Ini ending yang sebenar-benarnya! Jangan bilang Tata PHP-in lagi, Tata potong anu kalian satu-satu nanti, eh:)
*sekedar info, part ini mengandung bawang, bukan anak. Jadi siapin tisu sebelum bantal kalian ternodai, xixixi.
Happy reading!!!
Suara decitan roda brankar memenuhi lorong rumah sakit. Supir truk beserta tiga orang lainnya, termasuk Prata dilarikan ke ruang IGD.
Keadaannya sungguh mengenaskan. Wajah penuh luka. Darah yang mengering di dagu, baju dan celana. Meski matanya masih sedikit terbuka, namun terlihat sekali Prata kesulitan untuk bernafas.
Sang ibu, Selati berlari sembari menangis. Ketika berhenti di ruang yang pintunya tertutup itu, ia menatap bayangan buram sang anak dan darah yang berada di tangannya pilu. Andai ia melarang, andai ia tahu, andai ... semua hanya pengandaian yang kini ia sesali.
Ia merogoh tas yang dibawa, mengambil ponsel dan menekan sebuah nomor. Berkali-kali ia menelpon namun hanya suara operator yang terus menyapanya. Secara kasar Selati menaruh asal ponselnya. Selati marah, kesal, dan sedih meratapi nasib sang putra yang terbaring tak berdaya didalam sana.
Begitu sering Selati mondar-mandir di depan ruang kaca buram itu. Tangan terkepal erat di dada berharap akan keajaiban. Mata yang sangat sipit menandakan ia menangis tak henti-hentinya.
Diliriknya kembali ponsel yang ia letakkan sembarang. Memejamkan mata, Selati mengambil ponsel itu dan mendial nomor yang sama kembali. Kembali tak aktif, namun Selati tak putus asa. Ia terus mencoba sampai akhirnya panggilan terhubung menyapa telinganya.
"Halo nyonya Selati."
Selati terisak kuat mendengar suara yang yang ia harapkan. Terdengar grasak-grusuk di seberang telepon sana.
"A-anka ..."
"Nyonya kenapa menangis?"
Tangisan Selati makin pilu. Sebelah tangannya digunakan untuk menutup mulut meredam suara.
"B-bisakah ka-mu kes-sini, nak? T-tama kecelakaan."
Selati mengusap air mata yang mengalir deras di pipinya. Dadanya sesak mendengar balasan mantan mantunya.
"Nyonya, saya sudah tidak memiliki urusan apa-apa lagi dengan keluarga nyonya. Tolong jangan hubungi saya lagi nyonya."
"Rumah sakit Tanha. Semoga kamu ber-"
Tut.
Selati menatap nanar nomor yang mematikan sambungan sepihaknya. Ia mencoba menelpon kembali namun tak bisa. Anka memblokir nya.
Terduduk lemas di kursi tunggu, Selati terus menangis. Ibu itu tak bisa melihat kegiatan tim medis pada sang putra.
Sekitar 30 menit kemudian, tampak pria berjas putih menghampiri Selati yang masih menangis.
"Apakah nyonya Pratama ingin melihat keadaan tuan Pratama?" Selati mengangguk. Dokter itu menuntun Selati menuju ruangan itu.
Selati melihat mata terpejam sang putra semakin membuatnya sesak. Selang oksigen menutupi hidung juga mulut Prata, oximeter yang terjepit di telunjuk dan lebam kentara di bagian dada tak berbaju itu.
"Nyonya Pratama," ucap Dokter bername tag Dr. Hilman. S.G. itu.
"Menurut hasil tes Scan tim medis, Tuan Pratama mengalami beberapa patah tulang di bagian rusuk dan melukai paru-paru. Hal itu terjadi akibat benturan yang sangat keras di bagian dada. Untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, tim medis akan melakukan tindakan operasi. Tentunya setelah mendapat persetujuan nyonya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story
RomanceYang penasaran langsung cus! Tanpa deskripsi. Tidak semua cerita berisi 1821 tapi bocil please jangan baca!!