Alohaaa!!
Pada kangen Tata kan? Iya sama, Tata juga kangen komen hujatan kalian, eh:)
Bagi yang phobia kekerasan, jangan baca chap ini. Nanti kalian ketagihan🤤😀
Um, typo kasih tau ya!
Happy Reading
Waktu demi waktu terus berlalu. Hari ini usia kandungannya telah menginjak 15 minggu. Dan hari ini juga tepat nya hari terakhir Givia menginjakkan kaki ke sekolah setelah melalui perdebatan yang dimenangkan Gio. Mulai besok ia homeschooling. Perasaan haru, kesal, kecewa hanya mampu ia pendam. Ia cukup sadar jika perut buncit nya tak bisa di tutupi lagi di hadapan siswa maupun guru. Bahkan dari beberapa hari lalu ia telah memakai hoodie tentunya dengan alasan ia tengah sakit.
Givia tengah duduk di meja kantin seorang diri. Melampiaskan rindunya nanti dengan memesan berbagai jenis makanan di kantin. Sengaja ia memilih meja agak masuk ke dalam stan roti bakar supaya tidak terlalu di perhatikan.
Sembari mengunyah, sesekali ia mengelus pelan perutnya dengan mata memperhatikan sekeliling. Suara teriakan, tawa juga bisikan memenuhi gendang telinga. Hal itu membuat Givia hendak menangis karena ia akan merindukannya. Meski tak mempunyai teman dekat, tetapi baginya seluruh murid merupakan temannya. Kecuali ...
"Via." Seorang lelaki tersenyum padanya. Givia seketika menunjukkan raut kesalnya pada orang yang ia benci.
Siapa lagi kalau bukan Ethaniel.
"Lagi apa?" Anda buta?! Ingin rasanya Givia melontarkan ucapan itu, namun ia sadar ini bukan dirumah. Daripada memunculkan kecurigaan, lebih baik ia diam.
"Via." Givia memicing pada Ethan yang duduk di sampingnya memasang wajah sumringah. Andai ini di rumah, akan ia remas muka sialan Ethan.
"Jangan makan pedas, Via. Ingat yang di dalam perut," bisik Ethan menyadarkan Givia. Maniknya menajam kala Ethan memindahkan semangkok seblak di depannya.
Givia memejamkan mata lalu membukanya. "Bisakah anda pergi?" ujarnya pelan, tak ingin emosi.
"Aku mencintaimu." Ethan menyengir melihat istr-calon ib- ralat perempuan itu yang nampak kesal.
"Jangan karena permintaan saya tempo hari anda besar kepala. Jika saja saya bisa memilih, saya akan menyewa lelaki lain agar saya bisa menyentuhnya. Ketahuilah batasan anda, tuan Ethaniel."
Givia sungguh kesal juga muak dengan kenaifan Ethan. Inilah alasan kenapa ia selalu bersikap kasar pada Ethan. Lelaki itu melunjak padahal Givia hanya sekali berujar lembut. Andai saja waktu itu ia tak mengidam menyentuh itunya Ethan, tak akan ia berbicara lembut, dan mungkin keduanya terus semakin berjarak.
Pasokan udara terasa menipis kala Ethan menarik nafas, matanya menyorot sendu. Ethan tak tahu kenapa selalu lemah jika dihadapkan pada suara penekanan Givia.
"Kenapa kamu sangat tidak menyukaiku, Via? Aku harus apa biar kamu senang dengan ku?"
Kantin yang semula riuh kini senyap. Beberapa orang menatap Ethan prihatin, selebihnya banyak yang mencibir. Cibiran itu datang dari golongan orang kaya berfikiran seperti Givia; orang miskin tidak cocok bersama mereka, meskipun hanya berpacaran. Andai mereka tahu status Ethan dan Givia yang sebenarnya. Pasti banyak dari mereka merasa itu suatu aib.
"Emang lo anak pejabat sampai Givia harus menyukai lo? Harusnya lo sadar diri! Anak pembantu kayak lo gak pantes disukai Givia. Jijik gue dengan orang yang ginian. Keliatan pengen harta doang! Cuih!" Salah satu dari mereka meludah, ilfeel pada Ethan yang terusan mengganggu Givia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story
RomanceYang penasaran langsung cus! Tanpa deskripsi. Tidak semua cerita berisi 1821 tapi bocil please jangan baca!!