"Can i come in?" ucapan itu adalah hal pertama yang Lili dengar begitu ia membukakan pintu untuk Atlas. Tanpa berkata apapun, Lili mempersilakannya masuk dan menggiring pria itu untuk duduk di kitchen bar miliknya.
Begitu keduanya duduk bersampingan, Atlas mengulurkan sebuah matcha float dengan es krim vanila diatasnya yang sudah hampir sepenuhnya meleleh. Ia membukakan sedotan untuk Lili sebelum akhirnya memberikannya pada tangan gadis itu.
Selanjutnya yang membuat Lili terkejut adalah tindakan Atlas saat menarik kursinya agar ia menghadap Atlas. Membiarkan Atlas untuk melihat wajahnya dengan jelas.
"Maaf matchanya sudah meleleh. Lain kali aku akan menggunakan ice bag untuk membawanya."
Tidak ada balasan apapun yang terdengar dari Lili. Ia bingung dengan situasi ini. Mereka juga bukan sepasang kekasih kan? Demi tuhan mereka saja baru kenal dalam hitungan bulan. Tapi kenapa situasinya terasa seserius ini?
"Lili, seperinya aku harus menjelaskan beberapa hal. Tolong dengarkan saja jika kamu merasa menanggapinya adalah suatu hal yang sulit. Bisa?" Atlas berkata dengan sangat lembut. Matanya hanya tertuju pada Lili.
Lili mengangguk sebagai jawaban sebelum akhirnya Atlas membuka suaranya.
"Aku minta maaf kalau sikapku membingungkanmu. Hm? Demi tuhan tiga minggu ini aku ada perjalanan bisnis ke Washington DC. Perbedaan jamnya menjadi salah satu kendalaku untuk mengirimkan pesan padamu. Aku sama sekali tidak berniat untuk menarik ulur kamu Lili."
"Hanya saja, aku pikir... aku hanya merasa semakin merindukanmu ketika mengirimkan pesan - pesan itu. Jadi aku mencoba untuk membatasinya karena kupikir jika aku bekerja lebih cepat maka akan lebih cepat pula aku bertemu denganmu."
Perkataan itu membuat Lili menatap Atlas. Ia tidak menyangka Atlas akan sefrontal ini. Tangannya dengan gugup memilin ujung bajunya. Merasa canggung berada disituasi seperti ini.
"Soal tadi pagi. Aku tidak bermaksud apapun. Apalagi mencoba menyombongkan apa yang aku punya dari cara bicaraku-"
"Dari mana kamu tau?" potong Lili heran. Kenapa lelaki itu bisa tau apa yang dipikirkannya?
"Jadi itu benar?" ujar Atlas pelan seakan tak percaya. "Itu... anu.. Bagaimana ya menjelaskannya?" Atlas bermonolog.
"Tadi setelah kamu pergi meninggalkan perushaan ku, aku sama sekali tidak bisa untuk kembali fokus dengan pekerjaanku. Jadi aku pergi menemui temanku untuk berkonsultasi-"
"Konsultansi?" potong Lili lagi.
"Iya.. maksudku.. ini hal yang sudah lama tidak aku lakukan. Memahami wanita. Itu sudah lama sekali tidak aku lakukan..."
Atlas terdiam sejenak seraya memilih kalimat yang tepat untuk menjelaskan posisinya.
"Jadi.. aku pergi menemui temanku yang memang ahli dalam hal percintaan."
Lili menahan tawanya. Mendengar itu seakan Atlas baru saja pergi ke orang pintar yang bisa membangunkan mayat.
"Memangnya ada yang seperti itu?" tanya Lili pelan.
"Ekhem. Intinya, aku tidak berniat untuk menyombongkan sesuatu yang ku punya. Karena aku juga tidak pernah merasa memiliki hak penuh atas seluruh harta yang ada dalam hidupku Lili." jelas Atlas lagi.
"Tadi aku benar - benar merasa bersalah saat kamu pergi begitu saja dengan perkataan yang cukup menyakitiku." gumam Atlas pelan, telinganya terlihat sangat merah sekarang.
"Aku? Memangnya aku bilang apa?" tanya Lili.
"Itu... kamu bilang aku tidak punya tanggungjawab apapun atas perasaanmu." jawab Atlas seraya menatap Lili lagi.
"Kenapa itu menyakitkan untukmu? Itu kan memang fakta." timpal Lili lagi.
Atlas menghela nafasnya pelan seraya mengusap wajahnya. Terlihat seperti seseorang yang sedang merasa frustasi.
"Iya sih.. Memang benar. Tapi aku merasa memiliki tanggung jawab atas itu." ucapnya canggung.
Lili terdiam sebelum akhirnya Atlas kembali menatapnya dengan dalam dan serius.
"Lili, kamu tau aku tertarik padamu kan?" tanya pria itu lagi.
"Iya." refleks Lili merespon. "Eh? Apa? Gimana?" tanyanya beberapa detik kemudian begitu tersadar dengan jawabannya.
"Aku tertarik padamu Lili. Since day one. Rasanya tidak enak sekali saat mendengar kamu berkata aku tidak memiliki tanggung jawab akan perasaanmu." kata Atlas dengan yakin. "Karena aku akan melakukan apapun untuk mendapatkan tanggung jawab itu." tegasnya lagi.
Lili terdiam di tempatnya. Dia memang sudah menduga kalau Atlas tertarik padanya. Tapi ia tidak menyangka Atlas akan mengucapkannya seperti ini.
"Atlas aku tidak bisa membalas perasaan itu-"
"Kenapa?" potong Atlas dengan raut wajahnya yang menunjukkan kekecewaan.
"Aku merasa tidak pantas-"
"Kata siapa?" potong pria itu lagi dengan ekspresi yang tidak terima.
"Aku. Kita berbeda Atlas. Kehidupan kita-"
"Lili. Aku masih makan nasi dan minum air. Aku juga tidak kekal dan akan mati. Aku manusia biasa sepertimu."
"Bukan itu-"
"Aku tidak melihat perbedaan apapun diantara kita Lili."
Perkataan itu membuat Lili tersihir. Matanya tidak bisa lepas dari Atlas.
"Aku harap kamu juga bisa lebih jujur dan terbuka dengan perasaanmu Lili." pinta Atlas yang akhirnya mengakhiri percakapan keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Man
RomanceWARNING !! Cerita ini bakal bikin kamu salting brutal dan senyam senyum sendiri!!! - - - "Aku gak percaya kalau kamu cuma pernah pacaran saat kamu SMA." gumam Lili seraya menatap pria tampan didepannya, Atlas. "Kenapa gak percaya?" tanya Atlas. "Wel...