WARNING !!
Cerita ini bakal bikin kamu salting brutal dan senyam senyum sendiri!!!
- - -
"Aku gak percaya kalau kamu cuma pernah pacaran saat kamu SMA." gumam Lili seraya menatap pria tampan didepannya, Atlas.
"Kenapa gak percaya?" tanya Atlas.
"Wel...
Entah sudah berapa lama keheningan menyelimuti kebersamaan mereka. Lili baru saja benar - benar berhenti menangis setelah Atlas berhasil menenangkannya. Atlas mengerti, kepala Lili pasti penuh dengan berbagai pikiran buruk tentang apa yang baru menimpanya. Atlas paham, wanitanya itu pasti sedang merasa bersalah walaupun ia tidak mengungkapkannya melalui kata - kata.
Di dadanya, Lili membaringkan kepalanya. Membuat beberapa goresan abstrak pada tubuhnya dengan sesekali menarik cairan dari hidungnya. Atlas hanya bisa terdiam seraya mengusap surai Lili. Memberikannya ketenangan walaupun hatinya sendiri masih bergemuruh.
Ia tidak marah pada Lili. Ia juga tidak merasa jijik dengan wanitanya. Atlas tahu betul, semua yang terjadi bukan atas kehendak Lili. Atlas tahu betul seberapa besar wanita itu menjaga hatinya hanya untuknya.
Atlas tersenyum hangat begitu Lili mengubah posisinya. Dagu wanita itu sekarang bertumpu pada dadanya. Mata sembab itu memandangi wajahnya dengan teliti. Sesekali jemari lentik Lili mengusap tubuhnya memberikan sensasi nyaman pada Atlas.
"Mau berapa lama lagi kamu menatapiku seperti itu? Aku bisa terkena serangan jantung kalau kamu belum berhenti melakukannya." Atlas menyisipkan tawanya seraya mengusap sisi wajah Lili dengan lembut saat mengatakannya.
Lili bergerak, mencium rahang pria itu dengan lembut kemudian memberikan kecupan singkat di bibir prianya.
"Aku baik - baik saja Lili."
Perkataan Atlas itu justru membuat mata Lili kembali berkaca. Kalau Lili jadi Atlas, Lili pasti sudah mengamuk, menjambak siapapun yang mencuri ciuman dari kekasihnya dan mungkin menikmati waktu untuk sendirian sebelum menghadapi Atlas.
Tapi di sisi lain, Atlas justru terlihat santai. Walaupun Lili tahu betul, apa yang menimpanya bagaimanapun pasti membuat Atlas sedih.
Lili tidak mengatakan apapun untuk merespon Atlas. Tangannya justru terulur untuk melingkari tubuh Atlas dengan semakin erat. Enggan untuk dilepaskan bahkan ditinggalkan oleh pria nya itu.
"Sayang, kaki aku kram."
Rintihan Atlas itu membuat Lili sontak bangun dari pembaringannya. Menatap Atlas khawatir dan mencoba meluruskan kaki pria itu. Namun yang dikhawatirkan justru tertawa.
"Akhirnya aku bisa melihat ekspresi kamu yang lain setelah hampir beberapa jam kamu hanya cemberut dan menarik ingus."
Detik itu Lili sadar bahwa Atlas hanya berbohong. Tapi berkat pria itu Lili jadi tersenyum kembali. Sadar betul betapa Atlas sangat menyayanginya. Lili kembali mendekat pada Atlas. Sekali lagi menempel pada tubuh pria itu dan memeluknya sesuka hatinya.
"Aku jadi senang kalau kamu semakin manja begini." Atlas menciumi pelipisnya dengan gemas. Sedang Lili menatapnya sendu karena merasa Atlas menyembunyikan perasaannya.
"Sayang, ayolah. Jangan menatapku seperti itu. Tidak perlu minta maaf lagi ya? Aku baik - baik saja."
Lihat kan? Sebenarnya Atlas ini terbuat dari apa sih! Kenapa dia bisa sebaik itu? Lili jadi semakin merasa bersalah.
"Atlas."
Atlas berdeham begitu Lili memanggilnya. Mata pria itu tertuju menelusuri manik Lili dan tenggelam di dalamnya.
"I love you." tutur Lili dengan wajahnya yang memerah. Atlas tersenyum. Mengecup pipi Lili gemas karena hatinya yang menghangat.
"I love you so much." Lili kembali bercicit. Kali ini suaranya terdengar lirih dan benar saja dugaan Atlas, wanitanya itu kembali ingin menangis.
"Aku gak tahu apa yang aku lakukan di kehidupan sebelumnya. Mungkin aku menyelamatkan suatu kaum. Atau mungkin aku pernah berkorban besar demi suatu kebaikan banyak orang."
Atlas tersenyum geli mendengar Lili yang terdengar melantur.
"Tapi apapun itu. Selama imbalan dari semua pengorbananku di kehidupan yang lalu adalah dengan hadirnya kamu. Aku gak masalah kalau harus mengulanginya lagi."
Jemari Atlas menyusuri surai Lili. Mengusapnya pelan dengan hatinya yang berdebar tak karuan.
"Aku memang belum menjadi pasangan yang baik. Aku suka marah, aku sering merengek, aku sering buat kamu kesusahan, aku suka ngambek. Tapi aku janji, aku akan jadi lebih baik dan layak untuk jadi pasangan kamu kedepannya."
Atlas menggeleng saat Lili selesai berbicara. "Aku gak mau mengubah apapun dari kamu princess. Semua yang ada di diri kamu menurutku sudah sesuai pada porsi dan tempatnya. I love the whole of you my Lili. I love you the way you are."
Lili mengeratkan pelukannya pada Atlas. Merasa senang dan utuh hanya dengan mendengar penuturan pria itu.
"Atlas, aku bersyukur punya kamu." gumamnya lagi. "Maaf karena sudah merusak malam ini." Lili kembali berucap. "Andai aku gak ketemu dia di masa lalu. This would be our perfect night."
Atlas meraih dagu Lili. Membuatnya mendongak hanya untuk menatapnya lebih leluasa.
"Aku jauh lebih bersyukur karena bertemu dengan wanita seperti kamu Lili. Dan tolong jangan meminta maaf lagi. Aku menerima kamu Lili. Semua yang ada di diri kamu termasuk masa lalu kamu. Tolong jangan merasa terbebani ya?"
Lili kehabisan kata - kata. Tidak sanggup lagi menampung semua rasa yang membuncah di dadanya. Rasanya ingin menangis karena Tuhan begitu baik mengirimkan Atlas di kehidupannya.
"And i can still make our night became perfect as you want."
Atlas merogoh sakunya. Mengeluarkan sebuah kubus berwarna biru tua dengan bahan beludru. Tersenyum ke arah Lili dengan sangat lebar sebelum akhirnya membuka kotak itu. Memperlihatkan sebuah cincin yang berdesain mewah namun sederhana.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Sayang..."
Lili tak kuasa menahan suaranya begitu melihat cincin yang sangat cantik itu. Biru, warna kesukaannya. Lelaki ini selalu saja berhasil membuatnya jatuh hati.
"Cincin yang cantik untuk tunanganku yang luar biasa cantik. And it's blue, your favorite color."
Atlas tersenyum seraya memakaikan cincin itu pada Lili yang mulai menangis lagi. Namun kali ini Atlas merasa gemas dibuatnya karena melihat Lili yang bahagia.
"I dont think it's the perfect timing. Tapi aku merasa harus memberitahu semua orang kalau kamu sudah ada yang punya. Boleh kan?"
Lili mengangguk sebagai jawaban. Lantas melingkari leher Atlas dengan manja. "It's always perfect time when i'm with you Atlas." Atlas mengecup Lili sekali lagi. Entah pergi kemana rasa gundah dan gemuruh di hatinya tadi. Semuanya tergantikan begitu saja dengan senyuman bahagia Lili.
"I cant wait to call you mine." sekaliagi Atlas mencium bibirnya. Kali ini lebih lambat dan lembut diwaktu yang bersamaan.
Lili menatapnya dalam dan tersenyum lalu berkata, "I'm already yours Atlas."