Chapter - 55

1.1K 48 0
                                    

Hari sudah larut malam. Acara pernikahan mereka akhirnya selesai pukul 11 tadi. Rasanya senang sekali karena akhirnya Lili berhasil membuat pesta yang sesuai dengan harapannya.

Saat ini Lili sedang berada di kamar mandi villa tempat acara mereka dilaksanakan. Atlas memang sengaja menyewa satu villa ini untuk seluruh tamu undangan mengingat acara mereka diadakan di Bali. Jadi Atlas ingin semua tamu merasa nyaman sebelum dan sesudah acara pernikahan mereka.

Terhitung sudah hampir satu jam Lili berada di kamar mandi. Awalnya tentu tujuannya hanya untuk membersihkan dirinya. Tapi entah mengapa, Lili jadi tidak punya keberanian untuk keluar dari ruangan itu setelah seluruh kegiatannya berakhir.

Bukan takut... hanya saja... Lili gugup sendiri. Maksudnya... apa yang harus ia lakukan begitu ia bertemu suaminya nanti. Ah! Memikirkannya saja sudah membuat jantungnya berdebar tak karuan.

Jadilah, sejak tadi Lili hanya terduduk di atas kloset sembari memainkan jemarinya. Berharap Atlas setidaknya tidur lebih dulu.

Tok tok tok

"Sayang, kamu gak ketiduran kan?" suara Atlas terdengar dari daun pintu. Membuat Lili seketika menegakkan tubuhnya dan bergerak gelisah.

"I-iya... gak kok. Sebentar lagi." ucapnya kelewat gugup. Sial! Sepertinya dia memang tidak bisa lari dari situasi ini. Jadilah Lili akhirnya memberanikan diri keluar dari kamar mandi dengan rambutnya yang setengah basah.

"Kamu udah isya?" pertanyaan Atlas seketika membuat Lili menggeleng. Ia juga baru sadar bahwa dirinya belum melaksanakan kewajibannya itu.

"Udah wudhu?" tanya Atlas lagi yang juga langsung dijawab dengan gelengan kepala oleh Lili. Atlas lantas tersenyum dan mengulurkan tangannya pada puncak kepala istrinya dan mengacaknya dengan gemas.

"Kenapa kamu jadi pendiam gini sayang?" tanya Atlas lagi dengan senyumnya yang geli. "Ayo wudhu dulu kita sholat berjamaah." ajak Atlas yang kemudian dipenuhi oleh Lili.

Ah... sholat berjamaah...

Lili selalu mengidam - idamkan ini. Dengan hati yang penuh, Lili pun berjalan masuk ke kamar mandi, mengikuti Atlas yang juga mengambil wudhu dan kemudian mengeluarkan alat sholatnya dan Atlas dari dalam koper.

Kedua pasutri itu kemudian mengambil posisi sebelum akhirnya Atlas memulai ibadah mereka. Ibadah pertama mereka sejak menjadi sepasang suami istri. Lili terkagum dengan imamnya. Ternyata Atlas punya sisi lainnya yang membuatnya kembali jatuh cinta.

Sesederhana saat suaminya itu melantunkan setiap surat dan memimpin doa ketika mereka selesai sholat. Semuanya terasa pas dan sempurna. Tak lupa Lili mencium tangan Atlas begitu ibadah keduanya selesai. Disambut pula dengan Atlas yang mengecup keningnya dan mengusap puncak kepalanya dengan lembut.

Setelahnya Lili berjalan ke arah meja rias. Mengeluarkan pouch berisi skincare nya sebelum akhirnya memulai kegiatannya untuk night care rutine. Itu semua tak lepas dari pandangan Atlas. Pria itu mendekat ke arahnya dan menarik kursi tepat dibelakang Lili.

Tangannya meraih handuk Lili dan dengan telaten mengeringkan rambut Lili dengan itu. "Hari ini aku bahagia banget." tutur Atlas sembari memandang istrinya lewat pantulan cermin. Lili ikut tersenyum dibuatnya.

"Tapi tadi kamu nangis." ledek Lili yang membuat Atlas seketika terkekeh. "Itu tangis bahagia sayang." bela pria itu seraya mengecup pipi Lili dengan gemas.

"Kenapa bisa sampai nangis? Bukannya laki - laki itu pantang nangis ya?" tanya Lili yang sebenarnya hanya ingin mendengar dari bibir Atlas langsung saja tentang bagaimana yang dirasakan pria itu.

