Nerd girl 3

8.4K 354 97
                                    

Haiii!!!

Pasti kalian udah nungguin, kan? Maaf ya telat.

Tata sebenarnya mau publish malam kemarin, tetapi pas nekan 'published' ceritanya malah hilang. Sumpah, serasa ingin ngehancurin dunia beserta isinya tau!! Capek ngetik sama mikirin alur, eh malah ilang gak berbekas, apa gak kesal coba?!

Lupain aja. Tata ulang tahun loh!! Udah lewat beberapa hari lalu sih. Tapi gapapa lah. Gak ada niatan buat ucapin atau ngirim kado gitu:( *plak.

Bagi yang nanya umur, Tata masih di bawah 50 tahun kok. *plak.

Dahlah, daripada Tata babak belur kayak chapter lalu, mending ...







Happy Reading!





"ARGHHH!!!"

Teriakan nyaring itu memenuhi kamar apartement. Suasana sore yang seharusnya tenang nyatanya tak bisa menenangkan hati seorang Saga. Lelaki itu ingin sekali menghancurkan seisi kamar.

"KENAPA LO SAMPAI HAMIL SIALAN!"

Saga menatap marah seorang perempuan kucel disudut ruangan meringkuk menangis ketakutan. Ingatan benda persegi panjang menunjukkan dua garis membuatnya meledak.

"GUE GAK SUDI PUNYA ANAK SAMA LO JALANG!"

Hati Luci berdenyut nyeri mendengar jahatnya ucapan Saga. Jika bisa, iapun juga tidak ingin mempunyai anak dengannya.

"Lo kalo mau tanggung jawab silakan asal jangan pernah lo libatin gue! Yang pasti gue mau tuh budak menghilang!"

Tenggorokan Luci terasa kering. Kenapa Saga tak berperasaan sampai menginginkan janin kecilnya menghilang. Tidak! Ia akan melakukan apapun agar bayinya selamat!

Tahu tujuan Saga berucap demikian, Rafe menatap Luci. Sekelebat memori menyakitkan terlintas di benaknya. Bayang hinaan 'anhar' juga kekerasan fisik oleh sang ibu mempengaruhi otaknya. Posisi janin itu hampir mirip dengan nya, tak diinginkan juga dianggap 'penuh dosa'. Rafe terdiam tak ingin hal itu kembali terulang.

Karenanya, dengan mengalihkan pandangan Rafe merasakan nafasnya tercekat. Sekuat tenaga berusaha tak peduli tangisan menyanyat Luci. "Gue mau dia di aborsi," bisiknya.

"KALIAN IBLIS!" Teriakan nyaring keluar disertai air mata yang tak henti mengalir di pipi. Luci menangis pilu. Bagaimana dua orang itu begitu mudahnya berucap demikian?

Wajah Saga memerah padam menandakan ia marah. Luci beringsut takut pada Saga yang berjalan kearahnya. Tangannya mendekap erat perut memberi perlindungan.

"P-pergi."

Tanpa perasaan Saga menjambak rambut Luci. Maniknya berkilat tajam. Saga memajukan wajahnya menyeringai kejam, sama sekali tak peduli ringisan Luci.

"Gugurin dia!"

Tak peduli kulit kepala yang serasa ingin terlepas akibat kuatnya tarikan Saga, Luci memberontak. Saat ini Luci hanya ingin melindungi perutnya. Bayinya!

"Tidak-akhh."

Penolakan itu membuat Saga semakin menarik rambut Luci. Amarahnya semakin bergejolak tatkala mata berair Luci menatap berani padanya.

"Saya tidak akan menggugurkan nya!"

"LO—?!"

"Tolong lepasin saya. S-saya janji tidak akan meminta pertanggungjawaban kalian. Saya akan mengurusnya sendiri. T-tolong biarkan dia hidup." Luci terisak memohon pada Saga. Hatinya sakit saat dua lelaki ingin menghilang kan nyawa anaknya. Bayinya tidak bersalah.

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang