Annyeong chingu!
Apa kalian udah mandi? Makan? Minum? Atau udah bera-eh buang air?
Kalo Tata sih udah siap menikah sama Icung. Cie-cie in dongggg!!!
Tunggu aja undangan nya yaa! *plak, bugh (Tata dihajar preman suruhan para readers)
Udah-udah! Daripada kalian meng-iri dengan nasib baik Tata, mending kalian-*bugh, brukh (dihajar kedua kalinya oleh preman readers)
Uhuk... *Tata pingsan dipelukan cogan penyelamat usai mengucapkan,
Happy Reading!!
Dibawah guyuran shower, Givia terduduk menatap kosong ke depan. Kejadian demi kejadian tadi melintasi benaknya bak kaset yang rusak membuat ia seketika menggosok kuat kulit tubuhnya. Seolah tengah menghilangkan kotoran di kulit. Mata sembab itu mengeluarkan cairan bening ketika rasa perih gosokan bercampur oleh rasa sakit di hati.
Givia mendongak, membiarkan wajahnya dihantam oleh air. Ia lalu terpejam ketika guyuran air mengenai matanya. Saat itu pula sosok yang melecehkannya menghiasi pikirannya. Sosok yang mulai detik ini akan ia benci, sebenci bencinya.
"ARGHHH! ANDA MENGHANCURKAN SAYA!!"
Tubuh mungil pucat itu melemas. Isakan kecil kembali terdengar. Suara tangis kian membesar hingga berubah menjadi raungan keras. Cukup lama hingga Givia kemudian menyeka kasar air di wajah dan tersenyum kecut.
"Oke, Givia. Anggap itu semua hanya mimpi. Ya, mimpi buruk. Semua akan baik-baik saja. Pasti!" ujarnya menyemangati diri.
Berbekal kata itu lah Givia berdiri tertatih mematikan shower. Tangannya terjulur mengambil jubah mandi. Menutupi tubuh penuh love bites itu lalu keluar dari sana, kamar mandi dengan langkah pelan menahan perih di area inti. Tetesan air dari rambutnya membasahi lantai namun ia tak peduli. Malam ini ia hanya butuh ketenangan.
Givia meraih sebuah botol kecil bertuliskan, Morning after treatment; pil progestin, yang berisi dua butir obat. Pil yang sempat ia beli sewaktu pulang tadi. Membuka tutup botol lalu menuang satu pil ke tangan. Tanpa minum, Givia menelan pil tersebut dan memasukkan botol itu ke dalam laci kemudian menguncinya.
Dengan rambut basah juga jubah mandi yang tak ia ganti, Givia merebahkan diri di kasur. Ia tak peduli jika bantal yang dikenakan itu akan basah. Ia juga tidak peduli dirinya sakit. Ia hanya ingin semua baik-baik saja tanpa meninggalkan jejak.
"Jangan datang dulu ya, saya belum siap," ujarnya menepuk perut pelan. "Saya tidak ingin menyusahkan diri saya dan tentunya juga anda. Mohon pengertiannya ya."
***
Pagi telah datang. Cahaya mentari menunjukkan sinarnya malu-malu. Beberapa orang masih bergelung dengan selimutnya. Berbeda dengan gadis-ralat perempuan yang menggunakan seragam putih-merah maroon —khas seragam di sekolah nya— itu telah berada di area sekolah. Lebih tepatnya lagi berada di dalam toilet.
Givia mewaspadai sekeliling. Tangannya tengah menimang botol yang sedari tadi ia pegang. Sorotnya menatap sendu satu pil dalam botol itu.
"Kamu harapan terakhirku. Tolong, jangan biarkan dia berkembang. Keinginan ku banyak yang belum tercapai."
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story
RomansaYang penasaran langsung cus! Tanpa deskripsi. Tidak semua cerita berisi 1821 tapi bocil please jangan baca!!