"Rasanya pas lihat kamu turun dari tangga itu hati aku kerasa full banget. Bahagia dan haru itu jadi satu. Lihat pacar aku, orang yang selama ini aku perjuangin udah sah jadi istriku, rasanya lebih dari bahagia." tutur Atlas. Tangannya tak lagi sibuk mengeringkan rambut Lili. Justru kedua tangannya melingkar pada pinggang Lili dengan dagunya yang menumpu pada bahu Lili.

"Aku bersyukur karena jodohku itu kamu Sayang. Aku merasa gak salah pilih begitu lihat kamu hari ini." tambah Atlas yang membuat Lili terenyuh. Dirinya juga merasa demikian. Sudah lama sekali ia ingin mengatakan itu pada Atlas. Bahwa ia selalu bersyukur karena Atlas adalah yang dipasangkan Tuhan untuknya.

"I love you sayang." aku Atlas yang kini berhadapan dengan Lili. Lili tersenyum, memandang wajah Atlas dengan seksama sebelum menatap mata pria itu dan ikut berkata, "I love you too Atlas."

Dengan malu Lili memeluk Atlas. Bermaksud menyembunyikan wajahnya di sana. Karena ia yakin wajahnya sudah memerah sekarang. Lantas hal itu membuat Atlas terkekeh.

"Sayang, boleh aku minta sesuatu?" tanya Atlas saat keduanya kembali saling bertatapan. Hati Lili seketika gugup kembali. Apakah secepat ini?, batinnya.

"Y-ya?" tanyanya tergagap. Atlas kemudian membelai surainya. Menyampirkan rambutnya ke belakang telinganya sebelum memegang kedua tangan gadis itu.

"Sekarang kan aku udah jadi suami kamu. Boleh gak kamu ganti panggilan kamu? Jangan panggil aku dengan nama lagi." tutur Atlas yang membuat Lili termenung.

Lili pikir Atlas akan meminta yang lain.

"Mm... kamu mau aku panggil apa?" tanya Lili seraya berpikir sekaligus meredakan kegugupannya karena salah sangkanya.

"Sayang?" tanya Lili.

"Ya?" refleks Atlas menjawab. Sepersekian detik kemudian keduanya terkekeh karena baru menyadari kebodohan mereka.

"Kalau itu kan memang udah sering sayang. Maksudku yang lain. Mas misalnya?"  tutur Atlas yang mengundang senyuman di wajah Lili.

"Mas Atlas?" panggil Lili mendemokan. Seketika Atlas tersenyum dengan lebar. Merasakan beribu kupu - kupu di perutnya.

"Aku baru tau kalau bule suka dipanggil Mas?" jahil Lili seraya mencondongkan wajahnya ke arah suaminya. Pasalnya, Atlas itu peranakan pribumi dan kaukasian. Dilihat dari nama kelurganya saja sudah sangat terlihat. Pria itu campuran Belanda - Indonesia. Walaupun dalam kesehariannya Atlas lebih terlihat melokal sih.

"Aku kan orang Indonesia sayang. Itu kebetulan aja dapat jatah gen dari oppa buyut. Aku mah anaknya indonesia banget kan? Wajar dong kalau mau dipanggil mas?" ucap Atlas membela dirinya.

"Iya Mas..." goda Lili yang membuat Atlas terdiam. Pria itu berdeham seraya menggaruk tengkuk kepalanya.

"Kok aku jadi salah tingkah gini ya? Apa kita ganti aja nama panggilannya?" mendengar perkataan Atlas sontak membuat Lili tertawa. Astaga! Belum sehari jadi istri Atlas saja tawanya sudah sebanyak ini.

"Jadi Mas mau aku panggil apa? Om? Bapak? Kakak? Abang?" jahil Lili lagi yang membuat Atlas memincingkan matanya.

"Masa itu sih sayang? Aku kan suami kamu bukan om - om, belum jadi bapak - bapak, bukan kakak dan abang kamu juga." gerutu Atlas seraya menjawil hidung istrinya.

"Yaudah aku pangil Mas Suami aja kalau gitu." ucap Lili final yang kembali membuat Atlas berdebar.

"Mulai besok aku mau rutin olahraga lagi deh." celetuk Atlas kemudian. Dahi Lili berkerut dibuatnya, pasalnya selama pacaranpun walaupun tubuh Atlas bagus tapi pria itu bukan tipe pria yang gila olahraga.

"Kenapa?" tanya Lili penasaran.

"Biar jantungku sehat. Jadi kalau kamu seharian panggil aku Mas, jantung aku udah siap." tutur Atlas yang membuat Lili kembali tertawa.

"Ih! Dasar kamu! Bisa aja."

TBC

The ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang