Hai hai haiii!!
Tata up lagi nih, ehehe:)
Pasti pada kangen sama kecantikan tiada tara Tata kan?! Ngaku lo—*plak.
Aduh! Oke oke, thank you banget buat kalian yang sudah vote sama komen. Maaf ya Tata jarang balas komenan kalian. Tata lagi sibuk soalnya. Biasa calon ayang gak bisa jauh dari kehangatan ranj—*plak.
Auh! Jangan nampar dong. Tata itu orangnya lembut, gak pernah kasar. Makanya cerita Tata happy semuany—*plak, plak, bugh.
Uhuk ... uhuk. S-se-belum Ta-ta pink-sun uhuk ... T-tata ma-u nge-t-tik
Happy Reading
Perempuan kacamata lensa itu menunduk menghindari senyuman manis dari salah satu manusia bejat di lapangan. Tubuhnya gemetar mengingat sentuhan hina dua minggu lalu. Sakitnya perlakuan fisik juga batin mengusik otaknya. Hingga tanpa terasa air mata jatuh dipipi wanita kacamata.
"Heh, cupu! Ngapain lo disitu?! Pergi sana! Kehadiran lo itu ngerusak good mood gue tau gak?!"
Menunduk, Luci berjalan menjauhi perempuan yang ia ketahui orang berpengaruh kesekian disekolah. Sepasang sepatu terlihat dihadapan membuat Luci mau tak mau terhenti. Lebam hasil tamparan siswi dua hari lalu terlihat samar saat ia mengangkat pandangan menatap pelaku penghadang langkahnya.
"Cupu, haii."
Sapaan itu, Luci yakin ada hal buruk dibaliknya. Luci kembali menunduk menyembunyikan tangan gemetar di dalam jas kebesaran nya.
"Balas dong. Gue nungguin nih."
Sedikit mengangkat kepala, Luci membalas takut. "H-hai Gizelle."
Senyum lebar Gizelle ukir. Ia menepuk puncak kepala Luci lalu menepuk kedua tangannya seolah ada kuman. Senyum nya berubah menjadi tawa remeh. "Kenapa lo gak minggat dari sini? Apa lo menikmati permainan kami?" tanya Gizelle pelan. Tawanya semakin meremehkan kala mendapati lawannya bergetar ketakutan.
"Gue muak sama orang munafik kayak lo, Luci. Sok lemah, gampang ditindas. Gue benci manusia sampah macam lo."
Air mata terus mengalir. Luci bahkan tak bisa mengeluarkan isakan saking takutnya. Gizelle yang mengetahui hal tersebut berdecih. "Sampah!" Makinya berlalu meninggalkan Luci.
Beberapa siswa jelas kesenangan saat Luci bak patung. Terlebih mereka melihat dari jauh seorang siswa emosional namun populer berjalan santai . Pasti sebentar lagi ada pertunjukan seru.
"Minggir!"
Benar saja, lelaki emosional—Saga—tampak terganggu oleh penghalang. Luci menunduk ketakutan, teringat kejadian bejat lelaki itu.
"GUE BILANG MINGGIR YA MINGGIR BANGSAT! LO BUDEK HA?!"
Luci menepi dengan tubuh gemetar. Batinnya tidak kuat, apalagi mendapat bentakan sekeras itu. Tanpa sadar, ia menggigit bibir kuat menahan isakan hingga cairan asin dan amis keluar dari sela bibir.
Mendapati ketakutan Luci membuat Saga semakin tertarik. Ia mendekati Luci tak menghiraukan respon lawannya. "Gue pengen nyewa lo deh. Berapa tarif perjam?"
Sakit hati. Luci tanpa sadar mendongak memperlihatkan manik memerah bengkaknya. Ia menatap nyalang Saga yang menyeringai. "Aku bukan jalang!"
Saga mengendikkan bahu. "Gue nanya juga gak terlalu minat. Ah, iya." Saga menyeringai berbisik. "Lo gak lupa kontrasepsi kan? Jangan sampai ada yang muncul kalo gak mau lo menderita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story
RomanceYang penasaran langsung cus! Tanpa deskripsi. Tidak semua cerita berisi 1821 tapi bocil please jangan baca!!