Tiba-tiba, seseorang datang dan membungkam mulut Nesya dari belakang.
Preview part sebelumnya...
***
Melihat orang itu, Nesya menangis keras dan memeluknya erat. "Aku pikir kamu ilang, heuuuuu..." tangis Nesya semakin menjadi-jadi.
"Ngapain kalian di sini?!!!" tegur salah seorang petugas saat tak sengaja mendapati mereka berdua yang sedang berpelukan.
"Ah dia kebelit pipis, takut, makanya aku anterin," ngeles Yoshi meyakinkan, sebelum petugas melanjutkan perkataannya, "Toilet bawah gak ada airnya, makanya ke atas."
Untungnya petugas itu percaya dan menyuruh mereka segera kembali ke ruangannya.
Nesya berbaring di samping Yoshi dan memeluk tubuh Yoshi erat, "Jangan kemana-mana lagi, kalo butuh sesuatu bangunin aku. Aku gak mau sendiri di sini, Yosh."
"Iya-iya maaf."
"Kamu dari mana si tengah malem gini?"
"Nyari obeng, kalo aku nyarinya siang takut ketahuan kita nyembunyiin telepon."
"Oh, tapi tetep aja jangan berkeliaran sendiri. Aku gak mau kamu kenapa-napa. Aku gak punya siapa-siapa lagi di sini, selain kamu Yoshi..."
"Iya maaf, aku janji."
Hubungan Nesya dan Yoshi memang nampak lebih dari sekedar teman. Meskipun Nesya masih mencintai Jihoon, tetap saja satu-satunya pria yang bisa dia harapkan di sini hanyalah Yoshi saja.
***
Esoknya, Nesya dan Yoshi bangun lebih awal sebelum matahari terbit. Nesya mengatakan ingin mengambil sesuatu di sekitar dermaga, "Mau ngambil apa sih, Sya?" tanya Yoshi yang mengikuti di belakang Nesya.
Nesya memberi isyarat tangan ke Yoshi agar tetap diam dan mengikutinya. Nesya masuk ke salah satu markas penjaga, dengan hati-hati dan langkah pasti, ia mengambil beberapa peluru yang mereka letakkan di laci meja.
"Buat apa?"
"Jaga-jaga aja," baru saja mereka akan pergi, suara percakapan mulai terdengar dari arah dalam bangunan.
Nesya sudah keluar lebih dahulu, namun saat menyadari sesuatu yang janggal, Nesya menegok kembali dan melihat bahwa Yoshi masih berada di dalam. "Yosh! Ngapain? Ayok dah!" panggilnya geram.
Nesya POV~
"Bentar, kaki gue--tiba-tiba gak bisa gerak."
Haishhh! Yoshi ada-ada aja, udah tau desak gini masih aja suka nyari mati. Aku udah kehabisan akal langsung narik tangan Yoshi buat sembunyi ke ruangan dengan tirai hitam di depannya.
Gak tau ruangan buat apa, tapi yang jelas ruangan ini keliatan berpetak-petak kecil dengan ditutupi tirai hitam di seluruh sisinya.
"Nyari mati, huh? Gimana kalo ketahuan--" Yoshi langsung nangkup mulutku biar gak bersuara. Tangannya gede kan yak, mana nutupnya sampai idung-idung, kek orang mau ngebunuh asli dah.
"Lo bisa ngomel entar, tapi sekarang kaki gue bener-bener sakit, Sya" balas Yoshi meringis kesakitan.
Aku rada kesusahan buat nunduk ngeliat kaki Yoshi karena posisi kita emang bener-bener mepet banget. Aku gak berani mundur karena gak tau apa yang ada di balik tirai, sebenarnya aku gak siap aja buat tau. Jaga-jaga kalo ada sesuatu yang janggal di sana.
Sekarang, aku bisa ngeliat muka Yoshi yang udah pucet nahan sakit. Kayaknya dia emang bener-bener gak boong.
"Kenapa? Kamu abis nginjek sesuatu--" Yoshi lagi-lagi nutup mulutku karena suara percakapan tadi makin kedengaran jelas di ruangan samping.
Awalnya, aku sama Yoshi cuma saling bertatapan doang biar waspada, tapi makin lama suara itu berubah jadi desahan. Seketika kita berdua sama-sama syok dan cuma bisa melotot gak percaya.
Kenapa momennya selalu kek gini sih? Ini bukan pertama kalinya aku nguping orang yang lagi skidipappap. Telingaku, ohmaigatttttt!
Ruangan yang notabennya kecil ini lama-lama jadi makin panas karena suara-suara dari luar. Aku sama Yoshi keknya sama-sama canggung, buktinya kita berusaha buat gak saling kontak mata.
Aku bener-bener udah gak tahan lagi berdiri diem di sini, biar semua masalah cepet kelar, aku milih buat ngintip mereka dari balik tirai buat bisa cari cara keluar dari sini.
"Lo mau ngapain?"
"Ngecek, aku gak mau kejebak di sini terus, Yosh."
Baru aja aku ngintip dikit, pas banget lagi momennya ada di depan mukaku. Sekarang apa? Pemandangan yang baru aja aku liat justru merusak kesucian otakku.
"Damn, ini masih pagi loh padahal..." gumamku yang mungkin kedengaran di telinga Yoshi.
"Kenapa?"
Gak banyak omong, aku cuma nunjuk tirai biar Yoshi ngeliat sendiri pemandangan apa yang baru aja aku liat tadi.
"Wow~" kata Yoshi langsung cepet-cepet nutup tirai itu lagi. Mereka bener-bener penuh gairah, dan yang paling epik lagi adalah mereka sama-sama bertelanjang bulat tanpa sehelai benang sedikitpun.
Suasana jadi semakin panas dan canggung. Sementara itu, aku bisa ngerasain kalo Yoshi terus menerus ngangkat kakinya biar agak jinjit sama nahan rasa sakitnya. Ruangan ini jadi semakin pengap, belom lagi Yoshi nahan sakit jadi keknya dia butuh banget udara bebas.
"Sakit banget?" Yoshi cuma ngangguk-ngangguk sama gigit bibir bawahnya.
Sumpah aku dah gak tega banget kalo ngeliat orang kesakitan gini, aku harus nyari cara biar bisa keluar secepatnya.
"Kita harus cepet keluar dari sini!"
Baru aja aku mau bergerak, tiba-tiba tangan megang kakiku dari arah bawah. Demi apapun aku sebenarnya mau teriak, tapi aku sadar kalo aku teriak pasti kita bakal langsung di eksekusi. Dengan jantung yang masih dugun-dugun, aku berusaha nenangin diri sambil dempet ke Yoshi.
"Kenapa Sya?"
"Tangan, tadi ada tangan yang megang kaki aku" aku nunjuk ke arah bawah.
Ngedengar itu, Yoshi langsung narik pundakku buat jejerin posisi kita. Kita berdua pun semakin waspada buat ngeliat lebih jelas apa yang narik kakiku barusan.
Rada takut juga sih, tapi mau gimana lagi aku gak mungkin nyuruh Yoshi buat ngecek padahal kakinya sendiri sakit. Jadi aku beraniin diri buat ngecek, dan bener di sana ada ruangan lain yang sama kek di sini.
Waktu aku buka tirainya agak lebar, aku makin syok waktu ngeliat pria yang udah terkapar lemes di sana. Aku langsung narik tangan Yoshi buat pindah tempat. Aku langsung ngehampirin pria tadi dan anehnya aku ngerasa gak asing sama dia.
"Ah dia--" sekarang aku inget dia siapa. Jadi dia tu pria pertengahan 30an yang pernah aku temuin di dek kapal paling atas, waktu aku ketiduran karena nungguin orang ena-ena.
"Kenapa? Lo kenal?"
"Mm..."
Aku coba terus nepuk pipi dia biar dia cepet sadar. "Om sadar... ini aku, om inget aku kan? Aku gak tau apa yang terjadi, tapi om harus sadar biar kita bisa pergi dari sini!"
Dia langsung melek lebar dan dongak buat liat muka aku sama Yoshi, "Oh! Lo yang di itu kan--" aku langsung nutup mulut dia karena suaranya gede banget.
"Yosh! Bantuin aku!" Biar cepet kelar, aku nyuruh Yoshi buat sama-sama bawa om tadi dari sana. Waktu baru aja mau pergi, gak tau kenapa tiba-tiba aku pengen nengok ke atas. Aku ngerasa ada yang aneh di atas sini.
"OW~ SHITTTTT!!!!"
Konfliknya agak gak jelas, tapi tidak papa.
Jadi kalian tim mana nih?
Votenya dong guys :*
HAPPY READING!
KAMU SEDANG MEMBACA
LUCKIEST GIRL (Park Jihoon - TREASURE)
FanfictionLuckiest Girl mengisahkan tentang romansa anak remaja yang dikemas dalam bentuk komedi-thriller. "Lo beruntung karena lo adalah gadis yang gue pilih di antara para gadis." - Park Jihoon