Dari banyaknya kemungkinan, ada satu yang paling Lili tidak harapkan terjadi. Bertemu mantan di ranah pekerjaan. Sial, Lili menyesal tidak membaca proposal dan undangan rapat dengan teliti. Dia jadi tidak tahu bahwa ternyata klien barunya ada perusahaan tempat mantannya bekerja.
Dan orang yang paling dihindarinya itu, Leo, duduk tepat diseberangnya saat rapat tengah berlangsung. Secara reflek, Lili langsung mengeratkan outernya. Menutup bagian tubuh tertentu miliknya tanpa ia sadari.
Untungnya, project manager yang ditunjuk untuk perusahaan itu bukanlah dirinya. Sebut saja dirinya tidak profesional, tapi apapun yang terjadi Lili lebih memilih tidak bertemu dengan pria itu entah apapun alasannya.
Rapat itu bisa jadi adalah rapat yang paling membuat Lili tak nyaman. Selama rapat berlangsung pikirannya benar - benar kosong, tidak fokus dan bahkan dirinya tidak menuliskan apapun pada notesnya. Dipikirannya saat ini hanya bagaimana caranya supaya ia bisa lebih cepat pergi dari sini.
"Mungkin untuk sekarang hanya itu yang akan kita bahas. Apakah ada saran dari bapak/ibu sekalian untuk ditambahkan?"
Suara rekannya yang bernama Kala terdengar masuk ke telinganya. Dengan perlahan Lili membereskan peralatannya. Tahu bahwa tidak ada lagi pembahasan yang mesti ia dengarkan.
Begitu rapat dibubarkan, Lili hanya menempel pada Aby. Berharap keberadaan pria itu bisa melindunginya dari tatapan Leo yang terus tertuju padanya sejak rapat dimulai.
"Kak, ini ada paket lagi." suara seorang anak magang yang Lili kenal itu masuk ke pendengarannya. Ditangan mungilnya, anak itu memeluk sebuah buket bunga dan tas plastik berisikan makan siang di tangan yang lainnya.
"Lagi? Siapa sih Li? Gue kepo banget!" Aby menatapnya dengan sebuah senyum yang merekah. Lili hanya bisa meringis dan tak sanggup menjawab. Bisa - bisa pria itu terkejut nanti ketika Lili membeberkan siapa pengirim paket romantis itu.
"Awas ya! Gue bakal cari tau sendiri nanti pokonya." ancam Aby pada akhirnya karena tahu Lili tidak akan memberitahunya. Kemudian pria itu berjalan begitu saja dan masuk ke ruangannya lebih dulu saat Lili terpaksa berhenti karena getar ponsel disakunya.
Itu pasti Atlas.
Tapi belum sempat Lili mengambil ponselnya, sebuah tangan yang kuat menariknya ke sudut ruangan yang tidak lagi dihuni siapapun. Siapa lagi kalau bukan Leo.
"Kamu sudah punya pacar?"
Pertanyaan dari mantannya itu membuat dahi Lili berkerut. Untuk apa pria itu bertanya?
"Urusi saja hidupmu sendiri dan jangan ikut campur soal kehidupanku."
Hanya itu yang Lili balas. Dengan tergesa ia sekali lagi berusaha pergi dari hadapan pria itu.
"Apa kamu harus memblokir nomorku? Bahkan sosial media ku juga?"
Lili benar - benar tidak paham dengan tingkah mantannya itu. Jujur saja ia tidak mengerti tujuan Leo berbicara padanya sekarang. Ini bahkan sudah lebih dari setahun mereka tidak berkomunikasi. Bukankah seharusnya otak pria itu bisa berpikir bahwa mereka sekarang hanya orang asing untuk satu sama lain?
Memilih tak menjawab, Lili sekali lagi melangkah untuk meninggalkan ruangan itu. Sebelum akhirnya kembali digagalkan saat Leo menarik lengannya untuk mendekat. Mengakibatkan buket bunga yang sedari tadi dipeluknya terjatuh begitu saja di lantai. Beberapa kelopaknya pun menjadi jatuh berhamburan dan membuatnya tidak secantik tadi.
"Sebenarnya ada apa denganmu?! Kamu tidak tahu ini kantor?! Berhentilah bersikap menjijikan seperti ini!"
Perkataan Lili yang sarat akan amarah itu akhirnya harus ia suarakan. Dia benar benar tidak tertarik dengan keberadaan pria itu. Sungguh, Leo hanya pengganggu, hama, dan sampah yang tak mau ia pungut lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Man
RomanceWARNING !! Cerita ini bakal bikin kamu salting brutal dan senyam senyum sendiri!!! - - - "Aku gak percaya kalau kamu cuma pernah pacaran saat kamu SMA." gumam Lili seraya menatap pria tampan didepannya, Atlas. "Kenapa gak percaya?" tanya Atlas. "Wel...