Lili duduk di salah satu bangku Oliver's dengan wajah tak berminat. Rasanya memuakkan harus duduk berhadapan dengan Leo mengingat apa yang sudah pria itu lakukan padanya sangat melukai harga dirinya.
"Can you make it quick?" ucap Lili membuka suaranya.
Leo menyatukan tangannya di atas meja. Memandang Lili dengan tatapan yang Lili tak suka. "Lili, can we get back together again?" tanya pria itu tanpa wajah bersalah.
"Look! Aku minta maaf untuk semua kesalahanku, ok? Aku baru menyadari sekarang kalau perasaanku ke kamu masih sama. I still want you." tambahnya membuat Lili merinding saking gelinya.
"Memang apa saja kesalahanmu?" pancing Lili. Egonya ingin bermain untuk mempermalukan pria itu sekarang.
"Sebenarnya aku gak berpikir itu sebuah kesalahan. But im sorry for kissing you." ucap pria itu tanpa malu.
Dasar otak udang!
"You're not just kiss me Leo. You forcing me! You stole my kiss!" hardik Lili tanpa bisa menahan amarahnya lagi. Dari pandangannya ia melihat bagaimana Leo berubah ciut seakan tersadar atas kebodohan yang ia ucapkan.
"You're not even sorry Leo." tambah Lili. Pria itu tidak benar - benar meminta maaf kan? Dia tidak mengakui kesalahannya. Benar - benar menjijikan.
"Lili-"
"Seharusnya, kamu merasa menyesal untuk semua yang udah kamu lakukan Leo. For stoling my kiss, for cheated on me, for ruining me, and for even existing in my life!" Lili meluapkan amarahnya yang selama ini ia pendam seraya menunjuk ke arah mantannya berharap si bodoh itu mengerti bahasa manusia.
"Aku-"
"Ditelingaku, kamu bahkan sama sekali tidak terdengar seperti orang yang menyesal Leo. Untuk semua kesalahan, untuk semua sakit dan untuk semua luka yang pernah kamu kasih ke aku selama 12 tahun even after. You dont sound genuine at all."
Leo bergerak gusar di tempatnya. Merasa kehabisan kata untuk menjawab Lili.
"Aku sungguh - sungguh Lili!" ujarnya dengan nada yang mulai meninggi. Wajahnya berubah kemerahan karena merasa kesal.
"You're not." ucap Lili dengan senyumnya yang mengejek.
"I love you. I really do." ucap pria itu lagi seraya mencoba meraih tangannya. Dengan sigap Lili menarik tangannya dan menyembunyikannya di bawah meja. Tidak sudi untuk bersentuhan dengan pria itu.
Lili tertawa dengan nadanya yang mengejek. Senyuman puasnya menghiasi wajah cantiknya. "I really enjoy how you sounds so pathetic right now." ejeknya.
"Kamu tidak akan menemukan orang seperti aku lagi Lili." ujar Leo yang membuat Lili melepaskan tawanya. Dia benar - benar merinding dengan percakapan ini. Apa pria itu sudah gila?
"Tuhan pasti sangat menyayangiku kalau sampai itu terjadi." katanya seraya menatap Leo tanpa minat. "Aku juga tidak berharap untuk bertemu orang sepertimu lagi." lanjutnya yang membuat Leo terdiam.
"Sejak awal kamu memang tidak pernah benar - benar mencintaiku Leo. I'm the one who has that feeling. You just love the idea of us. Sekarangpun begitu." Lili menjeda ucapannya saat melihat mobil Atlas tiba di pelataran kafe.
"Ego kamu sedang terluka sekarang karena kamu tahu aku mendapatkan pria yang jauh lebih baik dari kamu. I'm sure you're not happy with that." ejek Lili yang membuat Leo bergeming karena perkataan wanita itu yang sepenuhnya benar.
"Aku tidak akan menukar apapun dengan Atlas. He's more than enough for me. Apalagi untuk mengorbankannya hanya untuk kembali bersamamu. Aku lebih baik mati daripada menyaksikan itu terjadi." ujar Lili lagi.
Ponselnya berdering menampilkan nama Atlas di atasnya. Lili lantas berdiri dari duduknya. Rasanya sudah cukup bersabar di situasi memuakkan ini. Langkahnya menjauh begitu saja, sebelum Leo dengan nadanya yang dingin berkata.
"Sialan! Kalau begitu suruh priamu juga untuk tidak mengganggu kehidupanku!"
Lili menghentikan langkahnya. Apa katanya? Memang apa yang Atlas lakukan?
Belum sempat Lili membalikkan badannya untuk bertanya sebuah genggaman yang ia kenali langsung menelusup ke jemarinya. Atlasnya sudah berdiri di hadapannya dengan rahang yang mengeras begitu mendapati keberadaan Leo.
"Let's go home." titahnya sebelum menarik Lili dengan perlahan untuk mengikuti langkahnya.
Seperti biasanya, Atlas membukakan pintu untuknya sebelum akhirnya mengitari mobilnya dan duduk di kursi kemudi. Tangan Atlas lalu terulur untuk memasangkan sabuk Lili sebelum Lili menolaknya dan berkata, "Aku bisa sendiri."
Mendengar itu membuat Atlas menghentikan gerakannya. Lili tidak pernah menolaknya seperti itu walaupun wanita itu memang bisa melakukannya sendiri.
Di momen itulah Atlas tahu kalau ia sudah membuat wanitanya marah. Atlas menghela nafasnya tanpa sadar sebelum beralih untuk menyalakan mobilnya dan mulai mengendarainya menjauhi Oliver's.
Tangan Atlas terulur untuk menggenggam tangan Lili namun wanita itu melepaskannya. Tapi Atlas tetaplah Atlas, ia tetap menggenggam tangan Lili lagi meski Lili melepaskannya 1000 kalipun.
"Atlas, aku gak mau-"
"Princess, no. I'm not allowing you for avoiding me even when you're mad at me right now." tegas Atlas dengan nadanya yang rendah. "That's the rule." ucapnya lagi saat melihat Lili hendak membantahnya.
Lili berdecak. Wanita itu membuang pandangannya ke luar jendela. Malas berdebat dengan Atlas.
"I'll explain everything as soon as we got home." ucap pria itu lagi sambil meninggalkan sebuah kecupan di punggung tangan Lili.
Ck! Ini gak adil! Atlas itu tidak bisa diajak bertengkar atau bagaimana sih?! Mana ada orang bertengkar yang masih cium - cium begini?
Lili jadi kesal sendiri karena ia tanpa sadar juga mempersilakan Atlas melakukan hal itu padanya.
Ih! Dasar hati murahan!, gerutu Lili dalam hati.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
The Man
Lãng mạnWARNING !! Cerita ini bakal bikin kamu salting brutal dan senyam senyum sendiri!!! - - - "Aku gak percaya kalau kamu cuma pernah pacaran saat kamu SMA." gumam Lili seraya menatap pria tampan didepannya, Atlas. "Kenapa gak percaya?" tanya Atlas. "Wel...