Mistake End

21K 1.3K 222
                                    

Hallo!

Yang baca gimana, sehat gak?

Masih stay nih? Atau udah di hapus dari perpus sebab kelamaan up? Ya maap atuh, Tata lagi mumet, banget malah. Eh malah curhat.

Seperti biasa, buat pembaca lama ataupun baru yang belum vote dan komen, yuk dari awal mulai vote dan komennya! Tata pantau pokoknya😆

Dan, TYPO nya kasih tau ya! Mata Tata agak merem soalnya!!

Happy reading!!!







"Sungguh perkembangan yang luar biasa. Tuan Pratama dapat berjalan normal setelah menjalani terapi kurang lebih 7 bulan. Saya sangat senang melihatnya."

"Saya juga tidak menyangka, dok. Semua ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dokter Aslan dan perawat Tiara. Terimakasih banyak."

"Jangan begitu, nyonya. Saya jadi agak em, malu. Dan soal pendonor, saya telah mendengar jika ada yang bersedia menjadi sukarelawan."

"Iya, dok. Dokter Harry bilang sang pendonor baru saja tiada setengah jam lalu dan sekitar pukul 7 malam akan dilakukan operasi."

"Sekali lagi, selamat untuk tuan Pratama dan nyonya Bianka."

"Ah, iya dok. Saya permisi."

"Silakan nyonya."

Anka keluar dari ruangan dokter Aslan dan berjalan menuju ke ruang dokter Harry. Sebelum masuk, ia mengetuk pintu dokter yang super sibuk itu. "Apa saya mengganggu waktu anda, dokter Harry?"

Dokter muda itu mendongak, "Silakan duduk nyonya. Sama sekali tidak mengganggu."

"Bagaimana dengan pendonor nya dokter?" tanya Anka pada dokter Harry.

"Calon pendonor telah meninggal dunia setengah jam lalu. Pihak keluarga setuju dengan keinginan sang calon pendonor. Kami juga tengah mempersiapkan ruang operasi untuk calon pendonor dan calon penerima," Jelas dokter Harry tersenyum ramah.

"Semoga dia tenang di Sana." Anka menangkup kepalan tangan didadanya. Tak lama ia pun bertanya kembali, "Dokter?"

"Iya, nyonya."

"Kalau boleh tau, siapa nama calon pendonornya?"

Dokter bername tag Harry itu membuka berkas-berkas yang tersusun rapih. Setelah menemukannya, ia menjawab, "atas nama Bapak Biandra Franklin."

"Bi-biandra?" Anka menggeleng pelan. Semoga bukan. Semoga bukan.

"Terima kasih dokter, saya permisi."

Anka keluar dari ruangan dokter Harry, merasa telah sampai ditempat yang lumayan sunyi, Anka menangis sembari memukul dadanya yang tiba-tiba sesak.

"Bian," lirihnya dengan air mata yang terus mengalir. "Pasti Bian yang lain. Nggak mungkin. Aku harus memastikan."

Menghapus air mata dan merapihkan rambut yang kusut, Anka pun menuju ke bagian administrasi.

"Permisi, pasien yang meninggal atas nama Biandra Franklin berada di ruangan mana?"

"Oh, pasien tersebut berada diruang operasi. Apa ada yang ingin anda tanyakan lagi?"

"Tidak, terima kasih."

Tanpa mendengar balasan, Anka berlari menuju ruang yang diberitahu tadi. Tak dihiraukannya tapak kaki yang menggema di koridor, Anka terus berlari hingga sampai didepan pintu berkaca tersebut.

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang