Chapter - 7

6K 212 0
                                    

Sudah sekitar hampir tiga minggu lamanya sejak kejadian di Oliver. Sejak itu pula Lili tidak pernah lagi bertemu dengan Atlas. Pria itu beberapa kali kerap mengiriminya pesan. Namun Lili tidak begitu banyak membalasnya karena satu dan lain hal.

Pertama, proyeknya bersama Aby semakin membutuhkan perhatiannya, banyak sekali yang harus ia lakukan untuk nyiapkan segala sesuatunya. Hal itu membuat Lili menjadi lebih sering lembur di kantornya beberapa minggu terakhir.

Kedua, Atlas seringkali mengiriminya pesan ketika Lili sudah tertidur. Itulah mengapa sering kali Lili hanya menjawab pesan itu seadanya.

Ketiga, yang mungkin saja menjadi alasan utamanya. Lili merasa dirinya harus memberikan jarak pada Atlas. Ini semua karena acakan rambut di Oliver dan perlakuan pria itu kepadanya. Jujur, ada rasa sedikit kecewa dihatinya karena sejak kejadian itu, Atlas seperti sedang memberi jarak padanya. Jadi Lili pikir, mungkin pria itu emang tidak serius mendekatinya. Maka daripada ia kecewa lebih banyak, bukankah sebaiknya dia membatasi dirinya?

Hari ini Lili, Aby dan tim mereka akan rapat bersama donatur dari program mereka. Itulah sebabnya mereka tiba di gedung mewah ini hari ini. Aby , perusahaan ini adalah perusahaan besar yang cukup terkenal milik keluarga konglomerat. Tapi Lili sendiri tidak tahu soal itu. Dia memang tidak terlalu update dengan hal - hal seperti itu. Jadi Lili tidak terlalu mementingkannya.

"Kamu yakin kita tidak gak salah ruangan kan By?" tanya Lili seraya menatap Aby

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu yakin kita tidak gak salah ruangan kan By?" tanya Lili seraya menatap Aby. Aby menggaruk tengkuknya seraya meringis. "Dari surat undangannya sudah betul kok ini ruangannya." tutur pria itu.

"Bukankah ini terlalu berlebihan untuk sebuah ruang rapat?" bisik Lili kemudian. Beberapa anggota timnya ikut mengangguk menyetujui.

Mereka kemudian fokus menyiapkan segala keperluan rapatnya sebelum akhirnya suara langkah beberapa orang yang memasuki ruang rapat justru menarik perhatian mereka.

Disana, pria yang berdiri paling depan di antara barisan yang lainnya. Pria tampan yang sudah tiga minggu ini Lili tak temui. Atlas. Berdiri dengan wibawanya seakan memancarkan aura yang berbeda.

"Selamat pagi pak Atlas." sapa Aby seraya mengulurkan jabatan tangannya.

"Selamat pagi." sapa Atlas seraya tersenyum pada seluruh tim Aby termasuk Lili. Sedangkan Lili memilih untuk menghindari pandangannya dari pria itu.

- - -

Menurut Lili, tidak ada satupun situasi yang lebih canggung daripada saat ini. Saat dirinya harus memaparkan materi presentasinya didepan seseorang yang akhir - akhir ini menarik perhatiannya.

Ternyata benar apa yang dikatakan Meta dan juga Elle. Pria itu memang misterius. Karena nyatanya Lili hanya orang luar yang tidak mengenalnya. Mereka hanya tidak sengaja bertemu dan dekat untuk sementara waktu.

Lagipula, mengetahui fakta bahwa Atlas adalah orang yang sebesar ini, bukankah banyak wanita lain yang lebih pantas menjadi pendampingnya dibandingkan Lili?

Rapat itu berakhir setelah diskusi panjang yang menyita waktu hampir dua jam. Aby lebih banyak berbicara dibandingkan Lili. Mood nya seakan melayang entah kemana. Rasanya ia baru saja ditampar oleh kenyataan bahwa Atlas bukanlah tandingannya.

Itulah sebabnya begitu rapat selesai, Lili menjadi orang pertama yang bergerak cepat membereskan barang - barangnya. Kemudian dia izin untuk keluar dari ruangan menuju toilet setelahnya.

Lili tidak bisa mendeskripsikna apa yang sedang ia rasakan. Yang pasti, sekarang ia merasa bingung dan yakin bahwa ia tidaklah cocok dengan Atlas. Membayangkan mereka bersama dengan kuasa Atlas yang sebesar itu saja sudah membuat Lili bergidik ngeri.

Lili tidak suka menjadi pusat perhatian. Ia hanya ingin menemukan pria yang cukup. Cukup mapan, cukup setia, cukup religius, berkepribadian baik, dan lebih dewasa darinya. Dan Atlas? Pria itu berada pada kategori lebih dari cukup. Lili tidak mau mengambil risiko akan hal itu.

Lili keluar dari toilet setelah menghabiskam waktunya untuk menenangkan diri. Namun nyatanya yang ia dapati di depan pintu yang terbuka itu adalah sosok Atlas yang sedang bersandar pada tembok, menunggunya.

Lili tersenyum canggung tanpa mengatakan apapun. "Apa aku membuatmu terkejut?" tanya Atlas pada akhirnya. Kembali dengan tatapannya yang fokus pada manik mata Lili.

Lili mendongak, menatap pria itu. Jujur saja ada sedikit rindu dalam hatinya karena tidak menjumpai Atlas selama tiga minggu ini. Lili tersenyum samar, "Iya dan tidak." jawabnya.

"Tentu saja aku terkejut mendapatiku disini, dengan apa yang kamu punya, dan dengan jabatan yang kamu duduki." tambahnya. "Tapi aku tidak begitu terkejut. Karena sejak awalpun aku merasa tidak mengenal dirimu." gumamnya yang menangkap perhatian Atlas.

"Ah ini semua bukan milikku." sanggah Atlas. Lili menoleh menatap pria itu dengan kerutan di dahinya. Lalu apa?

"Semua ini milik keluargaku." jelas Atlas dengan wajahnya yang serius. Namun entah kenapa justru terdengar seperti kesombongan di telinga Lili.

Lili hanya tersenyum sebelum akhirnya mulai melangkahkan kakinya meninggalkan pria itu. "Hei, apa aku menyakitimu?" Atlas bertanya lagi setelah berhasil menahan lengannya.

"Tidak ada Atlas. Lagi pula kamu tidak punya tanggungjawab apapun atas perasaanku." kata Lili lagi yang menjadi akhir percakapan mereka.

TBC

The ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang