Misguided ending

17.9K 739 108
                                    

Hello bebeib!!!

Kangen kan sama akyuhh?!!

Maapkeun Tata ya gak tepatin janji up malam jumat kemarin. Lembur kerja memang menyiksa, tapi demi pundi rupiah gak bakalan terasa menyiksanya kok😭

Skip, skip!

Buat yang belum vote dan komen di part-part lalu, jom lah voment. Tata pantau pokokna mah😳










Happy Reading!!!














Agra mengelus sebelah tangan Agita sesekali mengecupinya. Maniknya terus menatap sang adik yang masih tak sadarkan diri usai menjalani perawatan intensif.

"Dek, please, wake up. I miss your voice, sis."

Tak ada jawaban dari sang adik. Bibir Agra melengkung tipis keatas.

"Dek, ponakan abang kuat. Dia bisa bertahan dari racun itu, dek. Adek pasti senang kan dengarnya. Makanya ayo bangun. Abang janji, bakal jauhkan adek dari bajingan itu. Abang janji dek," ucap Agra bersungguh-sungguh.

Tentang ucapan Agra diruang dokter Seryana itu hanya untuk memanipulasi dua orang yang ternyata Alvan dan Felly menguping pembicaraan nya bersama dokter Seryana dari awal. Agra hanya ingin menghindarkan sang adik dari cengkeraman keluarga Vize sekaligus memberi pelajaran pada bajingan itu.

Agra tak rela jika Vize masih berkeliaran di luar sana usai mencelakakan Agita dan anaknya. Sangat tidak rela. Lihat saja apa yang akan ia lakukan pada orang itu.

Sibuk dengan pemikirannya, Agra sampai tak sadar jika sang adik telah sadar. Lamunan Agra buyar mendengar suara Agita meski lemah.

"B-bang, h-aus."

"Adek!!"

Tangan Agra segera mengambil gelas yang disediakan di atas nakas dan menuntun Agita meminumnya menggunakan sedotan. Setelah Agita menolehkan sedikit kepalanya, Agra kembali meletakkan gelas dinakas.

"B-bayiku, bayiku bang!" Agita menjerit memegang perutnya. Tubuh Agita bergetar mengingat darah mengalir dari balik pahanya.

"Bayinya gapapa, hey, bayinya gapapa ... Dia kuat seperti mamanya," ujar Agra menenangkan Agita. Bibirnya memberikan senyum kecil berusaha membuat Agita tenang.

"Bang, d-dia mau bunuh anakku." Bibir dan tubuh Agita gemetaran. Sorot matanya meredup dengan kedua tangan melingkupi perut, seolah melindungi sang buah hati.

"Jauhkan kami dari dia bang."

Raut ketakutan Agita jelas membuat Agra ikut sakit. Dielusnya pucuk kepala Agita menyalurkan kehangatan dalam hati sang adik.

"Abang bakal jauhin kalian dari dia. Pindah kota mau?"

Tanpa kata Agita mengangguk. Tubuhnya masih gemetaran meski hatinya mulai tenang. Kalian pun jika ada diposisi Agita bakal seperti itu.

Agra memainkan ponselnya sambil mengelus punggung tangan Agita. Seketika senyumnya mengembang menatap satu pesan yang telah ia kirim beberapa jam yang lalu.

'Membusuklah anda didalam sana.' batinnya menyeringai.









***










Balkon kamar menjadi tempat yang baik untuk sejenak menghilangkan beban di sore hari ini. Melihat sekeliling ditemani sebatang rokok menjadi penyempurnanya.

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang