Annyeong chingudeul!!
Lama nih Tata gak up. Pasti pada kangen kan?! Hehe...
Ah iya, sebelum baca ini, ada baiknya kalian siapin mental dulu. Jangan lupa nyari tempat baca yang aman biar gak basah sembarangan🤤😆
Tandain typonya bebeb sekalian!
*warning: menghamil adegan duapuluhsiji ples-ples.
Happy Reading!
Senyum tersungging lebar di wajah Givia, mendapati bahwa mereka berhenti di depan pagar rumah mewah. Meski lebih mewah rumah orang tuanya, namun rumah bertingkat 2 di depannya ini sangat tipenya. Masih di duduk di motor butut Ethan, Givia memeluk Ethan kencang sembari berbisik senang.
"Thankyou, tuan Ethaniel."
Kepala yang tertutup helm usang itu jelas tak mendengar ucapan Givia. Hanya saja melihat tangan melingkari perutnya erat membuat Ethan tersenyum merona.
"Kamu suka rumahnya?" tanya Ethan mengelus lembut tangan Givia. Givia menyahut ceria. "Saya sangat suka!"
"Ayo kita masuk." Ethan merasa kehilangan ketika Givia menarik tangannya, turun dari motor berharganya. Setelah melepas helm miliknya dan Givia, Ethan mengunci stang motornya agar tidak hilang. Sebelah tangan lelaki itu menarik tuas koper Givia dan sebelah nya lagi menarik tangan Givia ke seberang jalan, menjauhi rumah bertingkat 2 impian Givia.
Givia masih saja tersenyum. Pasti Ethan mengajaknya untuk melihat dari jauh bentukan rumah nya.
"Ini rumah baru kita. Silakan masuk, tuan putri."
Senyum lebar itu langsung menghilang. Rumah yang dipikir akan ia tempati itu ternyata rumah punya tetangga seberang jalan. Givia menatap jijik bangunan yang akan menjadi tempat tinggalnya sekarang.
"Ini rumahnya?" Ethan mengangguk. Mengira jika Givia menerimanya senang. Ini adalah rumah cicilan dengan harga paling murah. Dalam tiga tahun ke depan, rumah itu akan menjadi punya mereka seutuhnya. Dan ia telah membayar selama tiga bulan ke depan menggunakan tabungan.
Rumah kecil beranyam bambu, pagar dari kayu dan kawat berkarat. Givia menutup mata, menahan emosi yang tiba-tiba memenuhi dada. Sakit rasanya saat realita dihempas oleh kenyataan pahit. Ia merasa dibohongi meski nyatanya Ethan tak membohongi nya.
Bibir tipisnya tak tahan diam saja. "Bahkan rumah pembantu saya lebih baik dari ini!" sentaknya melepas genggaman tangan. Ethan tersenyum kecut, salah menyangka.
"Maaf Via, aku cuma bisa nyicil rumah ini."
"Rumah? Bangunan ini jauh lebih layak di sebut kandang!"
Tak dipungkiri dada Ethan terjengkit nyeri mendengar ucapan sang istri. Ethan akui rumah di hadapan nya ini jauh lebih buruk dari rumah ibunya. Tapi tak bisakah istrinya sedikit saja menghargai usahanya?
"Huh ..." Givia menghembuskan nafas kasar, memijit kening yang agak pusing. "Ini alasan utama saya selalu menolak anda. Saya tidak bisa hidup susah dengan anda. Saya tahu, kita hanya anak sekolahan yang mungkin hanya ingin bersenang-senang dengan yang namanya pacaran. Tapi saya tidak ingin sedikitpun menjalin kasih dengan orang yang hanya mengandalkan rayuan. Tidak ada seorang pun yang akan kenyang hanya memakan gombalan, termasuk saya."
Mendengar pengakuan itu, Ethan menatap Givia lekat. Ia menarik pelan lalu mengenggam erat tangan sang istri yang meronta ingin dilepaskan. "Via, aku tau aku cuma anak sekolah yang belum punya apa-apa. Tapi aku akan membuat kamu bahagia, aku-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story
RomanceYang penasaran langsung cus! Tanpa deskripsi. Tidak semua cerita berisi 1821 tapi bocil please jangan baca!!