Atlas menginjakkan kakinya pada halaman rumah keluarganya setelah keluar dari mobil mewah favoritnya. Tangannya menarik kemejanya, melipatnya hingga sebatas lengan sebelum dengan penuh wibawa memasuki kediamannya.
Setiap asisten rumah tangga yang berpapasan dengannya sontak menunduk begitu melihat tuan mudanya. Sedang pandangan dan langkah Atlas hanya tertuju pada ruang kerjanya. Atlas mendorong pintu yang terbuat dari kayu jati itu, memasuki ruang kerjanya yang sudah dihadiri oleh keberadaan Max, Glen, dan juga Owen.
"Is she fine?" pertanyaan itu pertama kali keluar dari mulut Max. Pria itu, walaupun terkenal playboy namun selalu punya rasa perhatian yang lebih tinggi dibandingkan temannya yang lain.
Atlas mengangguk. Walaupun ia tidak tahu pasti apakah Lili akan benar - benar baik - baik saja untuk sementara waktu.
"Gimana kalau kita tuntut orang itu? Atas dasar pelecehan. Right?" Owen ikut berbicara begitu keempatnya duduk di sofa berwarna coklat gelap itu.
Atlas langsung menggeleng. "Jangan. Itu akan memberatkan Lili. Orang - orang bisa memandangnya dengan cara yang berbeda nanti." Dengan gusar pria itu mengusap wajahnya yang frustasi.
Bohong kalau Atlas bisa langsung memaafkan Leo begitu saja. Sampai kapanpun ia tidak rela jika Lili harus melewati apa yang baru saja menimpanya. Ini bukan soal perasaan Atlas, ia tidak perduli dengan itu. Ini soal Lili, soal mentalnya, kenyamanannya, dan harga diri gadis itu yang seharusnya Atlas jaga.
"He's not even a rich person. Akan lebih mudah kalau dia anak seorang pengusaha, you just have to snap your finger and poof! Perusahaannya akan langsung hancur." Glen berbicara dengan nada yang mengejek. Memandang rendah Leo yang berani - beraninya menyulut api dengan mereka.
"Atau kita jebak aja?" Owen kembali menyarankan. Atlas menggeleng. Itu bukan tipe permainannya. Ia tidak suka mengotori tangannya untuk sesuatu yang menurutnya tidak penting itu.
"Saat ini, tolong bantu gue untuk mencari tau tentang dia. Gue yakin seenggaknya ada satu hal kotor yang mungkin pernah dia lakuin selama dia hidup."
Ketiga sahabatnya menatap Atlas dengan lesu. Sahabatnya itu memang terlalu lurus jalan hidupnya. Tidak seru dan tidak menantang sama sekali. Jika Glen, Max dan Owen jadi Atlas, mungkin dia akan mempermalukan pria yang mencium kekasihnya itu dengan cara yang tak terlupakan. Memiskinkannya, membuat harga dirinya hancur, atau bahkan merusak masa depannya mungkin?
"You're not fun bro!" ejek Max seraya meminum cocktail nya. Namun dirinya hampir tersedak begitu melihat tatapan Atlas yang menyorotnya dengan tajam.
"It's not something that we can have fun to. Even from the beginning." tutur Atlas dengan nadanya yang merendah. "Melihat Lili dilecehkan, lo pikir gue bisa senang dengan itu?"
Max terdiam, menyadari bahwa apa yang ia ucapkan tidak tepat pada waktunya. Pasalnya, sahabatnya itu sedang sensitif. Tidak seharusnya ia bergurau semacam itu dalam situasi yang serius.
"Oke, kalem - kalem. Tenang semuanya. Jangan tarik urat dulu." ujar Owen menengahi.
"Gue bakal suruh orang kepercayaan Gue buat cari informasi tentang manusia itu. I'll send it as soon as i get home." Glen berucap seraya berdiri dari sofanya. Merapikan jasnya sebelum keluar dari ruangan itu.
"Sorry bro, i didn't mean it." Max meminta maaf dengan nadanya yang menyesal. Atlas berdeham memaklumi.
"Lo udah kasih cincinnya?" Max kembali bertanya yang langsung diangguki oleh Atlas. "Then, have some smiles brother. She already yours. Gue bakal bantu hancurin manusia itu buat lo. Now, all you need to do is be with her."
Atlas melemparkan bantal sofa ke muka Max. Membuat Max berhenti bicara sesuai yang Atlas inginkan karena perkataannya terdengar menggelikan di telinga Atlas meskipun ia tahu betul maksudnya baik.
"Jangan ajarin gue." gerutu Atlas. "Ajaran lo tuh gak bener. Gak bakal gue terima ajaran dari playboy kaya lo." lanjutnya yang membuat Max tertawa.
"Itu karena hidup lo terlalu lempeng. Sesekali coba nakal kek! Diajak ke stripped club aja gak mau! Norak tau gak?!" Owen memijat pangkal hidungnya mendengar lengkingan suara dari Max.
Sedangkan Atlas menulikan telinganya karena apa yang di katakan Max tidaklah penting. "I'm busy making money while you playing with those girl Max." Max berdecih mendengar Atlas. Dia juga tetap kaya walaupun bermain - main dengan wanita. Kalau bisa melakukan keduanya kenapa harus memilih salah satu? Iya kan?
"Gue berdoa semoga ada cewe yang dateng di hidup lo dan bikin lo jadi jungkir balik deh Max. Biar lo bisa tobat sebelum dipanggil Tuhan." Owen berkata seraya menutup matanya dan menengadahkan tangan.
"Bangke lo!" maki Max. Atlas tertawa dibuatnya. Untuk sejenak melupakan kegelisahannya.
"Gak ya! Gak bakal ada satu cewe pun! Yang bisa ngegocek gue!" ujar Max seperti sedang bersabda. Owen berdecak, belum aja manusia itu tau kalau bunga pasir pun bisa jadi rasa coklat kalau jatuh cinta.
"Yaudah, kalo gabisa cewe. Cowo aja." celetuk Owen seadanya.
"Anjir Lo! Kalo doanya kekabul dan diaminin malaikat awas aja ya! Gue jadiin lo korbannya!" omel Max seraya membulatkan matanya tak terima.
"Idih amit - amit. Gue anaknya nih rajin ibadah. Gak kaya lo ibadahnya di club."
Atlas menggeleng lelah. Owen dan Max memang selalu adu argumen begini. Sudah biasa. Keduanya memang sama - sama senang bicara. Lebih baik pergi dari ruangan ini sebelum gendang telinganya pecah.
My Lili
Atlas, kenapa pulang?Pesan dari Lili membuatnya tersenyum begitu saja. Pasalnya Atlas memang meninggalkan apartemen wanitanya begitu Lili tertidur dengan nyenyak di pelukannya. Tadinya, Atlas ingin menemaninya sampai pagi. Tapi ada yang harus ia bahas dengan sahabat - sahabatnya.
Atlas
Ah.. apa pudding berisik? Padahal aku sudah bilang padanya untuk menjaga kamu tadiMy Lili
Pudding tidak enak dipelukAtlas terkekeh dibuatnya. Terbayang dengan ekspresi Lili yang mungkin sedang mencebikkan bibirnya.
Atlas
Kalau begitu kamu boleh peluk aku sepuasnya besok. Bagaimana?My Lili
Sounds good! I'll hug you until i smell like you! 🤍Atlas dibuat salah tingkah hanya dengan membaca pesan itu. Seakan setiap kalimatnya bernada dan suara Lili terdengar dengan jelas di telinganya.
Atlas
You already smells like me princessMy Lili
Your smell? What kind of smell?Atlas tersenyum sebelum akhirnya mengetikkan kalimat yang membuat si penerima pesan dihinggapi beribu kupu - kupu di perutnya.
Atlas
Like Mine.
You smell like you're mine, princess.TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
The Man
RomanceWARNING !! Cerita ini bakal bikin kamu salting brutal dan senyam senyum sendiri!!! - - - "Aku gak percaya kalau kamu cuma pernah pacaran saat kamu SMA." gumam Lili seraya menatap pria tampan didepannya, Atlas. "Kenapa gak percaya?" tanya Atlas. "Wel...