Iring-iringan sirine gawat darurat membelah protokol jalan menuju rumah sakit terdekat, dokter yang mendampingi di dalam sana berupaya semaksimal mungkin mempertahankan hidup seorang pria, entah apa yang terjadi pada dirinya namun tanda-tanda vital ditubuh pria itu semakin melemah, bahkan sang dokter merasakan denyut nadi dan jantung terus melemah.
Apa sebenarnya yang terjadi padanya? Fikir Elios menatap tubuh Kenderick di depan matanya.
Sebab semua organ ditubuh Ken melemah secara perlahan namun respon pasien tidak mengalami perubahan apapun, dia seperti tertidur nyenyak menuju kematian dengan tenang, hanya saja mulut Herman Gilton terus mengoceh bahwa Elios harus bisa menyelamatkan putranya.
"Dokter Elios, apa yang akan kita lakukan sekarang? Tanda fital-" Belum sempat seorang gadis itu bicara, monitor yang menampilkan kehidupan Kenderick memberikan suara yang tidak menyenangkan, dimana garis monitor tersebut berubah mendadak hingga Elios berhenti bernafas mengamati musibah besar yang akan menimpa.
"T-Tidak mungkin, Kenderick apa kau bercanda" batin Elios menahan takut lantaran tak membayangkan bagaimana reaksi Herman Gilton mendapati putranya yang telah tiada.
Hening membentang, dua orang perawat serta Elios terpana diam, sedangkan Herman Gilton yang sedari tadi memantau dengan alat pendengar di mobil itu terus berteriak.
"Apa yang terjadi pada anak-ku! Kenapa kau diam saja!"
"Elios! Katakan sesuatu!"
Bib.. Bib.. Bib.. Bibb......
Garis lurus masih membayang nyata, dua orang berseragam perawat ketakutan hebat lantaran Kenderick sang pewaris meningal di tangan mereka, apakah karir mereka berhenti, bagaimana reaksi Herman Gilton mendapati kejadian ini.
Sunguh! Ini menakutkan!
Namun, seketika sajab tanda kehidupan muncul secara tiba-tiba di monitor pemantau. Membuat nafas Elios terlepas lega mendapati hal yang terjadi di hadapan matanya.
"Cepat periksa tanda vital pasien, pastikan untuk mengamankan kesadaranya" teriak Elios segera saat Kenderick kembali seperti sebuah mukjizat.
Demi apa? Apakah mukjizat itu benar adanya? Sebab sudah 20 tahun Elios mengabdikan hidup di rumah sakit namun baru kali ini dia melihat dengan mata kepalanya sendiri tentang pasien yang kembali dari alam kematian.
"Argh" desahan meleguh dari bibir Ken, Elios tak menyangka jika pria itu bisa membuka kedua matanya setelah beberapa waktu hampir saja meruntuhkan nasib mereka.
Tatapan kabur bercampur bingung masih menghantui Kenderick, ia berusaha mengingat apa yang terjadi namun Serafina yang terlintas untuk pertama kalinya.
"Dimana Serafina?" tanya Kenderick kearah Elios.
Pria yang mengunakan jubah dokternya itu hanya bisa terpaku bungkam, sesekali mengunakan otaknya namun ini diluar nalarnya.
"Dimana Sera!" bentak Kenderik sekali lagi hingga membuat monitor suara menyala dengan volume penuh.
"Setelah dia membunuhmu, kau masih mencari jalang itu! Dasar bodoh!" tetiak Herman Gilton menahan geram.
Bagaimana bisa Kenderick sebodoh ini menjadi putranya, setelah dikhianati oleh Serafina namun masih sangup meng-khawatirkan-nya, sunguh sikap bodoh paling terang-terangan yang pernah Herman saksikan.
"Apa maksud-" belum sempat Ken menyangkal perkataan yang memojokan wanitanya, ingatan tentang Serafina menyuntikan sesuatu hingga Ken hilang kesadaran kembali.
Wanita itu tidak hanya memanipulasi Ken, dia membohongi dirinya, memanfaatkan dirinya, hingga mengkhianati Kenderick. Tidakah Sera tahu sejauh mana sikapnya yang keterlaluan itu! Sunguh melampaui batasan yang Ken berlakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second marriage of Serafina
Fiksi Remaja[WARNING ONLY FOR 21+] ------------------------------------------- Ayah menikah lagi setelah Serafina menjadi anak piatu atas kepergian ibunya, Sera memiliki ibu tiri yang cukup membencinya sedangkan adik sambungnya terus iri setelah merampas banyak...