di depan jadi pastikan untuk bertahan. Jangan sedih, Jangan menangis lagi yah, ayo kita obati dulu lukanya.' janji memang hanya janji.

AMORA CALLISTA IFRYA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang