Mistake

39.3K 1.3K 137
                                    

Untuk mengurangi rasa bersalah Tata karna part lalu endingnya gantung, Tata ngetik Ini buat kalian. 55555 ...

Nanti kalau Tata bisa mikirin alurnya, Tata lanjut yang lalu kok, maybe🙏

Part ini part gak jelas. Jadi tinggalin JEJAK dan beritahu TYPO!

Helikopter wan-kawan!!!


Anka menyatukan tangan di dada, memohon dalam hati agar orang yang ditabraknya itu selamat. Darah dan rasa sakit yang tersebar ditubuhnya tak begitu ia hiraukan. Hanya pria itu yang terus menari di pikirannya.

"Anakku!!! Anakku ..." Histerisan wanita paruh baya membuat hati Anka makin sakit.

"Maaf, nyonya," Anka mengepalkan tangannya menunduk. "Semua ini karena saya."

Wanita yang semula histeris itu menatap penampilan Anka yang begitu berantakan. Wajah cantiknya juga terdapat beberapa luka yang lumayan parah.

Tangan si wanita baya itu melayang membuat Anka memejamkan mata bersiap menerima tamparan. Namun beberapa detik hanya rengkuhan yang ia dapat disertai tangisan pilu. Tangis Anka pun ikut pecah.

"Nak, obati dulu luka kamu."

"Maaf, nyonya. Saya  tidak akan pergi. Saya akan tetap menunggu putra nyonya sampai ia sembuh."

Selati—wanita paruh baya itu—hendak menyela, namun urung mendengar ucapan Anka. "Izinkan saya menjaga putra anda, untuk menebus kesalahan saya. Saya mohon."

"Dengan keluarga Pratama."

Selati langsung mendekati dokter yang baru saja keluar dari ruangan anaknya. "S-saya, dok. Saya ib-unya."

"Mari berbicara di ruangan saya."

Selati mengekori dokter itu hingga keruangannya, sementara Anka terus memperhatikan tubuh yang hampir semuanya dililit perban. Nyeri pada pinggulnya tak begitu ia hiraukan. Bahkan tubuhnya hampir mati rasa karena luka yang menganga cukup lebar.

Selati keluar dari ruangan, kristal bening itu terus mengalir dipipi keriputnya. Isakan pelan pun terus terdengar.

"Nyonya?"

"Bagaimana sama masa depan anakku, Tuhan? Kenapa Engkau memberi ujian seberat ini untuk putraku." racauan disertai tatapan kosong Selati makin menyesakkan dada Anka.

Anka menangis penuh penyesalan mendengar lirihan Selati. "Putraku koma, lumpuh dan ... buta."

"Nyonya," lirih Anka menatap Selati yang juga menatapnya, "biarkan saya menjadi perawat putramu hingga sembuh. Saya janji, akan mencarikan pendonor mata untuknya. Pegang janji saya!"


***



"Angela membatalkan pernikahan kalian."

"Ma, tolong temui Ela, bilang sama dia jangan batalin ini, ma. A-aku butuh dia, ma."

Selati terisak dipinggir ranjang sang anak. Mencoba untuk menguatkan buah hatinya melalui genggaman tangan. Sebagai seorang ibu, jelas Selati sakit hati melihat anaknya di buang dengan tidak hormatnya.

"Prata, Ela pindah."

"Ma, carikan Ela untukku. Aku ingin dia nemanin aku disini, ma. Aku gak mau batal nikah sama Ela," lirih Prata.  "Aku gak papa gak bisa melihat dan berjalan, asal Ela disampingku." Kemudian Prata tertidur, efek obat.

"Maafin mama, sayang." Selati menggigit bibirnya. Merasa gagal menjadi seorang ibu.

"Nyonya," panggil Anka pelan. Maniknya berkaca mendengar ucapan korbannya. Selati menoleh digenangi air mata, "biarkan saya menjadi penggantinya." Anka berjalan kesamping dan bersujud dikaki Selati.

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang