Sejak rapat ini dimulai, Atlas tidak bisa sepenuhnya fokus menyimak materi yang sedang dibahas. Itu karena perhatiannya teralihkan dengan interaksi antara Lili dan Aby. Pria itu jelas tau siapa Aby, meskipun Aby hanya teman kerja Lili, entah kenapa Atlas yakin bahwa pria itu memendam rasa untuk Lili.
Sejak mereka menjadi sepasang kekasih empat bulan lalu, Lili rasanya tidak pernah sekalipun mengenalkan Atlas pada teman kerjanya. Hanya Meta dan Elle serta pasangan mereka yang Atlas tau. Atlas jadi merasa gelisah sekarang.
Bukan karena ia tidak percaya dengan Lili. Justru Atlas tidak percaya dengan lelaki seperti Aby yang seringkali memiliki kesemptan untuk berinteraksi dengan Lili.
Lili itu cantik, dia juga cerdas, punya semangat kerja yang tinggi, dia tau apa yang dia mau dan terlebih Lili itu wanita yang baik. Siapa yang tidak suka dengan Lili? Iya kan?
Atlas kembali menyorotkan tatapan menusuknya saat pandangannya menangkap tangan Aby yang entah disengaja atau tidak bersentuhan dengan tangan Lili saat pria itu mengambil setumpuk kertas yang Lili berikan.
Yang lebih menyebalkan lagi, Lili tidak melihatnya sama sekali. Jadi mau protes pun Atlas tidak bisa.
"Bagaimana Tuan apakah ada yang ingin ditambahkan?" suara sekertarisnya yang duduk disampingnya itu membuyarkan lamunan Atlas. Pria itu menegakkan posisi duduknya dengan jemarinya yang sibuk memainkan pulpen.
Semua orang di ruangan itu terdiam, menujukan perhatiannya pada sang bos. Termasuk Lili yang duduk disebrangnya.
"Kirimkan softcopy nya melalui email. Saya akan baca kembali untuk memastikan semuanya sudah aman." ucap Atlas penuh wibawa.
Disebrangnya Lili memasang wajah yang asam. Dalam hatinya sedang mengutuk Atlas karena merasa rapat ini tidak menghasilkan apapun.
"Oh iya. Kenapa project managernya harus ada dua?" tanya Atlas setelah keheningan menyelimuti ruangan itu.
Batin Atlas sedang menggerutu karena baru menyadari bahwa Aby dan Lili dipasangkan untuk menjadi project manager.
"Untuk beberapa proyek di yayasan yang terbilang besar biasanya memang kami petakan dua orang untuk menjadi project manajer Pak." jelas Aby dengan senyumannya yang ramah.
"Saran saya, sebaiknya cukup satu saja. Supaya yang lain bisa mengerjakan tugas berbeda. Berhubung banyak hal yang harus disiapkan. Sepertinya akan lebih efektif." titah Atlas dengan nada yang terdengar digin. Matanya bahkan tidak menatap lawan bicaranya dan justru terpusat pada kertas yang ia genggam.
"Baik Pak, akan kami rundingkan lagi kedepannya." jawab Aby masih dengan senyum ramahnya. Atlas mendongak begitu mendengar jawaban tidak memuaskan itu.
Rundingkan lagi katanya? Kenapa harus dirundingkan lagi? Tanpa sadar ia berdecak. Menarik semua perhatian di ruangan itu hanya padanya.
Dari sebrangnya, Lili mengerutkan dahinya. Menyimpan rasa penasarannya dengan tingkah Atlas hari ini. Sepertiny prianya itu sedang dalam suasana hati yang kurang baik.
"Kalau begitu sudahi saja rapatnya." gumamnya pada sang sekertaris. Nadanya yang tanpa minat itu membuat semua bawahannya menunduk takut. Sedang Atlas justru melirik arlojinya dan dengan cepat meninggalkan ruangan itu tepat setelah Owen -sekertarisnya- menutup rapat.
Di tempatnya, Lili hanya bisa melihat kepergian kekasihnya dengan langkah lebarnya. Dalam hati bertanya - tanya sebenarnya apa yang mengganggu Atlas.
- - -
"Woi! Kenapa lo? tumben banget kaya tadi." suara Owen yang baru saja memasuki ruangan Atlas itu membuat si empunya yang sedang berbaring di atas sofa panjangnya menoleh.
"Ck! Jangan berisik." omel Atlas.
Jangan kaget dengan bagaimana Owen berbicara dan berinteraksi dengan bosnya. Karena faktanya, Owen dan Atlas pernah satu kelas saat SMA. Keduanya tidak begitu dekat, karena sebenarnya dulu Owen seringkali mengganggu Atlas.
Usut punya usut, Owen merasa iri dengan kehidupan Atlas yang serba enak dan mewah. Pria itu tidak pernah memiliki kehidupan seperti yang Atlas miliki. Sampai akhirnya dia mengekspresikan rasa tidak sukanya itu dengan mengganggu Atlas bersama geng nakalnya.
Tapi ada satu hal yang mengubah mereka dari yang tadinya musuh menjadi sahabat seperti sekarang ini. Itu semua karena Atlas membantu keluarganya yang saat itu sedang kesulitan secara ekonomi dan harus memberikan pengobatan pada ibunya yang terkena kanker stadium Akhir.
Pria yang selama ini ia usili justru menjadi orang yang paling depan memberikan bala bantuan padanya. Untuk itulah, Owen tidak akan pernah melupakan jasa Atlas dihidupnya. Sampai akhirnya mereka berakhir seperti saat ini.
"Lo berantem sama Lili ya?" tanya Owen yang memang sudah tau soal hubungan Lili dan Atlas.
"Engga." jawab Atlas dengan nadanya yang membantah.
"Terus kenapa tadi lo liatin dia kaya banteng liat warna merah?" tanya Owen lagi.
"Diem dulu deh Wen. Gue lagi bad mood." gerutu Atlas lagi. Namun tentu saja tidak langsung dituruti oleh Owen.
"Lagi hari pertama lo ya?" sarkas pria itu yang akhirnya dihadiahi lemparan bantal sofa dari Atlas.
My Lili is calling...
"Tuh my lili calling tuh!" ujar Owen yang membuat Atlas bangun dari tidurnya meski tanpa semangat.
"Dah ah gue pergi, gamau denger orang zinah." jahil Owen lagi yang kembali Atlas lempari sebuah bantal.
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
The Man
RomansaWARNING !! Cerita ini bakal bikin kamu salting brutal dan senyam senyum sendiri!!! - - - "Aku gak percaya kalau kamu cuma pernah pacaran saat kamu SMA." gumam Lili seraya menatap pria tampan didepannya, Atlas. "Kenapa gak percaya?" tanya Atlas. "Wel...