-17-
Kembali pada Amora, racun yang digunakan Amora untuk memandikan pedangnya adalah racun yang dia racik sendiri. Tidak hanya satu, melainkan 23 jenis racun mematikan dia gunakan untuk pedangnya, wajar saja jika pedangnya adalah senjata paling berbahaya.
Komposisi racun-racun itu tidak akan langsung membunuh, paling lama korbannya akan bertahan sehari, tapi sekalipun mereka selamat, mereka tidak akan bisa menemukan penawarnya dalam waktu sehari, toh yang memiliki penawarnya hanya Amora selaku peraciknya.
Dua orang dari lima orang pembunuh bayaran itu kini sudah tumbang menyusul ketua mereka yang sudah lebih dulu terbaring tenang di sana, entah mungkin sudah kehilangan nyawanya atau sekedar kehilangan kesadarannya. Luka ketua mereka cukup fatal, lihat saja perutnya terkoyak lebar hingga terlihat sangat mengerikan, darahnya juga terus keluar, mungkin orang itu mati karena kehilangan banyak darah.
Senyum manis Amora yang tadinya tak lepas kini berganti menjadi seringai mengerikan saat melihat kedua orang yang tersisa berusaha melarikan diri.
"Segel api, penjara jiwa" Amora jelas bukan orang baik, dia tidak akan melepaskan orang yang mengusiknya, dengan tanpa ragu gadis itu melemparkan mantra sihirnya untuk menangkap dua orang yang masih tersisa.
"Tidak perlu berusaha seperti itu, sekeras apapun kalian berusaha kalian tidak akan bisa lepas." Delik Amora melihat keduanya mengerang kesakitan sambil berusaha melepaskan diri.
"Kenapa tidak membawa lebih banyak orang, setidaknya 20-50 itu pasti sangat menyenangkan" Amora sebenarnya masih ingin bertarung, sayangnya yang datang hanya orang-orang bodoh yang sok hebat. Dia bisa saja langsung menyelesaikan pertarungan dalam satu menit, tapi dia ingin bermain jadi yah 10 menit sudah cukup untuknya.
"Akhhhh..." Teriak kedua orang itu secara bersamaan. Tubuh mereka tidak dapat di gerakan, semuanya menjadi mati rasa nafas mereka serasa di cegat dan tubuh mereka terasa sanggat panas.
"Owh ayolah kalian pembunuh bayaran mengapa lemah sekali Hem, katanya ingin bermain tapi kalian sudah lemas seperti ini sungguh tak seru" ujar Amora dengan suara mengejeknya.
"Ayo kita main lagi, em aku mulai darimana tangan, kaki, tubuh, atau leher, eh tidak-tidak jangan leher, nanti kalian malah langsung mati lagi, kan ga asik kayak si bodoh itu" ujar Amora menunjuk ketua mereka dengan pedangnya "bagaimana menurut kalian, yang mana yang paling bagus untuk aku mainkan dengan pedang ku ini" tanya Amora dengan suara dingin dan sekali-kali terkekeh kejam, sorot matanya menjadi tajam, segel itu sama sekali tak Amora lepaskan.
Amora berjalan mendekat semakin dekat dan keduanya yang mendengar kata-kata Amora menjadi kalang kabut karena ketakutan.
Aura di sini semakin mencekam, seakan atmosfer bumi semakin menipis.
"Bagaimana ayolah jawab apa kalian akan diam saja aku sudah tak sabar untuk bermain" desak Amora dengan suara nya yang berganti dengan nada riang nya dan senyuman itu sangat manis tapi menjadi menakutkan.
Tubuh keduanya bergetar wajah mereka juga terlihat pucat pasi. "Ampun, tolong, tolong lepaskan kami. Maafkan kami" ujar salah seorang dari keduanya dengan suara bergetar.
"Tidak asik"
"Am-ampun princess am-ampun ampuni kami princess" pinta salah satu dari keduanya yang sudah tak mampu menahan rasa sakit, serta aura intimidasi berpadu dengan keinginan membunuh yang besar dari gadis kecil di depan mereka itu.
"Unghhh tidak akan aku masih ingin bermain bukanya kalian yang mengajakku bermain, kalian bilang akan membuatku puas tapi sekarang aku belum puas hahahaha" tawa Amora menggema membuat suasana semakin mencengkam.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMORA CALLISTA IFRYA ✓
Fantasy(THE STORY IS REAL MY KARYA) _________________________________________ Amora dengan beberapa cerita yang terlupakan. Dari beberapa kehidupannya, dia sudah menjalani banyak versi hidup. Mulai dari menjadi putri yang paling di jaga, menjadi nona muda...