Sequel

11.2K 285 16
                                    

Haiii!!

Sesuai janji request-an dua orang, Tata up atas nama diri sendiri. Ckckckck kek gak ada nama lain aja:/

Vomen bray! Awas gak vomen, kalian bakalan Tata pelet onlen!

Sebelum baca, Tata mau ngasih tau, er ... Sesuatu.

Jadi, kalian tau gak kalau em, ini malam jum'at. Yeah, malam yang pas buat anu ... anu ... Intinya ya buat anu.

Happy reading!!

Gadis berambut pirang dengan potongan ponytail itu tengah menatap foto dilayar persegi panjang begitu lekat. Kejadian di depan matanya tadi kembali terbayang dibenak membuat nya sesak sekaligus muak.

"Fari brengsek!" makinya pada foto geram. "Semoga kau cepat mati, sialan!"

"TAAA!!"

Perempuan pemilik nama Cellysta itu memejamkan mata menahan emosi yang nyatanya tidak bisa. Dia benar-benar ingin menghancurkan sosok didalam ponselnya itu.

"Berisik asu!"

"Ta?"

Sekali lagi ia mencoba meredam emosi kala suara lain kembali mengusiknya. Tidak! Ia tidak boleh kelihatan marah dihadapan pemilik suara tadi. Sesaat, ditatapnya dua orang lelaki yang berdiri di depan pintu kost-an nya dengan senyum terpaksa.

"Nggak kerja bang?" tanyanya berusaha biasa saja.

Dua lelaki itu langsung saja masuk dan segera mendudukkan diri di samping si Perempuan. Ralat, hanya satu sedangkan satunya tengah membongkar seisi dapur.

"Cuti juga. Lupa?" ujar si lelaki menatap wajah di sampingnya membuat perempuan itu menyengir lalu mengalihkan tatapannya ke lelaki satunya.

"Ngapain kesini, Ril?"

"Astata! Kayak gak tau aja lo. Bos nyuruh cuti tapi gak ngasih pesangon."

Tata, panggilan akrab perempuan itu, menghela nafas. Memang tiga orang di dalam kost-an ini satu tempat kerja. Ah, empat maksudnya karena teman sekost-an nya sekarang tengah pulang ke kampung halaman.

"Dapur lo kosong, Ta. Fari gak ngirimin makanan?"

Mendengar ucapan Zaril mengingatkan Tata pada Fa-em brengsek itu. Perasaan sesak kembali menyeruak di dada. Hapus ingatan tentang bajingan itu, Ta! batinnya menyemangati.

Zaril memaklumi temannya yang tak menjawab ucapaannya tadi. Mungkin lagi berantem, batin lelaki itu.

Serasa ada yang kurang, Zaril mengedarkan pandangan mencari seseorang. "Silsy kapan pulang?" tanyanya kemudian.

Selain mencari jatah makanan, tujuan Zaril jelas saja menemui perempuan anti sentuhan lelaki itu. Walaupun sering bertemu di tempat kerja, namun mereka harus profesional yang tentu saja tak bisa saling melempar candaan.

"Nanti malam katanya."

"Ta, gue laper." Keluhan Zaril membuat Dafin, lelaki di samping Tata, melihatnya malas lalu merogoh saku celana.

"Nih." Dafin memberikan dua lembar uang dua puluh ribuan pada Zaril. Lelaki itu mengangguk senang dan berlari keluar meninggalkan Tata dan Dafin.

"Ada masalah?" tanya Dafin yang dibalas helaan nafas. Padahal sebisa mungkin Tata terlihat natural namun tetap saja masih ketahuan sama lelaki ini.

Tak menjawab, namun Dafin tahu jika itu pasti tentang Fari. Terlihat jelas dari jari telunjuk Tata menekan kuat foto Fari di ponselnya.

Pasti perempuan itu perlu ruang untuk sendiri. Untuk itu Dafin berdiri dan pamit. "Abang pergi dulu," ucapnya mulai melangkah tapi tangannya dicekal oleh Tata.

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang